Berubah, Mungkinkah Membuat Partai Politik?
http://hariansinggalang.co.id/berubah-mungkinkah-membuat-partai-politik/
Bersama Dr. H. Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah pada Konferensi Asosiasi Program Studi Sosiologi Indonesia, 18/5/16 di Hotel Bumi Minang Padang. (Foto: Dok.) |
Berubah, Mungkinkah Membuat Partai Politik?
Oleh Shofwan Karim
Indonesia yang berubah, menjadi inti masalah yang dihadapi bangsa dewasa ini meminta perhatian penuh Muhammadiyah. Secara positif perubahan itu adalah terjadinya ledakan kelas menengah.
Jumlah mereka yang berpendapatan rendah meningkat signifikan ke pendapatan sedang atau menengah. Semakin terbukanya masyarakat terhadap akses informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi. Semakin terbukanya ruang kebebasan berekspresi bagi masyarakat pada setiap segmen.
Akan tetapi semunya itu sekaligus ternyata pula membuka peluang sosok dan sisi negatif. Bahkan menimbulkan pula dampak buruk dari arus liberalisasi, politik, ekonomi dan budaya yang melanda bangsa sejak sebelum ini.
Ditambah menguatnya arus liberalisasi era dan pasca reformasi telah membawa kecendrungan kecendrungan negatif. Seperti individualistik, materialistik dan hubud dunia, hedonistik dalam masyarakat. Itu semua merupakan tantangan dakwah dan kendala besar bagi perwujudan masyarakat Islam yang sebesar-besarnya sebagai telah tertera pada tujuan Muhammadiyah.
Hal itu semua merupakan bagaian dari pidato iftitah (pembukaan) Ketua Umum PP Muhammadiyah 2010-2015 Din Syamsuddin pada pleno pertama.
Di hadapan 3.000 peserta dan ribuan peninjau muktamar, Din menguraikan panjang lebar refleksi, proyeksi dan rekomendasi persyarikatan ini dalam masa kepemimpinannya 2010-2015 dan apa yang harus dilaksanakan periode berikutnya.
Pada bagian lain dari pidato 54 halaman yang dibacakan diselingi sentilan ringan bersifat internal dan eksternal, Ketua Umum MUI itu melihat optimisme bahwa Muhammadiyah 5 tahun terakhir dengan tena gerakan pencerahan melihat hasil positif ke dalam bahwa secara organisatoris banyak ranting dan cabang baru yang berdiri dan dihidupkan kembali.
Begitu pula Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) pendidikan, kesehatan meningkat kuantitas dan kualitasnya. Sarana dakwah dan konten mengikuti perkembangan IT meningkat tajam. Revitalisasi organisasi dalam negeri dan ekspansi kerjasama internasional amat menggembirakan.
Namun di balik itu semua, Muhammadiyah menghadapi kendala yang tak kalah menantangnya itu perlu meningkatkan upaya keberpihakan. Persaingan regional dan global membawa dampak domestik, menampilkan komparador-komparador asing perorangan dan kelompok. Itu semua menimbulkan dilema bagi gerakan Muhammadiyah.
Menghadapi semua hal tadi, tokoh yang menyatakan tidak akan maju lagi sebagai ketua umum dan bersiap menjadi ketua ranting di tempat tinggalnya, meminta setiap warga Muhammadiyah tidak kehilangan asa dan percaya diri. Pengalaman Muhammadiyah di masa orde lama, orde baru dan era reformasi membuat Muhammadiyah makin matang.
Ke depan Din menawarkan Muhammadiyah beberapa pokok pikiran. Di antaranya tetap pada jalur jati dirinya sebagai gerakan dakwah pencerahan berorientasi kultural. Amar makruf nahi mungkar dalam berbagai lapangan. Pada bidang politik tetap pada aktifitas batas politik moral itu. Menjaga kedekatan dengan semua parpol dan kekuatan politik.
Tetapi pada bagian lain Din sepertinya membuka peluang kalau ada inisiatif Muhammadiyah mendirikan amal usaha yang berlebel partai politik atau mengembangkan “hubungan khusus” dengan Parpol tertentu. Kalimat ini seakan mengundang peserta Muktamar memperbincangkannya dengan hangat dalam sidang pleno, komisi dan forum berikutnya.(Bersambung)
Komentar