Anhar Gonggong: Apalagi yang tidak diberikan Muhammadiyah Kepada Bangsa ?

Anhar Gonggong : "Apa yang Tidak Diberikan Muhammadiyah Kepada Bangsa?"


Muhammadiyah sejak awal berdiri melakukan dua hal. 

Pertama, pembaharuan. Kiai Dahlan dianggap sebagai tokoh pembaharu. 

Kedua, berkontribusi pada pendidikan. Anhar Gonggong, seorang sejarawan kondang, mengatakan bahwa sumbangsih Muhammadiyah dalam hal pendidikan adalah hal yang tidak dapat dibantah. “Itulah yang melahirkan sebagian intelektual besar Indonesia yang memiliki peran penting sampai sekarang. Bidang pendidikan Muhammadiyah merupakan sumbangan yang sangat besar, bahkan sampai masa depan,” ujarnya. Pancasila dan Muhammadiyah Sumbangan lain Muhammadiyah, menurut Anhar Gonggong adalah Pancasila. 

Menurutnya, Pancasila tidak mungkin ada ketika Kahar Muzakkir, Kasman Singodimejo, dan Ki Bagus Hadikusumo tidak memberikan toleransi untuk menghapus tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Paling tidak, sidang PPKI akan berlangsung sangat lama. Hal ini ia sampaikan dalam Pengajian Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah. 

Pengajian dengan tema “Muhammadiyah, Pancasila, dan Kemerdekaan Indonesia” ini diselenggarakan secara daring pada Jumat (14/8) malam. “Kesadaran keindonesiaan dari tokoh-tokoh ini sangat besar. Kesadaran bahwa kita berjuang bersama bukan hanya untuk kita, maka bagian dari perjuangannya mereka serahkan ke republik ini,” imbuhnya. Ia menyebut jika Ki Bagus dan tokoh Islam lain tidak merelakan tujuh kata, maka tidak akan ada Pancasila. Sehingga Pancasila adalah sumbangan besar umat Islam, yang didalamnya termasuk Muhammadiyah. Muhammadiyah memberikan sumbangan dalam bentuk pencerahan pikiran sekaligus kekuatan, baik kekuatan fisik maupun kekuatan intelektual. Mas Mansur dan Pengorbanan Para Pendahulu 

Ia juga mengatakan bahwa Mas Mansur Mansur memiliki arti yang sangat penting. Sebagai seseorang yang ditokohkan di masa Jepang, ia menjadi orang yang sangat menderita. Karena ada faktor-faktor tertentu ia tidak bisa menerima penokohan dari Jepang. Namun, ia harus menerima karena kondisinya yang mendesak. Menurut Anhar, salah satu faktor utama dari seorang pemimpin adalah keberanian dan kesediaan untuk melampaui diri. Maka, Mas Mansur terpaksa menerima penokohan Jepang secara terpaksa. Ia bersedia melampaui dirinya sendiri. Para pemimpin Islam menerima untuk menghilangkan tujuh kata juga mengalami penderitaan yang sangat besar. Namun, mereka harus bersedia memberikan toleransi. 

Mereka telah melampaui dirinya sendiri dan bersedia untuk menderita demi kepentingan orang lain. “Maka, apa yang kita nikmati sekarang adalah hasil dari proses yang sangat panjang. Dan didalamnya terjadi berbagai hal, termasuk penderitaan-penderitaan. Tetapi kehebatan orang-orang yang bersedia menderita pada waktu itu, kenapa kita mau mengkhianati penderitaan mereka? Misalnya tampil menjadi garong-garong republik dengan korupsi,” ujarnya. Padahal, tujuan Indonesia merdeka adalah untuk menikmati hasil kemerdekaan dan menikmati tujuan bersama.  Sehingga seharusnya, orang yang memiliki peranan untuk mengatur negara merasa malu ketika melihat proses sejarah yang panjang ini. Namun karena hilangnya beberapa hal, para pemimpin justru tampil dengan begitu korup. Anhar menyebut ada beberapa hal yang hilang. 

Pertama, rasa syukur.  “Masa sudah memiliki kedudukan setinggi itu masih mau garong republik? Itu artinya tidak mensyukuri apa yang telah mereka peroleh dan apa yang diberikan Tuhan melalui kedudukan itu,” 

Kedua, pemaknaan terhadap perjuangan pendahulu, ketika para pemimpin sekarang sedang menikmati hasil perjuangan itu. Pendidikan Muhammadiyah Sejarawan yang pernah menjadi guru Kemuhammadiyahan ini mengatakan bahwa Muhammadiyah memberikan sumbangan besar untuk masa depan bangsa dengan menciptakan lembaga-lembaga pendidikan. Menurutnya, pendidikan tidak hanya melahirkan sarjana. Tetapi pendidikan yang dibangun oleh Muhammadiyah dengan landasan pemikiran keagamaannya, melahirkan lebih dari sekedar sarjana. 

Dengan hasil pendidikan Muhammadiyah, Muhammadiyah telah memberikan sebuah perjalanan ke depan untuk bangsa. Seorang guru tidak sekedar memberikan ilmu. Tapi dia berhadapan dengan anak-anak muda yang dia siapkan untuk masa depan. “Setiap saya berdiri di depan kelas, saya berdialog dengan masa depan,” ujarnya. “Muhammadiyah telah memberikan kepada bangsa dalam semua faktor. 

Faktor pembaharuan agama dia berikan, faktor pendidikan dia berikan, faktor perumusan kemerdekaan dia berikan. Apalagi yang tidak dia berikan pada republik ini?” imbuhnya. Sekarang tinggal bagaimana yang sudah diberikan oleh Muhammadiyah dikembangkan lebih lanjut untuk masa depan. “Saya tidak bisa bayangkan andaikata Kiai Dahlan tidak melakukan pembaharuan. Andaikata tidak ada gerakan-gerakan kegamaan. Saya kira tidak seperti ini jalannya republik,” ucap Anhar. 


Menyinggung Pandemi Covid-19,  Ia berpesan agar jangan sampai pandemi ini membuat masyarakat berada dalam situasi yang serba takut dan membuat kreativitas tidak bisa berkembang. Justru kreativitas kita harus semakin berkembang kare di rumah. Di Inggris pernah kehilangan hampir separuh penduduknya karena penyakit Pes. Ketika sudah selesai, ada dua hal yang berbeda. Eropa Barat melakukan suatu perubahan nilai tertentu dan sistem tertentu yang menyebabkan rakyatnya lebih kreatif. Namun, penyakit Pes membuat pemimpin-pemimpin di Eropa Timur justru semakin otoriter. Maka, masyarakat harus menghadapi pandemi dengan sikap kreatif agar tidak terjerembab oleh rasa takut. Dan masyarakat bisa menghadapi dengan kreativitas dan ketaqwaan kepada Tuhan. “Kita menghadapi musuh yang tidak terlihat, katanya.***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shofwan Karim, Obituari Buya Mirdas Ilyas (3): Satu Rumah-Posko Bersama

Sejarah Tahlilan