Prof. Dr. Abdul Mu’ti Menolak di Menit-menit Terakhir

 








Komentar Harian Singgalang.


Prof. Dr. Abdul Mu’ti Menolak di Menit-menit Terakhir

Oleh Shofwan Karim.


Penetapan Reshuffle dan Pelantikan Menteri Kabinet Indonesia Maju Selasa  23 Desember 2020 kemarin menyisakan pro-kontra . Bukan hanya di tingkat elite tetapi juga awam.


Beredar nama beberapa hari sebelumnya. Subuh terakhir Selasa 22 Desember semakin mengerucut. Dan benar saja. Selasa siang diumumkan 6 menteri baru. Dan katanya juga beredar nama calon Wamen baru . Terbukti memang pada pelantikan Rabu 23 Desember itu Menteri dan Wamen baru tersebut. 


Kali ini ada kementerian mendapat Wamen yg sebelumnya tidak termasuk. Gencar info Menteri Dikbud akan didampingi Wamen Prof. Dr. H. Abdul Mu'ti, M Ed. Selanjut saya sebut Prof. AM. Beliau adalah Sekretaris Umum  Pimpinan Pusat Muhammadiyah.  Beberapa bulan lalu promosi Guru Besar UIN Jakarta. Bidang pendidikan. Sudah lama juga menjadi tokoh di Kemendikbud. Paling baru adalah ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).. 



Tiba-tiba langit kamar saya terguncang. Jari saya bergetar. Muncul di media beberapa menit setelah pelantikan Menteri dan Wamen baru itu Prof AM bertestimoni. " Benar dihubungi istana dan Menteri Nadiem." "Tetapi beberapa waktu setelah saya setujui, saya pikir ulang. Akhirnya saya merasa tak sanggup memikul beban berat itu. Maka saya tolak".


Di Sumbar masyarakat tahu, saya Ketua PWM. Dan di Medsos muncul pro-kontra, termasuk di kalangan Muhammadiyah struktural dan kultural.


Saya tersudut. Mereka tahu Muhammadiyah selalu disebut Ormas terbesar di Dunia. Terutama di dalam amal usaha Pendidikan; Sosial-Panti Asuhan;  Kesehatan-Rumah Sakit.  Masjid dan Mushalla. Ekonomi produktif. BPR. Koperasi Syariah. Baitul Tamwil. Ikhtiar-kerja  kemanusiaan. Lembaga pilantrofi LazisMu . MDMC. MCCC. Dan seterusnya.


Memang tidak ada Parpol yang berafiliasi ke Muhammadiyah secara terus terang. Atau  tidak juga sebaliknya Muhammadiyah  berafiliasi  ke Parpol. Seperti Ormas lain. Ada Parpol yang berafiliasi ke Ormas tertentu atau sebaliknya. Bahkan lebih dari satu. Muhammadiyah sudah dari 1998 disanggap juga seperti itu. Padahal tidak pernah ada dalam AD-ART dan Keputusan Mukatamar menyatakan afiliasi itu. Dan Muhammadiyah  tidak pernah akui klaim parpol tertentu kalau menyebut afiliasi tersebut,meski tidak resmi . 


Apa lagi tokoh partai yang berasal dari Muhammadiyah tak seberapa dan tidak pula pada banyak partai. Akan tetapi kondisi tidak sepenuhnya menjadi pertimbangan. Pada Kabinet SBY pernah saya dihubungi Menko Eknomi Hatta Rajasa.  Ketika itu  disebut satu nama untuk calon Wamen Dikbud. Apakah yang bersangkutan warga Muhammadiyah. Padahal saya waktu itu bukan Rektor UMSB lagi dan bukan pula Ketua PWM setelah tahun 2000-2005.  


Saya jawab benar. Dan saya minta Dr Anwar Abbas, Bendahara  PP Muhammadiyah  memperkuat. Dan jadilah. Tetapi saya tidak yakin karena faktor Muhammadiyah. Hal itu semata-mata hak  prerogatif Presiden SBY . Yang ditunjukpun pantas dan mampu meski beliau bukan Prof pendidikan, tetapi bidang ilmu lain. 


Testimoni Prof AM membuat galau. Saya tersudut dan tak nyaman. Apalagi ketika Pilpres 2019, Shofwan Karim menyatakan diri secara pribadi mendukung Jokowi-Ma'ruf. Ikut dalam beberapa tim secara pribadi. Bulan Februari 2019 bersama yang lain, mendampingi Ma'ruf kunjungan 2 hari di Sumbar. Sempat goyang karena acara di UIN dibatalkan karena dianggap kampanye, pada hal belum masanya dan itu hanya utk kuliah umum dan peluncuran buku Ekonomi Syariah, Cara Ma'ruf.


Wisma Haji tak bisa digunakan karena ada yg sudah diterima pesanan pesta kawinan. Begitu kata otoritas di lembaga itu. Hanya 1 jam, sesudah makan sore di Rumah Wako Padang Panjang, di temaram malam antara Padang Panjang-Padang,  saya di belakang mobil Ma’ruf Amin. Saya  terdesak akibat perubahan itu. Saya linglung. Besok paginya, Rabu pukul 8,  ke mana tempat peluncuran buku Kiyai ini dipindahkan?.


Akhirnya seorang tokoh  dari lembaga lain memberikan jalan. Maka jadilah acara

itu di sebuah Hotel berbintang yg laik di kota ini. Kami terpaksa rapat darurat malam itu dengan Tim Jokowi-Ma’ruf. Oleh karena yang membawa ke UIN  adalah usulan saya. Sekarang batal, dan saya harus tanggungjawab.


Banyak sumpah serapah ke pribadi dan keluarga saya. Semua akhirnya tahu Prabowo-Sandi Menang 86 persen di Sumbar.  Akibatnya euforia terjadi di Sumbar. Pendukung Jokowi kena getahnya. Ada yg diberhentikan di staf ahli di sebuah lembaga terhormat dan diangkat yang baru dan mungkin secara kualitas sama saja.


Covid-19 memberi hikmah. Saya melakukan tugas dari luar Padang dengan tatap mata-virtual.  Menurut teman tertentu, saya selamat dari cacian yang tak suka kalau saya di Padang memasuki agenda Pilkada kemarin. Untuk hajat demokrasi kali ini, saya tiarap. Meski semua calon ada yang sangat dekat secara pribadi. Ada juga yang tidak suka dengan saya tetapi dia sangat membantu Muhammadiyah.  Saya tetap pelihara silaturrahim-komunikasi dengan beliau. Meski hampir tak pernah balas WA saya. 


Beda dengan 2015. Pada bulan Maret waktu  itu saya menyatakan dukungan pribadi di hadapan 350 pemuda Muhammadiyah di suatu tempat di luar kota Payakumbuh. Almarhum Pak Kasim yang sering makan siang dengan saya dan Uda Basril Djabar kirim sms. Nadanya agak membuli. Tetapi kami tetap baik.  Waktu itu saya selesai menjabat Komisaris Semen Padang dan istirahat dari struktur Muhmmadiyah. Dan memang Prof Irwan dan pasangannya menang Pilgub 2015.






Pilkada  kali ini saya tidak menyatakan pendapat pribadi meski saya punya instink.  Mahyeldi dan pasangannya  yang menang. Bukan hanya instink, tetap saya sudah punya data dan firasat.  Meski warga Muhammadiyah sempat "perang" di media. Saya tetap tiarap. Ada yg mengarahkan ke satu pasangan. Eh, ternyata kepada saya disampaikan ada puluhan pendukung Muhammadiyaah utk 3 pasangan lain. Dan surprise ada ratusan pendukung Mahyeldi yang tiap pekan memberi informasi . Saya cek ke pihak tertentu ternyata benar.


Kembali ke Prof AM. Saya minta info dari beliau langsung. Tetapi belum dijawab. Asumsi saya (1) Beliau baru salat istikharah sesudah bilang setuju ke istana dan Nadiem. Tetapi tentu istana dan Nadiem tidak bisa serta merta mengganti dengan salah satu dari  seribuan Profesor di 175 Universitas dan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Indonesia dan di luar negeri;  


(2) kolektif-kolegial dalam setiap hal yg strategis selalu dimusyawarahkan dalam Muhammadiyaah. Hal itu  membuat Prof AM baru sadar setelah menyatakan setuju. Beliau belum sempat musyawarah di PPM karena waktu mepet; 


(3) ada para opposan  di Muhammadiyah yg tak setuju dg Prabowo-Sandi membantu Kabinet Jokowi. Karena dulu mereka di belakang Prabowo-Sandri pada Pilpres 2019.  Di antara17 PPM hanya beberapa orang  perkiraan saya tahun 2019 yg pro-Jokowi. Itu pun dalam diam. Menyatakan pendapat peribadi pun tidak. 


 Meski Jokowi hadir pada 2 kali Tanwir Muhammadiyah di Maluku Februari  2017 dan di Bengkulu Februari  2019 . Jokowi sering di depan warga Muhammadiyah bilang isterinya Iriana dulu mahasiswi UMS Surakarta Di antara anak dan cucunya lahir di RSM Solo.  Buya Syafii di BPIP. Prof Muhajir Menko PMK. Mungkin ada yg lain juga. Tetapi belum sebanding dg bakti Muhammadiyah ke negeri dan NKRI sejak 108 th lalu. Sewaktu Partai belum ada.Muhammadiyah sudah bejuang. Dan Jokowoi serta Presiden sebelumnya juga tetap menggandeng Ormas terbesar ini Meski posisinya naik-turun. Ada yang beberapa kursi. Ada yang hanya satu kursi kabinet.  Bila Prof AM menerima Wamen kemarin, berarti ada 2 kursi di Kabinet ini. Meski kalah dengan Ormas lain. Jokowi baik-baik ke Muhammadiyah. Hampir semua agenda Muhammadiyah yg mengundang Presiden dipenuhinya; 


(4) hal lain, mungkin ada yang memperkirakan Prof AM akan diposisikan Wakil Menag dan Wakil Menag sekarang jadi Menteri. Ternyata  Wakil Menag tetap. Dan Menteri baru adalah PKB yang dari NU-Ketua Umum GP Ansor. Wakil Menteri yang tetap itu adalah PPP dan juga dari NU dan MUI.  Oleh karena itu, Prof AM merasa tidak mampu di Wakil Mendikbud. Tetapi kalau Wakil Menag mungkin mampu. Apalagi komposisi menjadi indah. Menteri NU dan Wakil Muhammadiyah. Selama ini terkesan orang Muhammadiyah kurang terakomodasi di eselonering Kemenag dan Kakanwil di sebagian besar Indonesia;  


(5) tiba-tiba notifikasi WA saya nyala. Rupanya dari Prof AM . Prof. AM menulsi sebagai berikut.  Saya tidak tahu apakah pihak istana kontak Prof. Haedar. Selasa pagi saya dihubungi Mendikbud via WA minta bicara. Karena sedang Webinar tidak langsung saya jawab. Selesai Webinar saya telepon balik. Saat itu beliau menyampaikan bahwa saya diminta istana menjadi Wakil Mendikbud.


Semua keluarga setuju. Pak Haedar menyerahkan keputusan kepada saya.

Saya memutuskan tidak masuk Kabinet Kerja bukan karena oposisi atau anti Pemerintah. Saya sekarang masih menjabat sebagai ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) di Kemendikbud. Itu lembaga negara.


Itulah WA dari Prof. Dr. H. Abdul Mu’ti sore Kamis, 24 Desember 2020 pk. 16.55. Supaya pembaca maklum. Dan asumsi (1) sampai dengan (4) adalah tanggungjawab penulis. Yang ke (5) dari beliau, mohon dipahami.*


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shofwan Karim, Obituari Buya Mirdas Ilyas (3): Satu Rumah-Posko Bersama

Sejarah Tahlilan