Al -Nazhar dan Kebangkitan Peradaban

Bagi Muhammadiyah, Nazhar Menjadi Daya Dorong Kebangkitan Peradaban

Posted by: wahyudi October 22, 2018 in Ilmu Kalam, slider, Uncategorized

Jika kita baca Himpunan Putusan Tarjih BAB Iman, kita akan menemukan kalimat berikut ini:

اَمَّا بَعْدُ فَاِنَّ الفِرْقَةَ النَّاجِيَةَ (1 (مِنَ السَّلَفِ اَجْمَعُوا عَلَى الإِعْتِقَادِ بِأَنَّ العَالَمَ آُلَّهُ حَادِثٌ خَلَقَهُ االلهُ مِنَ العَدَمِ وَهُوَ اَىِ العَالَمُ) قَابِلٌ لِلفَنَاءِ (2 (وَعَلَى اّنَّ النَّظْرَ فِى الكَوْنِ لِمَعْرِفَةِ االلهِ وَاجِبٌ شَرْعًا (3 (وَهَا نَحْنُ نَشْرَعُ فِى بَيَانِ اُصُولِ العَقَائِدِ الصَّحِيْحَةِ.
Kemudian dari pada itu, maka kalangan ummat yang terdahulu, yakni mereka yang terjamin keselamatannya (1), mereka telah sependapat atas keyakinan bahwa seluruh ‘alam seluruhnya mengalami masa permulaan, dijadikan oleh Allah dari ketidak-adaan dan mempunyai sifat akan punah (2). Mereka berpendapat bahwa memperdalam pengetahuan tentang ‘alam untuk mendapat pengertian tentang Allah, adalah wajib menurut ajaran Agama (3). Dan demikianlah maka kita hendak mulai menerangkan pokok-pokok kepercayaan yang benar.
Yang harus digarisbawahi adalah kata مَعْرِفَةِ  dari kalimat ungkapanberikut ini:

وَعَلَى اّنَّ النَّظْرَ فِى الكَوْنِ لِمَعْرِفَةِ االلهِ وَاجِبٌ شَرْعًا

Dan bahwa an-Nazhar atas alam raya untuk mengetahui Allah hukumnya wajib sesuai syariat.
Ungkapan di atas memberikan gambaran kepada kita mengenai sarana untuk mengenal Allah Sang Maha Pencipta. Sarana itu di antaranya adalah dengan melihat al-kaun atau alam fisik, yang kemudian dijadikan sebagai bukti untuk mengenai keberadaan Zat yang berada di alam metafisik. Alam raya, menjadi ayat kauniyah yang terbentang dan nyata, serta dapat disaksikan oleh semua umat manusia. Alam raya menjadi bukti tak terbantahkan bahwa ia membutuhkan sang pencipta, Tuhan semesta alam.



Ungkapan di atas sekaligus memberikan arahan bagi jamaah persyarikatan Muhammadiyah, agar dapat memanfaatkan dan menundukkan alam raya demi kemaslahatan umat manusia. Makrifat Allah bukan sekadar memandang dan melihat, namun juga mentaati segala perintah Allah. Di antara perintah yang sangat penting bagi umat manusia, tentu menjadi khalifah, atau wakil Tuhan untuk menata dan membangun peradaban di muka bumi.



Manusia hendaknya selalu menggali dan mencari ilmu Allah agar dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kemaslahatan umat manusia. Ilmu Allah, sesungguhnya sekadar setitik anugerah Allah yg diberikan kepada umat manusia. Tujuan pemberian ilmu pengetahuan ini, untuk mengemban amanat yang sangat besar, yaitu membangun peradaban. Karena tugas berat ini, maka manusia dijuluki sebagai khalifatullah.



Tugas peradaban tidak akan lepas dari ilmu pengetahuan. Maka bekal pertama yang diberikan Allah kepada bapak manusia, Adam as adalah ilmu pengetahuan Dan dengan ilmu ini, Allah perintahkan seluruh malaikat dan iblis utk sujud hormat kepada Adam

وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (31)
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman:` Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar! `(QS. 2:31

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ (34)
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat:` Sujudlah kamu kepada Adam, `maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takbur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.(QS. 2:34

Peradaban yang dimaksud adalah peradaban rabbani, yaitu membangun manusia seutuhnya (insan kamil), yang memadukan antara kebutuhan jasmani dan ruhani, materiil dan spirituil. Peradaban yang berorientasi kepada nilai ketuhanan dengan menjadikan hukum Tuhan sebagai acuan dalam menentukan kebijakan dalam berbagai aktivitas manusia. Juga peradaban yang mengusung dua kebahagiaan, yaitu dunia dan akhirat.

رَبَّنَا أَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Artinya :
Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan hidup di dunia dan kebaikan hidup di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api neraka.

Banyak yang menuding bahwa kalam anti ilmu pengetahuan. Bahkan ada yang lebih ekstrim lagi dengan mengatakan bahwa ilmu kalam menjadi sebab mundurnya ilmu pengetahuan. Mereka yang berpendapat demikian, hampir bisa dipastikn belum pernah membaca kitab-kitab kalam, atau jika membaca tidak tuntas. Ia sekadar membuka satu dua artikel, lalu bersegera memberikan kesimpulan.

Jika kita membuka kitab-kitab ilmu kalam yang memberikan keterangan lebih rinci terkait dengan ma’rifatullah, seperti kitab Syarhu Maqashid, al-Ibkar fi Ushuliddin, Asya,il. Syarhul Mawaqif dan lain sebagainya, kita akan mendapatkan bahasan ilmu eksakta yang sangat banyak dan detail. Di dalamnya membahas tentang atom, gerak benda, diam, ruang hampa, kosmologi, pergerakan bumi, perubahan musim, bahkan anatomi tubuh manusia pun dikaji cukup mendalam.



Ini menunjukkan bahwa dalam memandang alam raya, para ilmuan kita tidak sekadar melihat secara sederhana. melihat alam raya, maksudnya adalah menyingkap rahasia-rahasia di balik alam raya. Maka ilmu pengetahuan dan sains berkembang sangat pesat. Muncullah para ilmuan muslim seperti Ibnu Sina, Al-Bairuni, Ibnu Rusyd, Ar-Razi, al-Khawarizmi, Jabir ibnu al-Hayyan, Ibnu Ismail al-Jazari, Abu al-Zahrawi, Ibnu Haitsam, Al-Jahiz, dan masih banyak lagi. Mereka adalah para dokter, astronom, matematikawan, fisikawan, pakar biologi, dan lain sebagainya. Pemahaman tentang al-kaun, benar-benar menjadi daya dorong untuk memajukan ilmu pengetahuan.



Inilah kesadaran khalifatullah itu. Ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan, juga akan digunakan sebaik mungkin guna kemajuan dan kemaslahatan umat manusia. para ulama kita terdahulu sangat menyadari bahwa Ilmu sesungguhnya datang dan anugerah Allah untuk manusia dan demi kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat.

Ulama kita terdahulu telah memberikan teladan yang baik terkait pandangan mereka terhadap ilmu pengetahuan, tujuan dan etika ilmu pengetahuan. Ilmu bukan sekadar untuk ilmu saja. karena ilmu yang hanya untuk ilmu, dapat berimplikasi negative terhadap nilai moral. Ilmu tanpa kesadaran moral religius hanya akan menghancurkan umat manusia. Lebih jauh lagi, ilmu bukan menjadi sarana manusia untuk semakin mempertebal iman, namun justru menjadikan ilmuan bersikap atheis dan mentuhankan materi. Gerakan yang terjadi di alam raya, dianggap sebagai bagian dari dialektika materi saja.



Ilmu seperti ini justru akan menghancurkan umat manusia. Ilmu yang membuat Irak, Afghanistan, Suria dan belahan dunia lainnya porakporanda. Ilmu yang menjadikan kapitalisme global sebagai penguasa Dunia. Maka muncullah berbagai terma menyesatkan dan materialistis, seperti sejarah telah berahir, kata Fukuyama. Saatnya perang peradaban, kata Huntington. Dunia mengikuti teori seleksi alam, kata Darwin. Manusia sebagai pusat ego, kata Jean-Paul Sartre. Tuhan sudah mati, Kata Nietzsch. Aktivitas dunia merupakan wujud dari dialektika materi, kata Karl Marx. Aktivitas manusia sejak dini digerakkan oleh nafsu seksnya, kata Sigmund Freud. Hukum sejatinya merupakan hasil kesepakatan bersama, kata Roso.



Jadi, Tuhan sama sekali tidak ada hubungannya dengan aktivitas manusia. Tuhan telah beristirahat. Manusia atau materi beralih fungsi menjadi Tuhan-tuhan baru menggantikan posisi Tuhan yang sudah mati.



Tidak heran jika kapitalisme global menghisap ekonomi lemah dari negara-negara ketiga. Bukan sekadar menjerat negara ketiga dengan sistem ribawinya, namun mereka tidak segan untuk menghancurkan dan meluluhlantakkan bangsa lain, atau membuat kerusakan dan perang saudara di dalam suatu Negara, jika itu memang dapat memenuhi kebutuhan materi mereka. Hal-hal seperti itu legal dan tidak terlarang bagi mereka. Kasus yang terjadi di berbagai belahan dunia, baik zaman kolonial klasik, atau kolonial kontemporer melalui gehemoni ekonomi, politik, militer, media dan sejenisnya seperti yang kita saksikan saat ini, menjadi bukti riil mengenai keganasan manusia yang hidup hanya berorientasi kepada materi. Pemusnahan massal dan menghilangkan nyawa manusia menjadi legal dan kadang harus harus dilakukan jika itu menjadi sarana untuk mencapai kesuksesan duniawi

.

Ulama kita terdahulu, termasuk juga ulama kalam mengajarkan kepada kita, bahwa segalanya datang dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Ulama kalam memberikan teladan mengenai tata cara kita memandang dunia. Ulama kalam mengajarkan kita untuk mengenal posisi kita di muka bumi, yang sekadar sebagai hamba Allah saja. itulah makrifatullah melalui alam raya, nazhar melalui alam metafisik menuju alam fisik, seperti yang terungkap dalam HPT Muhammadiyah.



Sayangnya, apa yang telah diajarkan panjang lebar oleh ulama kalam itu, saat ini seakan banyak terabaikan. Barat dijadikan sebagai rujukan dalam berbagai model dan tata nilai kehidupan. Barat menjadi simbul komodernan. Umat menginduk apapun yang datang dari Barat. Bahkan untuk mengatur ekonomi umat dan cara berpolitikpun, harus belajar dari Barat. Seakan-akan kita tidak pernah belajar fikih. Seakan-akan turas Islam kosong dari berbagai cabang ilmu tersebut.

Padahal turas islam sangat melimpah. Ilmu yang diajarkan di pesantren, berhenti sampai buku saja. Karena dalam kehidupan, tata nilai yang diterapkan oleh umat, berbeda dengan apa yang tertulis secara rapi dalam kitab-kitab yang mereka baca itu.

Umat terninabobokkan dengan peradaban Barat modern. Kita menjadi bangsa subodordinat. Apalagi dengan kekuatan media, seperti TV dan internet, semua informasi menjadi super cepat. Nilai-nilai peradaban Barat dapat dengan mudah masuk ke dalam pribadi setiap insan muslim tanpa banyak hambatan. Maka dengan mudah juga umat mengikuti tata nilai mereka. Hidup menjadi hidonis dan pemikirannya hanya berorientasi kepada materi. Tidak heran jika para pejabat kita korup. Jabatan sekadar dijadikan sebagai bancakan untuk menumpuk materi. Padahal mereka in shalat, puasa, dan bahkan berhaji hingga puluhan kali.

Tuhan hanya ditaruh dipojak masjid. Keluar dari tempat ibadah, maka ikut keluar pula Tuhan dari hati mereka. Kehidupan insan muslim benar-benar sangat sekuler. Segala sesuatu selalu didasarkan pada kalkulasi matematik yang bersifat materi. Bahkan upacara keagamaan yang dulunya sakral, seperti yasinan, tahlilan dan sejenisnya, kondangan pernikahan, di sebagian kalangan saat ini sudah mulai bergeser dan bernilai materi.



Egoisme dan individualisme menjadi ciri tak terpisahkan manusia modern. Dan itu diikuti oleh umat Islam. Pembakaran hutan pun mereka lakukan, meski mengorbankan banyak jiwa, menghambat aktivitas ekonomi, merusak ekosistem dan kerugian lainnya, demi mengejar materi.

Di sini, benar kata rasulullahs aw bahwa kita akan selalu mengikuti orang lain.

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ
قُلنا : يا رسولَ اللهِ ! اليهودُ والنَّصارَى ؟ قال :فمَن ؟
“Sungguh, kalian akan mengikuti jejak langkah orang-orang sebelummu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sehingga jika mereka masuk masuk ke lubang dhob pun, pasti kamu akan mengikuti mereka.” Kami bertanya: “Wahai Rasulullah, mereka itu Yahudi dan Nasara?” Nabi sallAllahu `alaihi wasallam menjawab: “Lalu siapa lagi?” (HR Muslim)



Saatnya umat bangkit. Umat Islam berani melawan hegemoni peradaban Barat. dan berada di garda depan untuk meluruskan kiblat ilmu pengetahuan dari Barat menuju Islam. Jamaah Muhammadiyah sejatinya bergerak menyadarkan umat agar bangun dan tidak terlalu lama terlelap dalam mimpi-mimpi yang penuh dengan ilusi.



HPT Muhammadiyah telah memberikan sinyal kebangkitan. HPT Muhammadiyah secara jelas mencantumkan nazhar dan makrifatullah melalui kaun atau alam fisik, guna mengetahui Tuhan Yang Maha Esa. Jadi, nazhar bagi warga persyarikatan sesungguhnya merupakan pemantik dan daya dorong guna membangun peradaban Islam modern. Wallahu a’lam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Irman Gusman dan Anjadi Gusman Bersama Ibu Aisyiah dan Nasyiatul Aisyiah Sumbar

Senang, Gembira dan Bahagia: Wakaf Prof. Dr. H. Sidi Ibrahim Buchari, M.Sc.