Surat (3) dari Kairo, 2004: Kolonel Laut Ir. Yuhastihar dari Balimbiang Tanah Datar
Pernah dimuat di Harian Singgalang Juli 2004.
Kepada Yth>
To:
tanbaro@indosat.net.id;harian_haluan@yahoo.com.sg;padek@indosat.net.id;mimbarminang@yahoo.com.sg
cc: hasrilchaniago@hotmail.com;darlis_syofyan@yahoo.com;zailiasril@yahoo.com
Kolonel Laut Ir. Yuhastihar Atan KBRI Kairo, Mesir, Juli 2004 (Foto SK) |
Surat Shofwan Karim dari Kario
(3):
Kolonel Laut Ir. Yuhastihar dari Balimbiang
Dubes Prof. Dr.
Bachtiar Aly pulang ke Indonesia untuk suatu tugas. Kami diterima oleh Atase
Pertahanan (Atan) Kolonel Laut Ir. Yuhastihar dikediamannya . Makan malam dan
silaturrahim ini didampingi pegurus KMM terlaksana Kamis, 22 Juli malam atau
hari kedua kehadiran kami di Kairo.
Yuhastihar,
di angkatan laut adalah satu korp dengan
Wako Padang Drs. H. Fauzi Bahar, M.Si. Pak Fauzi telepon saya ketika transit di
Singapura kemarin. Ia menitipkan salam.
Itulah pembuka kalimat malam itu. Yuhastihar kelahiran Balimbiang, Tanah Datar
. Masih muda, 44 tahun. Istrinya dari Sidoarjo. Mereka memiliki dua anak. Satu putra kelas 3 SMA dan
1 putri kelas 3 SD yang belajar di Sekolah Indonesia Kairo.
Bertugas
di Mesir sejak 7 bulan lalu, Yuhastihar adalah salah satu di antara 40 orang
Atase Pertahanan Indonesia di berbagai
KBRI di mancanegara. Tidak semua Kedutaan Besar memiliki Atan. Oleh karena itu
Yuhastihar mempunyai wilayah tangungjawab beberpa negara. Seperti Marokko,
Sudan, Yunani, Turki, Libya, Tunisia dan al-Jazair.
Di
Mesir, Yuhastihar menjadi pembina Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia .
Untuk KMM, beliau adalah ninik-mamak, pengasuh utama himpunan anak-anak muda
Minang ini.
Yuhastihar,
agaknya merupakan penerus tradisi Minang dalam tugas Diplomatik Indonesia di
Luar Negeri. Meskipun bukan diplomat karir, paling tidak selama 2 sampai 4
tahun ke depan, Yuhastihar mengemban tugas
militer, pertahanan dan diplomatik sekaligus. Ia lulus dalam seleksi
yang ketat. Menjalani pendidikan dengan selang seling masa jedda dan kalau
ditotal lebih kurang 8 bulan penuh.
Terlalu jauh agaknya membandingkan
Yuhastihar dengan tokoh Minangkabau
diplomat Indonesia luar negeri masa lalu. Agus Salim Mantan Menlu zaman
proklamasi kemerdekaan RI. Begitu pula Abdullah Sani, Abdullah Kamil, Wysber
Louis, Hasyim Djalal Taufik Salim dan lain-lain.
Deretan nama
yang terakhir ini adalah Dubes tahun
1970-an, 80-an dan 90-an. Untuk generasi yang sekarang, saya belum mendapatkan
nama yang sederetan posisi Dubes yang berasal dari Minang. Akan tetapi ada tiga
nama diplomat muda yang saya kenal: Al-Busyra Basnur, SH, LLM , Fachry
Sulaiman, SH dan Irzani, SH. Ketiganya mereka adalah alumni Fakultas Hukum Unand. Al-Busyra mendapatkan
S2 nya di Philipina ketika bertugas di sana tahun 1990-an.
Dua yang pertama kebetulan adik-adik saya dulu di tahun
1980-an sebagai alumni program pertukaran pemuda Indonesia dengan Luar
Negeri: Kanada, Asean dan Jepang.
Al-Busyra Basnur dikenal Alba adalah juga penujlis aktif sejak mahasiswa pada
koran Haluan Padang. Ia aktif menulis di berbagai media sampai sekarang.
Alba berasal
Andiang Limbanang 50 Kota. Setelah di Pilipina sebagai diplomat muda, ia pindah ke Jakarta menjadi staf Menlu waktu
itu Ali Alats. Kemudian ke Malaysia dan baru beberpa bulan ini menyelesaikan
tugasnya sebagai kepala bidang informasi, sosial dan kebudayaan di KBRI Roma,
Italy. Sekarang Alba kembali ke Deplu Jakarta sebagai sekretaris direktorat
Data dan Makalah.
Akan halnya
Fachri Sulaiman, adalah putra Lintau Tanah Datar. Anak dari Sulaiman Zulhudi, Bupati 1970-an Tanah Datar.
Fachry yang waktu mahasiswa juga aktivis Pramuka, yang saya tahu bertugas
sebelumnya di Malaysia dan sekarang di KBRI Singapura. “Saya bertugas sebagai
pemadam kebarakan”, katanya via telepon beberapa hari lalu kepada saya.
Maksudnya, dia
bertugas tidak tentu jam dan waktu di negeri Singa itu. Mungkin yang ia maksud
bertugas setiap saat kalau ada masalah WNI di Pulau itu. Apalagi kasus-kasus
TKI banyak terjadi di negeri yang dibangun dengan stabil oleh mantan PM Lee
Kwan Yu ini.
Sementara itu Irzani, saya mengenalnya melalui
almarhum Pak Pamuncak, mantan Bupati Sawahlunto Sijunjung 1980-an . Ketika saya
dan anak ketiga Putri Bulqish ke Paris
Perancis tahun 1996. Atas rekomendasi almarhum Ketua GOLKAR Sumbar akhir 1990-an itu, kami tinggal di appartemnya Paris La Deffend.
Irzani dan suaminya Zufrizal yang juga orang awak itu, bersama
putrinya Syahreen sekarang di KBRI New Delhi India.
Kembali ke
Kairo, Yuhastihar seakan meneruskan kebiasaan tradisi Bur Mauna mantan Dubes RI
di sini tahun 1990-an dalam membina masyarakat Indonesia umumnya dan khususnya
warga Minang terutama mahasiswa-mahasiswi. Menurut adik-adik KMM, Yuhastihar
merupakan segala-galanya bagi mereka untuk kesuksesan belajar di sini. Hanya
dia sedikit menyindir, kadang-kladang soal-soal kecil juga menjadi urusannya.
Seperti kehilangan HP dan kasus-kasus keciil di temnpat tinggal warga
Indonesia. Padahal urusan besar banyak yang harus dilakukan. Tetapi, yah,
inilah kekeluargaan dan keakraban, katanya. Paling tidak apa saja mereka
berbagi suka dan duka dengan Yuhastihar.***
Komentar