Kisah Prof Dr H Mansur Malik Menjadi Ketua MUI
Kisah Buya Mansoer Malik Jadi Ketum MUI Perdana di Era Reformasi - muisumbar.or.id
MUISUMBAR.OR.ID, PADANG -- Terpilihnya Prof. Dr.H. Mansoer Malik sebagai ketua MUI Sumatera Barat periode 2000-2005 menjadi sebuah trend baru bahwa tokoh yang bertipe akademisi dan pernah memimpin Perguruan Tinggi Islam seperti IAIN selalu menjadi favorit ketua MUI. Hal ini sudah dimulai sejak era ketua sebelumnya yaitu Prof.Dr. H. Amir Syarfuddin di mana saat terpilih ia adalah rektor IAIN Imam Bonjol Padang.
Namun bedanya adalah Buya Mansoer Malik sudah tidak menjabat rektor lagi saat terpilih. Meskipun begitu kharisma dan penghormatan publik terhadap beliau masih begitu kuat. Meskipun seorang akademisi yang berkiprah di lembaga pendidikan modern, Buya Mansoer Malik tetap memperlihatkan sikap sebagai figur ulama yang merakyat dan terlibat dalam usaha peningkatan tradisi keagamaan pada masyarakat umum. Hal demikianlah yang nampaknya orang tidak ragu memillih beliau sebagai ketua MUI Sumbar baru pasca era Buya Amir Syarifuddin.
Tahun 2000 itu merupakan penting bagi MUI Sumatera Barat. Karena tahun berakhirnya masa kepemimpinan Buya Amir Syarifuddin selama dua periode berturut-turut semenjak 1986. Pada tahun tersebut dilaksanakanlah Musyawarah Daerah MUI Sumbar dalam rangka pembentukan pengurus baru MUI untuk periode berikutnya dan sekaligus pemilihan ketua MUI Sumbar baru periode 2000-2005. Hasil Musyawarah tersebut menetapkan Prof. Dr. H. Mansoer Malik sebagai ketua MUI Sumbar periode 2000-2005.
Terpilihnya Mansoer Malik sebagai ketua MUI Sumatera Barat pada saat itu tidaklah mengherankan, lantaran senioritasnya di kalangan tokoh internal MUI Sumatera Barat sendiri, namun tentu juga didasari pada tingkat kedalaman keilmuan beliau yang diakui oleh semua pihak serta rekam jejaknya yang aktif berkiprah dalam sosial keagamaan.
Juga terpilihnya Mansoer Malik sebagai ketua MUI
Sumatera Barat pada saat itu dengan sendirinya menjadikan beliau
sebagai ketua MUI Sumatera Barat pertama pada era reformasi. Hal
demikian dapat menjadi salah satu hal yang diperhatikan. Karena masalah
dan jenis tantangan yang dihadapi MUI pada periode reformasi dengan masa
orde baru memiliki perbedaan yang signifikan. Terutama di era reformasi
yang tengah mengalami euphoria kebebasan di mana membuat banyak orang
latah dengan melakukan berbagai tindakan atas nama kebebasan yang tidak
jarang menyerempet urusan agama.
Kiprah Singkat Sebagai Ketua MUI Sumbar.
Pada masa kepemimpinan Buya Mansoer Malik yang efektif mulai pada awal 2001, ada berbagai persoalan umat dan tantangan sosial yang muncul. Hal demikian tidak lepas dari imbas peristiwa reformasi yang penuh gejolak dan memicu persoalan multidimensi. Umumnya persoalan besar yang dihadapi MUI pada tahun-tahun itu bersifat nasional bahkan global (namun keduanya sama-sama punya efek lokal). Di antaranya adalah Konflik horizontal antar umat beragama yang pada saat itu tengah memanas di Ambon Maluku, dan Poso Sulawesi Tengah. Fenomena Terorisme yang berakar dari Radikalisme keagamaan, seperti Bom Natal pada Desember 2000 dan Bom Bali pada Oktober 2002. Berbagai konflik sosial seperti konflik antar etnis seperti di Sampit Kalimantan Tengah.
Kemudian Konflik global yang memiliki efek kepada tingkat nasional seperti peristiwa Pemboman WTC pada 11 Sepetember 2001 yang begitu heboh, serta invasi Negara sekutu pimpinan Amerika Serikat kepada sejumlah Negara yang kebetulan Muslim seperti Afganistan (2001) dan Irak(2003) yang dinilai ikut memicu sentiment anti Barat, anti Amerika, radikalisasi Umat Islam dan sebagainya.
Berbagai kasus nasional dan global tersebut tentu berada di luar jangkauan MUI Sumatera Barat unutk mengambil peran penyelesaian. Selain itu bukan pula tugas MUI untuk terlibat pada persoalan di luar bidang dan kapasitasnya. Namun, yang menjadi masalah dari kemunculan kasus-kasus besar di atas adalah efek tak langsung yang timbul tanpa terasa di tengah masyarakat daerah seperti Sumatera Barat. Hal demikian terlihat pada masa kepemimpinan Buya Amir Syarifuddin, sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya.
Sebagaimana diketahui pada tahun 1999, beliau direpotkan dengan kerusuhan SARA di Ambon yang memancing amarah Umat Islam. Jadi kejadiannya jauh di Maluku sana, tetapi sanggup membuat ketua MUI yang ada di Sumatera Barat kesulitan.
Situasi yang kurang lebih sama juga dirasakan pada masa Buya Mansoer Malik. Peristiwa perang yang terjadi di Irak, telah cukup membuat Buya Mansoer Malik agak sibuk dalam melayani amarah Umat terhadap Aliansi Negara-negara pimpinan Amerika menginvasi Negeri Irak yang Muslim. Hal ini bisa dilihat pada kutipan pemberitaan tahun 2003 berikut
Majelis Ulama Indonesia Sumatra Barat, mengajak masyarakat dari berbagai elemen organisasi Islam untuk memboikot semua produk Amerika Serikat. Ajakan tersebut diutarakan Ketua MUI Sumbar Mansyur Malik dalam aksi damai menentang agresi AS ke Irak yang digelar di Lapangan Imam Bonjol Padang, Sumbar, baru-baru ini.(Liputan6.com/news/15 Apr 2003)
Dalam situasi ini salah satu peran ketua MUI Sumatera Barat adalah menuntun Umat dalam mengambil sikap dan meredam menyebarnya sikap radikalisme yang efeknya berpotensi merugikan semua pihak.
Dipanggil sang Khalik di Tengah Periode Penugasan
Masa tugas sebagai ketua MUI Sumatera Barat yang dijalani oleh Buya
Mansoer Malik harus berakhir pada pertengahan masa tugas kepemimpinan
beliau. Karena pada Tanggal Juni 2003, beliau berpulang ke Rahmatullah.
Hal demikian menjadikan Buya Mansoer Malik sebagai ketua MUI Sumatera
Barat dengan durasi tersingkat dalam menjalankan roda kepemimpinan. Maka
tidalah mengherankan apabila tidak banyak pula persoalan besar yang
terjadi pada masa yang singkat tersebut. Namun yang spesifik pada era
beliau adalah persoalan yang terkait dengan radikalisme dan terorisme
yang mengatasnamakan Islam, umumnya persoalan nasional bahkan global.
(RI)
Komentar