“Mencikaraui” Keberagamaan di Minangkabau (1995-2017) dan Respon Ormas Islam[1]
“Mencikaraui” Keberagamaan di Minangkabau (1995-2017) dan Respon Ormas
Islam[1]
5 Agustus 2017
Oleh Shofwan Karim
I. Introduksi[2]
“Mencikaraui” (Bahasa Minang) berarti memperkatakan dengan nada agak marah. Judul ini berdasarkan permintaan kepada Penulis oleh Ketua Panitia Temu Alumni dan Halal Bi Halal, Pendidikan Guru Agama (PGA) Padang, pada Sabtu, 5 Agustus 2017 di sebuah hotel di Padang. Tulisan ini merupakan sumbangan pada pertemuan itu. Bagian-bagian tertentu dari tulisan ini, merujuk kepada tulisan Penulis pada Seminar Keluarga Mahasiswa Minangkabau di Kairo Mesir, Juli 2004. Selebihnya adalah pengamatan pada tahun-tahun belakangan ini.
I. Introduksi[2]
“Mencikaraui” (Bahasa Minang) berarti memperkatakan dengan nada agak marah. Judul ini berdasarkan permintaan kepada Penulis oleh Ketua Panitia Temu Alumni dan Halal Bi Halal, Pendidikan Guru Agama (PGA) Padang, pada Sabtu, 5 Agustus 2017 di sebuah hotel di Padang. Tulisan ini merupakan sumbangan pada pertemuan itu. Bagian-bagian tertentu dari tulisan ini, merujuk kepada tulisan Penulis pada Seminar Keluarga Mahasiswa Minangkabau di Kairo Mesir, Juli 2004. Selebihnya adalah pengamatan pada tahun-tahun belakangan ini.
Wilayah kultural Minangkabau yang meliputi
wilayah Administrasi Pemerintahan Sumatra Barat adalah Provinsi di sebelah
Barat bagian tengah Sumatera. Provinsi ini berbatasan dengan sebelah Selatan
dengan Provinsi Bengkulu, sebelah Barat dengan lautan Hindia, sebelah Utara
dengan Provinsi Sumatra Utara dan sebelah Timur dengan Provinsi Riau dan Jambi.
Penduduknya sekarang 5,7 juta orang.
Mata pencaharian pokok atau ekonomi
berdasarkan perdagangan, small business,
usaha kecil dan menengah, pertanian, perkebunan, dan pariwisata.
Budaya Minangkabau yang berintikan Adat
Minangkabau menganut sistem kekerabatan menurut garis keturunan ibu atau matrilinial- line. Kehidupan sosial,
keluarga, tatanan adat dan budaya diatur
di dalam tatanan kesukuan yang berdasarkan dua kelarasan utama : Bodi Caniago dan Koto Piliang yang
kemudian masing-masing kelarasan itu berkembang ke dalam berbagai suku sebagai pecahan atau dahan-dahannya.
Setelah Islam masuk beberapa abad lalu, agama yang dipegang teguh masyarakat Minangkabau adalah Islam di samping memegang teguh adat. Dengan begitu Islam dan adat menyatu dalam kehidupan sehari-hari. Maka lahirlah adagium Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Perpaduan keduanya melahirkan harmoni sosial di bawah sistem kepemimpinan tigo tunggu sajarangan: Ninik–Mamak, Alim-Ulama dan Cerdik-Pandai serta tigo tali sapilin: Adat, Syara’ dan Undang.
Di dalam menjalankan tatanan kehidupan sosial
budaya, politik, pemerintahan, ekonomi dan keagamaan, masyarakat Minangkabau
senantiasa mendasarkan keputusan dan membuat kebijakan melalui musyawarah dan
mufakat.
Bulek aie ka pambuluah, bulek kato dek
mufakaik. Kok bulek dapek digiliangkan kok picak dapek dilayangkan. Intinya
adalah setiap gerak kehidupan bersama mestilah dimusyawarahkan untuk diperiakan
dan dipertidakkan atau dipaiokan dan dipatidokan.
II. Refleksi
II. Refleksi
Minangkabau, sebagai bagian tak terpisahkan
dengan Tanah Air Indonesia, mengalami pasang naik dan surut di dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Sejak zaman klasik, penjajahan Belanda, era pergerakan
nasional, penjajahan Jepang, alam kemerdekaan awal, masa Orde Lama, masa Orde baru
dan sekarang Orde Reformasi dan Pasca Reformasi (1998-2017).
Yang paling khas di dalam kehidupan
pemerintahan, kenegaraan dan kebangsaan itu bagi Minangkabau adalah peristiwa
PRRI (1957-1960). Peristiwa ini oleh sebagian besar kalangan masyarakat Minangkabau
baik yang di kampung maupun di rantau membekas dalam, bahkan boleh jadi pada hal-hal tertentu,
menjadi traumatik. Trauma itu membuat masyarakat Minangkabau tertekan secara
psikologis beberapa dekade. Keadaan itu berjalan di masa Orde Lama (1955-1965).
Pada masa ini kepemimpinan dan kebijakan
publik dinominasi oleh kaum komunis, nasionalis serta kaum agama tradisionalis yang
disebut Nasakom yang pada intinya semuanya terpusat kepada Soekarno.
Pasca rezim Soekarno, setelah pembunuhan beberapa
Jenderal tahun 1965, lahirlah Orde Baru atau pemerintahan Soeharto. Pada masa
awal era ini masyarakat Minangkabau mulai merehabilitir diri. Pada waktu ini
Sumatra Barat dipimpin seorang Gubernur Sipil Harun Zain yang memerintah dengan
motto : Mambangkik Batang Tarandam.
Pada dasarnya era ini situasi Minangkabau yang porak-poranda dilanda perang
saudara dengan pemerintah pusat sebelumnya, hendak diperbaiki. Masyarakat Minangkabau
dan tokoh-tokohnya berupaya mengembalikan
harga diri dan martabat yang dianggap sebelumnya sempat terbenam lumpur sejarah. [3]
Era klasik dan masa pergerakan nasional yang
telah diisi oleh perjuangan tokoh-tokoh Islam dan nasionalis Minangkabau ingin
dijadikan motivasi ulang untuk kejayaan. Tokoh-tokoh pejuang, ulama dan tokoh
bangsa seperti Tuanku Imam Bonjol, Siti Manggopoh, Syekh Ahmad Khatib
Al-Minangkabawi, Syekh Jalaludin al-Falaki al-Azhari, Dr. Syekh Abdul Karim
Amarullah (Inyiek Rasul) , Dr. Syekh Abdullah Ahmad, Syekh Moh. Jamil Jambek
atau Inyiak Jambek, Inyiek Musa Parabek, Inyiek Sulaiman Al-Rasuli, Rahmah
El-Yunusiah, Zainuddin Labai el-Yunisy, Agus Salim, Rasuna Said, Duski Samad,
Hatta, Natsir, HAMKA, Sutan Syahrir, Moh. Yamin dan deretan tokoh besar bangsa
yang sebelumnya telah mengharumkan nama Minangkabau di pelataran nasional,
kembali ditoleh sebagai motivasi kemajuan.
III.
Peranan Alumni Timur Tengah
Di akhir 60-an dan awal 70-an ada dua alumnus
Univeristas Al-Azhar, Kairo dan Timur Tengah yang amat sentral peranannya di
dalam kehidupan keagamaan dan sosial pendidikan di Minangkabau. Meraka adalah
Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, H. Baharuddin Syarif, MA. Dan mantan Dubes RI di
Irak. HMD Dt. Palimo Kayo.
Dua yang pertama berjasa mengembangkan
pendidikan tinggi Islam IAIN Imam Bonjol yang ketiga, berjasa membangun harga diri keberagamaan masyarakat
Minangkabau sebagai Ketua MUI pertama di Sumatera Barat (1968), jauh sebelum
MUI Pusat tingkat nasional lahir (1975). MUI lokal itu menjadi benteng umat Islam dalam menghadapi
propaganda pihak lain yang dianggap
merusak adat, akidah dan tatanan masyarakat di Minangkabau.
HMD Dt. Palimo Kayo bersama Moh. Natsir dari
DDII Pusat amat berjasa di dalam mengembangkan dakwah Islam terutama menghadapi
misi agama lain di Sumbar dengan mendirikan Rumah Sakit Islam Ibnu Sina dan
Sekolah Tinggi Akademi Agama dan Bahasa Arab (AKABAH) di Bukittinggi pada
1970-an awal. RS Ibnu Sina kini ada pada beberapa kota dan daerah di Sumbar[4] sedangkan AKABAH akhir-akhir ini tidak
ada info yang bisa dilacak. HMD Dt. Palimo Kayo wafat tahun 1985 dan Dr.
Mohammad Nastir wafat tahun 1993.
Dewasa ini (catatan 2004) alumni Timur Tengah yang
berasal dari beberapa universitas di Mesir, Marokko, Saudi Arabia, Libya dan
Syiria ada sekita 30-an orang. Yang paling dominan adalah dari Mesir, baik keluaran Universitas Azhar maupun yang
lain.
Secara fungsional banyak yang mengabdi di
bidang pendidikan dan dakwah. Rektor IAIN-UIN Imam Bonjol Prof. Dr. Maidir
Harun (2006-2010), DR. Eka Putra Wirwan, MA (2014-sekatang). Ketua PW
Muhammadiyah Sumbar Prof. Dr. Rusydi AM, Lc., M.Ag, (2013-2015). Ketua MUI
Sumbar Prof. Dr. Nasrun Harun (2005-2010) dan sekarang Gusrizal Gazahar, Lc.,
MA, (2015-sekarang), agaknya di antara
mereka yang berada pada posisi puncak institusi formal dan sosial dewasa ini.
Selain mereka tadi banyak lagi yang mengajar di beberapa
perguruan tinggi, pesantren, madrasah dan aktivis muballig di Sumbar. Sebagian
di antara mereka ada yang menjadi pegawai negeri dan sebagian lain tetap
swasta. Beberapa di antara mereka ada yang menamatkan sampai S3 di Timur
Tengah, tetapi kebanyakan hanya sampai S1 (Lc) dan S2 (MA). Mereka yang tersebut
terakhir ini banyak pula yang meneruskan kuliah strata berikutnya di Indonesia
sampai jenjang paling tinggi.
Secara individual mereka sangat berperanan di
dalam kehidupan sisoal kemasyarakatan, pendidikan, dakwah dan keumatan secara
umum. Dr. Eka Putra Warman, MA, Rektor
UIN IB sekarang adalah Ketua Yayasan HIMAKA, konon selalu mengadakan komunikasi
dan konslolidasi sesama alumni tadi.
IV.
Organisasi Islam dan Pendidikan
Bersama masuknya pengaruh kemajuan pada awal abad ke-20 ke Indonesia, Minangkabau telah menjadi pintu gerbang utama . Menurut Korver, (1985); Deliar Noer, (1980) : dan Azyumardi Azra, (2004), paling tidak ada 4 jalur utama masuknya pembaharuan pemikiran Islam ke Indonesia dari Timur Tengah. Keempatnya adalah melalui masyarakat Indonesia keturunan Arab; tokoh-tokoh modernis Islam Minangkabau; organisasi Islam modern dan tradisional seperti Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, Tarbiyah Islamiyah, Jamiat al-Khairiyah, Al-Irsyad, al-Washliyah dll; Serta melalui media, buku, jaringan ulama Timur Tengah dan Nusantara. (Azyumardi Azra, 2004).
Bersama masuknya pengaruh kemajuan pada awal abad ke-20 ke Indonesia, Minangkabau telah menjadi pintu gerbang utama . Menurut Korver, (1985); Deliar Noer, (1980) : dan Azyumardi Azra, (2004), paling tidak ada 4 jalur utama masuknya pembaharuan pemikiran Islam ke Indonesia dari Timur Tengah. Keempatnya adalah melalui masyarakat Indonesia keturunan Arab; tokoh-tokoh modernis Islam Minangkabau; organisasi Islam modern dan tradisional seperti Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, Tarbiyah Islamiyah, Jamiat al-Khairiyah, Al-Irsyad, al-Washliyah dll; Serta melalui media, buku, jaringan ulama Timur Tengah dan Nusantara. (Azyumardi Azra, 2004).
Khusus untuk Minangkabau organisasi Islam
yang dominan di tengah masyarakat di perkotaan dan pedesaan adalah Muhammadiyah[5], Tarbiyah Islamiyah[6] Nahdatul Ulama, dan Jama’ah Tariqat,
baik Syatariyah maupun Naqsyabandiyah. Tiga yang pertama di samping merupakan
jam’iah, persyarikatan sosial kemasyarakatan juga mempunyai amal usaha di
berbagai bidang.
Muhamamdiyah dan Ortom-ortomnya (7 Ortom) mempunyai
317 instalasi pendidikan dari Taman
Kanak-kanak, SD, Ibtidaiyah, Pesantren, SMA, SMP, Tsanawiyah , Aliyah dan
Universitas Muhammadiyah Sumbar dengan 9 Fakultas dengan program D3, S1 dan
Pascasarjana serta Akademi perawat Aisyiah. Ada Ma'ahad Dirasah Islamiyah wa Lughatu al-Arabiyah Zubaie Bin Awwam, kerjasama dengan AMCF (Asian Muslim Charity Foundaion). Tahun akadmi 2016 ada 2 fakultas baru di UMSB. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik serta Sains-Teknologi. [7]
Pusat pendidikan Islam Muhammadiyah Kauman Padang Panjang berdiri sejak 1938 oleh Buaya Hamka dan tokoh seangkatannya. Kini semakin kokoh dengan adanya Madrasah Aliyah, Tsanawitah Kuliyatul Muballighin, SD, TK dan Paud di situ. Pesantren besar lainnya, Al-Kautsar 50 Kota, Muallimin di Sawah Dangka Agam dan Mualimin di Lintau, Batu sangkar serta di Ujung Gading Pasaman Barat,serta al- Mumtaz di Solok, dll.
Pusat pendidikan Islam Muhammadiyah Kauman Padang Panjang berdiri sejak 1938 oleh Buaya Hamka dan tokoh seangkatannya. Kini semakin kokoh dengan adanya Madrasah Aliyah, Tsanawitah Kuliyatul Muballighin, SD, TK dan Paud di situ. Pesantren besar lainnya, Al-Kautsar 50 Kota, Muallimin di Sawah Dangka Agam dan Mualimin di Lintau, Batu sangkar serta di Ujung Gading Pasaman Barat,serta al- Mumtaz di Solok, dll.
Muhammadiyah Smbar mempunyai 48 Panti Asuhan, 1500 Masjid dan
Musalla, hampir 600 persil tanah wakaf dan hasil pembelian. Mempunyai 2 Rumah
Sakit Aisyiah dan 8 poliklinik . Ada lembaga ekonomi berbasis syariah, seperti
8 BMT dan BPS Syariah. Banyak lagi yang lain.
Sementara Tarbiyah Islamiyah, mempunyai
puluhan madrasah dengan yang terkemuka antara lain di Ampek Angkek Canduang
serta Batu Hampar Payukumbuh. Selanjutnya, madrasah-madarasah independen.
Artinya tidak terkait langsung secara struktural dengan organisasi keagamaan
seperti Muhmmadiyah dan Tarbiyah.
Antara lain seperti yang telah kita ketahui adalah Diniyah Putri dan Thawalib, Nurul Ikhlas, Serambi Mekkah di Padang Panjang. Sumatra Thawalib di Parabek dan Pesanten modern Terpadu Prof. Dr. HAMKA di Duku Pariaman.
Antara lain seperti yang telah kita ketahui adalah Diniyah Putri dan Thawalib, Nurul Ikhlas, Serambi Mekkah di Padang Panjang. Sumatra Thawalib di Parabek dan Pesanten modern Terpadu Prof. Dr. HAMKA di Duku Pariaman.
Pesantren indpenden lain yang ada di berbagai
nagari, diperkirakan ada sekitar 500 buah. Pesantren-pesantren ini tidak
terlalu ketat administradi dan manajemennya atau dengan kata lain secara
kualitas masih belum memenuhi harapan
umat, kecuali ada beberapa yang masih dapat dihitung dengan jari.
Sementara itu, Perguruan Tinggi Negeri dan
Swasta di Sumbar dewasa ini ada sekitar 120 unit. Di antara yang negeri adalah
Unand, UNP, UIN, IAIN, IAIN Mahmud Yunus di Batu Sangkar dan M. Jamil Jambek di
Bukittingi dan ISI di Padangpanjang. Yang swasta yang menonjol Univ. Bung Hatta,
Eka Sakti dan Taman Siswa, di samping Universitas Muhammadiyah Sumbar yang
telah di singgung terdahulu..
Pendidikan agama di bawah Pemerintah melalui
Departemen agama beberapa di antaranya cukup menonjol dan baik. Madrasah Aliah
Negeri di Koto Baru Padang Panjang (dulunya) misalnya, banyak lulusannya yang
melanjutkan pelajarannya di Mesir dan Timur Tengah umumnya. Tentu cukup
membanggakan pula Diniyah putri Padang Panjang, Tawalib Padang Panjang,
Madrasah Tarbiyah Canduang dll.
Akan halnya Tariqat Syatariyah dan Naqsyabandiyah,
merupakan kumpulan jam’ah yang ada pada beberapa nagari di Pariaman, Pasaman,
Agam, 50 Kota, Pesisir Selatan, Sawahlunto Sijunjung dan Tanah Datar.
Koto Tuo, sebuah nagari di Agam di pinggiran
jalan arah ke Maninjau dari Bukittinggi ada surau utamanya yang merupakan basis
Syatariyah untuk Sumbar, Riau dan Jambi.
Nagari Ulakan di Pariaman merupakan tempat
ziarah utama kaum Syatariyah sebagai tempat makam Syekh Burhanuddin yang
dianggap pembawa awal tariqat ini ke umbar dari Aceh pada awal abad ke-17.
Jama’ah tariqat ini tampaknya tidak
menggarap lembaga pendidikan formal seperti Muhammadiyah dan Tarbiyah, tetapi
memfokuskan diri kepada pembinaan jama’ah dan kelompok zikir, pengajian dan
wirid-wirid serta bimbingan kerohanian.
Sebagian di antara mereka yang tadinya
melakukan zikir dan kegiatan jama’ah secara tertutup atau semi tertutup khusus
bagi jama’ah mereka sendiri, belakangan ada fenomena baru. Sebagian di antara
mereka ada yang sudah menjadikan halaqah zikir itu sebagai kegiatan publik.
Ini tampaknya dapat dikatakan sebagai
lanjutan perkembangan dari pola di Jawa seperti kelompok zikir Ustazd Ilham dan
lain-lain. Seorang anak muda, keluaran Madrasah Tarbiyah Islamiyah Candung, Boy
Lestari Dt Palindih, akhir-akhir ini melalui Yayasan Zikir al-Ikhlas, sekarang Babus Salam, giat
melakukan bimbingan zikir massal. Ia dibantu oleh dua orang lainnyaProf. Dr.
Salmadanis, M.Ag dan Prof. Dr. Duski Smad, M.Ag. Ketiga mereka adalah aktivis Tarbiyah Islamiyah. Tentu
saja 10 tahun terakhir ada BKMT dan kelompok pengajian lain yang cukup aktif
membina ummat.
IV. Isu Keberagamaan
Anti Maksiat. Perda No. 11 Th 2001 tentang Anti Ma’shiat. Intinya adalah pelarangan pelacuran , perjudian dan minuman keras di wilayah daerah Provinsi Sumatra Barat.
Perda No. 9 Th. 2001 tentang Pemerintahan Nagari. Intinya adalah bahwa tingkat pemerintahan terendah di Sumbar yang pada tahun 1979 dari Desa menjadi kembali ke Nagari. Dasar kehidupan nagari adalah Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Di setiap nagari di samping ada pemerintahan nagari sebagai eksekutif ada lembaga Adat dan Syara’ Nagari, ada pula Badan Musyawarah Anak Nagari atau Badan Perwakilan Anak Nagari.
Peraturan Daerah di beberapa Kota dan Kabupaten yang mendukung pelaksanaan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah dilahirkan pula. Di amtaranya Perda tentang kewajiban anak-anak sekolah dan pegawai daerah setempat berpakaian busana muslimah. Begitu soal kewajiban baca tulisa aksara al-Qur’an yang wajib dikuasai oleh murid-murid yang akan tamat SD dan anak muda yang akan melangkah ke jenjang perkawinan atau mendirikan rumah tangga.
Pemurtadan. Pada tahun 1970-an upaya pemurtadan melalui usaha sosial dan kesehatan di antaranya mendirikan rumah sakit Baptis Imanuel di Bukittingi. Hal itu dapat ditolak oleh masyarakat Minangkabau melalui perjuangan sengit dipimpin HMD Dt. Palimo Kayo dan Dr. Moh. Natsir. M. Natsir dan Palimo Kayo mendirikan RS Ibu Sina. RS Imanuel diambil alih oleh Pemerintah Daerah dengan mengubah nama dan status, sekarang menjadi RS Pusat Pengendalian Stroke.
Paling santer dekade 1990-an, isu pemurtadan ini adalah melalui rayuan kepada generasi muda terutama wanita muda. Ada beberapa pasangan yang kawin antar agama. Pada mulanya yang laki-laki masuk Islam, kemudian kembali murtad. Lalu ia memurtadkan isterinya.
Modus lain menculik seperti kasus Wawah yang
heboh tahun 2001. Kasus ini sempat heboh
dikaitkan seseorang yang ditengai salaneh seorang kerabat dari ulama terkenal
berasal dari Minangkabau yang murtad ketika berimigrasi ke negara lain.
Di awal tahun 2000-an itu, berkembang pula isu
kasus hipnotis dan memasukkan jin syetan sehingga beberapa mahasiswa di UNAND
dan IAIN ditenggarai dirasuki oleh Jin dan syetan tersebut sampai kesurupan
dengan menyebut Tuhan …. dan sebagainya. Pada 9 Juni 2004, dihebohkan lagi oleh
penemuan al-Qur’an yang kulit penjilidannya berlapis tulisan …. Kasus ini waktu
itu di lakukan langkah-langkah penyelidikan dan upaya hukum. Walaupun
belakangan isu itu lenyap begitu saja.
Sampai dekade awal tahun 2000-an lalu, ditenggarai modus operandi pemurtadan itu dapat dikategorikan kepada skenario sebagai berikut:
(1) Rayuan terhadap gadis Minang oleh laki-laki agama lain, dikawini dan dimurtadkan.
(2) Assimilasi melalui program transmigrasi.
(3) Pendirian Rumah Ibadah di komunitas muslim tanpa izin dan tanpa sepengatahuan masyrakat setempat. Lalu untuk kelihatan ramai pelaksanaan ibadah di tempat itu, mereka mengundang jemaat mereka dari kota lain di Sumbar dan Provinsi Tetangga.
(4) Menjual daging babi yang sudah digoreng atau bentuk lain, daging sate babi. Kasus ini pernah mencuat di salah satu tempat akhir tahun 2001. Akibatnya fatal sehingga komunitas agama tertentu di salah satu tempat di situ diusir dan salah satu bangunan di kompleknya mengalami kebakaran (kejadian pada awal tahun 2002).
(5) Menyebarkan tulisan dalam Bahasa Minang dengan isi ajaran agama lain.
(6) Penyebaran kitab agama lain berbahasa Minang.
(7) Operasi simpatik, seperti kegiatan LSM yang sangat gandrung mendiskusikan persoalan toleransi dan pluralitas yang pada pada dasarnya memberi peluang kepada penganut agama lain berkomunikasi secara intensif dengan generasi muda Islam.
(8) Memberi perhatian dan mengorganisasikan orang miskin dan anak jalanan serta pencandu narkotika untuk direhabilitasi, kemudian dimurtadkan. Hal yang terakhir ini masih bersifat rahasia dan pelaksanaanya dibawa keluar Sumbar.
Sikap dan tindakan yang diambil Ummat Islam di Sumbar terhadap isyu pemurtadan:
Sampai dekade awal tahun 2000-an lalu, ditenggarai modus operandi pemurtadan itu dapat dikategorikan kepada skenario sebagai berikut:
(1) Rayuan terhadap gadis Minang oleh laki-laki agama lain, dikawini dan dimurtadkan.
(2) Assimilasi melalui program transmigrasi.
(3) Pendirian Rumah Ibadah di komunitas muslim tanpa izin dan tanpa sepengatahuan masyrakat setempat. Lalu untuk kelihatan ramai pelaksanaan ibadah di tempat itu, mereka mengundang jemaat mereka dari kota lain di Sumbar dan Provinsi Tetangga.
(4) Menjual daging babi yang sudah digoreng atau bentuk lain, daging sate babi. Kasus ini pernah mencuat di salah satu tempat akhir tahun 2001. Akibatnya fatal sehingga komunitas agama tertentu di salah satu tempat di situ diusir dan salah satu bangunan di kompleknya mengalami kebakaran (kejadian pada awal tahun 2002).
(5) Menyebarkan tulisan dalam Bahasa Minang dengan isi ajaran agama lain.
(6) Penyebaran kitab agama lain berbahasa Minang.
(7) Operasi simpatik, seperti kegiatan LSM yang sangat gandrung mendiskusikan persoalan toleransi dan pluralitas yang pada pada dasarnya memberi peluang kepada penganut agama lain berkomunikasi secara intensif dengan generasi muda Islam.
(8) Memberi perhatian dan mengorganisasikan orang miskin dan anak jalanan serta pencandu narkotika untuk direhabilitasi, kemudian dimurtadkan. Hal yang terakhir ini masih bersifat rahasia dan pelaksanaanya dibawa keluar Sumbar.
Sikap dan tindakan yang diambil Ummat Islam di Sumbar terhadap isyu pemurtadan:
(1) Secara spontan beberapa aktivis Islam
telah melakukan konsolidasi yang amat intensif untuk menghadapi masalah-masalah
pemurtadan. Sejak tahun 1970-an peranan itu telah dilakukan oleh para ulama dan
ormas Islam. Pada waktu belakangan (2000-an) ini ada beberapa lembaga yang
hadir. Misalnya Paga Nagari, Masyarakat Peduli Minangkabau; FAKTA (Forum Anti K
dan Permurtadan) . Semua organisasi merupakan himpunan para aktivis dari
perorangan dan ormas Islam yang sudah ada.
(2) Pemerintah Provinsi Sumbar telah
melakukan pertemuan-pertemuan terhadap ormas Islam dan tokoh perorangan
masyarakat membahas masalah tersebut. Tindak lanjutnya antara lain adalah
mencari data dan fakta yang yang dapat nyata dibuktikan dalam kasus-kaus itu.
Di samping perlu terus dilakukan komunikasi dan konsolidasi bersama tokoh-tokoh
masyarakat agama lain yang ditenggarai sebagai asal dari orang-orang yang
menjadi sumber masalah.
(3) Meningkatkan peranan lembaga pendidikan,
ormas Islam dan rumah tangga serta “tigo
tungku sajarangan” (kepemimpinan tradisi Minangkabau: ninik-mamak,
alim-ulama, cerdik-pandai) dalam membina ummat dan keluarga untuk membentengi
diri dari terjemurumusnya warga kepada pemurtadan.
(4) Departemen Agama yang sudah memiliki
kelembagaan yang disebut Forum Konsultasi Antar Umat Beragama (FKUB) yang
melakukan kegiatan konsultasi sekali dalam setahun lebih ditingkatkan
peranannya untuk dapat melakukan pembinaan yang positif dan tidak ada intervensi
atas ummat lain .
(5) Ada satu atau dua LSM yang melakukan
kegiatan dialog dan pertemuan-pertemuan antar pemeluk agama untuk membina dan
meningkatkan upaya saling pengertian.
Tahun 2000 Komunitas Agama untuk Kemanusiaan dan Kedamaian, Religious Community
for Humanity and Peace (KAKK-RCHP) yang berbasis di Fakultas Ushuluddin IAIN IB
Padang, sangat intensif melakukan kegiatan bersama antar tokoh dan umat
beragama untuk menciptakan kedamaian dan toleransi sosial.
(6) Apabila ada data dan fakta yang konkret yang
dapat berindikasi hukum atau melanggar peraturan dan perundang-undangan, segera
diproses secara hukum dan peradilan.
(7) Pembinaan ekonomi dan pengentasan
kemiskinan, serta pembinaan kehidupan sosial keagamaan merupakan salah satu
kunci yang amat menentukan di dalam mengatasi isu pemurtadan di wilayah ini.
Isu
Moral dan Penyakit Masyarakat. Isu permurtadan 2 atau 3
tahun terakhir mulai redup. Mungkin memang kasusnya berkurang, mungkin sudah
nihil, atau memang tidak ada yang berani memberitakan. Apalagi sekarang setelah
banyaknya tuduhan bahwa isu itu terlalu dibesar-besarkan. Dan isu soal akidah
amatlah sensitif. Oleh karena itu haruslah super hati-hati. Dan kalau ada fakta
sebaiknya lakukan perosedur melalui pihak berwajib atau dialog yang produktif
kepada pihak-pihak yang kompoten untuk mengambil solusi yang tepat tanpa gaduh
.
Isu keberagamaan seakan beralih. Di
antaranya, belum berfungsinya secara
memadai ketaatan beribadah umat di Minangkabau dalam mengatasi kemunduran moral
dan akhlak. Jumlah jamaah calon haji dari Sumbar selalu meningkat. Perempuan
berjilbab sudah hampir merata. Muballigh terus melakukan dakwah. Kegiatan
pendidikan tahfiz quran cukup marak. Pesantren selalu diadakan tiap tahun oleh
setiap daerah kota dan kabupaten. Pendidik agama di sekolah Agama, pesantren ,
madrasah sekolah umum tetap berlanjut.
Akan tetapi kegundahan religiusitas
(keberagamaan) terus dirasakan. Di antaranya yang berbasis penyakit sosial dan
masyarakat terus pula menonjol . Seperti penyalahgunaan narkotika dan zat
terlarang yang dianggap oleh media sebagai gawat untuk Sumbar.
Begitu pula soal HIV-Aid, Prostitusi, LGBT
(Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) ditenggarai cukup tinggi di seantero
Sumbar. Kasus pelecehan seksual ini bahkan masuk ke nagari pada daerah
tertentu.
Isu
radikalisme. Imbas
dari dunia golbal yang sejak awal 2000-an gencar memarakkan isu radikalisme,
terrorisme dan gerakan garis keras lain yang masuk ke Indonesia, juga terasa di
Minangkabau. Beberapa kecurigaan dan kewaspadaan terus mengalir
di wilayah ini. Meski begitu, belum ada bukti yang menyeret warga wilayah ini
ke ranah hukum karena memang tidak ada. Meskipun begitu tetap saja ada beberapa
isu yang menyeret individu yang datang dari luar Minangkabau sementara singgah
di sini.
V.
Respon Ormas Islam
Antara tahun 2015, 2016 dan awal 2017, Ormas Islam Sumbar, MUI, LKAAM, Bundo Kanduang dan Organisasi
Kepemudaan melakukan berbagai komunikasi dan koordinasi baik internal maupun
ekternal. Secara internal, pada 2015 akhir adalah awal kiprah kepepimpinan pada kepengurusan
berbagai Ormas di Sumbar untuk 5 tahun berikutnya. Rata-rata memang masa
kepemimpinan atau kepengurusan
ormas-ormas itu adalah 5 th.
Mulai dari MUI, Muhammadiyah dan
Ortom-ortomnya, Tarbiyah Islamiyah dan organisasi sayapnya, Nahdatul Ulama
dengan organisasi pendukungnya, Dewan Dakwah Islamiyah, BKMT, Kelompok Zikir,
HMI, PII dan lain-lain.
Secara internal, di samping melakukan penyempurnaan kepengurusan
dan menyempurnakan program kerja hasil musyawarah wilayah mereka masing-masing,
tak kurang adalah melihat apa yang telah dan akan dilakukan para periode
berikutnya menyangkut dinamika hidup keberagamaan di Sumbar.
Oleh karena semua Ormas Islam sependapt bahwa Islam itu adalah
bersifat syumuliah, mencakup, integrattif kehidupan duniawi dan ukhrawi. Akan
tetapi di dalam kenyataan sehari-hari,
Orma-ormas itu seliruhnya kesulitan menjalankan roda organisasinya. Lain tidak
karena mesin penggera SDM dan bahan
bakar penggerak, pendanaan organisasi yang amat minim.
Kasus MUI Sumbar beberapa waktu lalu menutup kantornya karena
tidak ada dana pembayar transportasi dan honorarium karyawan, pembayar listrik,
kebutuhan alat tulisan kantor, dana penggerak operasional hanya hasil patungan
dan bantuan yang amat minim dari masyarakat. MUI, bahkan telah berhutang sejumlah uang yang cukup besar. Semua itu sempat menghebohkan jagad media arus utama
dan media sosial netizen. Begitu pula keluhan ormas seperti LKAAM, Bundo
Kanduang dan lainnya. Kasus LKAAM lain
lagi. Di samping tidak ada dana penggerak organisasi, tragis lagi Kantor Baru
yang dibangun oleh Badan Penanggulangan Bencana Nasional, belum bisa ditempati.
Konon, belum diserahkan kuncinya oleh Prmprov.
Keadaan ini sudah berjalan hampir 4 tahun. Dulu ada sedikit
bantuan dana APBD melalui hibah dan bantuan sosial kepada ormas. Tetapi dengan
alasan setiap pengajuan ke pusat oleh Provinsi selalu dicoret oleh Kemendagri,
maka semua Ormas itu mengalamai kesulitan yang tak alang kepalang.
Di tengah kesulitan pendanaan itu, apa yang dilakukan Ormas?
Pada dasarnya secara formal Ormas tetap tegak eksistensinya. Mereka menjalankan
operasional kegiatan rutin dengan terseok-seok. Kalau ada kegiatan yang
bersifat agak memadai, itu dilakukan dengan menggali dana dari para donatur dan
masyarakat pendukung dan simpatisan. Sekali-sekali dibantu oleh pihak swasta
dan BUMN yang juga amat terbatas. Pada hal dulu, baik di masa Orde Baru atau di
awal dekade reformasi, bantuan setiap tahun dari APBD yang bervariasi
jumlahnya, cukup memberikan darah dan kehidupan Ormas-oramas itu.
Pada beberapa organisasi seperti Muhammadiyah agak ada kegiatan
karena mereka sudah terbiasa tidak tergantung dengan pihak lain. Dibantu oleh
badan amal usaha, serta lembaga keuangan dan Lazismu serta Badan Wakaf Uang
yang mereka miliki, ditambah warga perorangan yang menjadi dermawan dan
donatur, masih agal lumayan ada kegiatan dan gerakan. Sekali sebulan
Muhammadiyah tetap membuat agenda yang disebut Hari Bermuhamamdiyah. Dan pada
sisi lain, roda persyarikatan ini masih berjalan meski dengan tetap gali lobang
timbul lobang di dalam pembiyaan.
Memang tidak banyak yang dapat dibuat oleh Ormas akibat keadaan
tadi. Akan tetapi kegiatan tabligh dan dakwah mereka masih jalan apa adanya.
Perhatian pihak pemerintah dengan alasan aturan dan undang-undang yang
mengikat, memang amat minim, untuk
mengatakan tidak ada sama sekali.
Di tengah kesulitan itu Ormas Islam terus mengadakan kegiatan
yang ditopang oleh berpakai pemangku kepentingan (stake-holrder). Memagari warga Minangkabau dari pengaruh ektremis
dan garis keras yang mungkin menyusup,
maka sering diadakan diskusi dan seminar berkenaan dengan itu. Misalnya
oleh PGAI dengan tema, “Seminar Nasional, “Islam dan Kebangsaan: Dinamika
Politik Nasional dalam Bingkai Ukhuwah islamiyah” Yayasan Dr. Abdullah Ahmad
PGAI, Padang, 18 Mei 2015. Lihat, https://shofwankarimaffuiainib.blogspot.co.id/2015_05_01_archive.html
Pada tahun 2016 sampai penggalan pertengahan 2017, Ormas di
Sumbar telah melakukan pertemuan dengan Gubernur, Ketua DPRD, Kapolda, Danrem,
Kajati, Dan Lantamal, Dan Lanud atau Forkompimprov. Di situ dalam pertemuan
yang berkali-kali ada komunikasi, konsolidasi dan diskusi tentang beberap hal.
Misalnya soal Lambang Perdamaian Burung Merpati di Pantai Lasak Purus Padang.
Soal kasus seorang dokter di Solok yang ditenggarai dibully dan persekusi oleh
pihak tertentu. Semua isu itu telah dapat selesaikan dan diteriam secara arif
oleh berbagai pihak tanpa ada kegaduhan.
VI. Penutup
Dinamika ummat Islam di Minangkabau
senantiasa terus menerus berjalan secara fluktuatif. Peranan tokoh masyarakat,
ulama, pemerintah dan ormas Islam senantiasa harus diintegrasikan di dalam menghadapi
persoalan sosial keagaman, pendidikan, peningkatan kualitas SDM , ekonomi dan
sosial budaya di Minangkabau.
Angkatan muda Minangbau menjadi ujung tombak
yang harus terus menerus diasah di dalam menghadapi tantangan untuk kebangkitan
ummat. Mereka yang ada di kampung dan di rantau, lebih-lebih yang sedang
menuntut ilmu di berbagai belahan dunia diharapkan mengisi kemampuan kecerdasan
intelektual, sosial, emosional dan spiritualnya untuk kembali ke Tanah Air di
dalam membangun ummat dan bangsa ke arah yang lebih baik di masa kini dan akan
datang.
Padang, 5 Agustus 2017
Padang, 5 Agustus 2017
[1] Disampaikam pada forum Halal bi Halal Alumni PGA Padang, Hotel Bumi Minang, 5 Agustus 2017. Tulisan ini merupakan rekonstruksi ulang dan lanjutan serta perluasan dari tulisan, “Isyu Aktual : Islam di Minangkabau” yang disampaikan pada diskusi dengan KMM (Kesepakatan Mahasiswa Minangkabau) Mesir, Juli 2004. Lihat,
[2] Shofwan
Karim Elhussein, H. BA., (IAIN IB Padang, 1976)
Drs., (IAIN IB Padang, 1982) ; MA., (IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
1991); DR. (UIN Syarif Hidayatullah,
2008); Ketua Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah Sumbar (2015-2020; 2000-2005) dan Dosen IAIN –UIN Imam Bonjol
Padang, 1985-sekarang; Rektor UMSB 2005-2013; Komisaris PT Semen Padang,
2005-2015; Anggota DPRD Provinsi Sumbar
(1992-1997; 1997-1999).
[3] Berturut-turut Gubernur Sumbar setelah itu adalah Ir. H. Azwar Anas Dt. Rajo Sulaiman, Letjen. Purnawirawan (1977-1987). Drs. H. Hasan Basri Durin Dt. Rky Mulie Nan Kuniang (1997-1997). H. Mukhlis Ibrahim, Brigjen Purnawirawan ( 1997-1999). Pejabat Gubernur H. Dunija, Brigjen Purnawirwan (1999-2000). H. Zainal Bakar , SH (2000-2005). Dr. Gamawan Fauzi, SH, M.Pd (2005-2009). Prof. Dr. Marlis Rahman (2009-2010). Prof. Dr. Irwan Prayitno (2010-2021).
[4] Bukittinggi, Padang, Simpang Ampek Pasaman Barat, Payakumbuh dan Padang Panjang.
[5] Muhammadiyah yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan dan kawan-kawan di Yogyakarta tahun 1912 masuk ke Minangkabau dibawa oleh Dr. Abdul Karim Amarullah pada th. 1925. Organisasi ini sejakan dengan organisasi yang ide dasarnya ada kemiripan dengan Sendi Aman Tiang Selamat di Maninjau. Setelah Muhammadiyah masuk, Sendi Aman seakn melebur ke persyarikatan ini.
[6] Tarbiyah Islamiyah lahir pada tahun 1928 yang diprakarsai oleh antara lain Inyiek Canduang Syekh Sulaiman Al-Rasuli.
[7] Selanjutnya lihat Profil Muhammadiyah, http://sumbar.muhammadiyah.or.id/content-2-sdet-profil.html
Komentar