“Mencikaraui” Keberagamaan di Minangkabau (1995-2017) dan Respon Ormas Islam[1]



“Mencikaraui” Keberagamaan  di Minangkabau (1995-2017) dan Respon Ormas Islam[1]
5 Agustus 2017
Oleh Shofwan Karim

I. Introduksi[2]
“Mencikaraui” (Bahasa Minang) berarti memperkatakan dengan nada agak marah. Judul ini berdasarkan permintaan kepada Penulis oleh Ketua Panitia Temu Alumni dan Halal Bi Halal, Pendidikan Guru Agama (PGA) Padang, pada Sabtu, 5 Agustus 2017 di sebuah hotel di Padang. Tulisan ini merupakan sumbangan pada pertemuan itu.  Bagian-bagian tertentu dari tulisan ini, merujuk kepada tulisan Penulis pada Seminar Keluarga Mahasiswa Minangkabau di Kairo Mesir, Juli 2004. Selebihnya adalah pengamatan pada tahun-tahun belakangan ini. 

Wilayah kultural Minangkabau yang meliputi wilayah Administrasi Pemerintahan Sumatra Barat adalah Provinsi di sebelah Barat bagian tengah Sumatera. Provinsi ini berbatasan dengan sebelah Selatan dengan Provinsi Bengkulu, sebelah Barat dengan lautan Hindia, sebelah Utara dengan Provinsi Sumatra Utara dan sebelah Timur dengan Provinsi Riau dan Jambi. Penduduknya sekarang 5,7  juta orang.

Mata pencaharian pokok atau ekonomi berdasarkan perdagangan, small business, usaha kecil dan menengah, pertanian, perkebunan, dan pariwisata.

Budaya Minangkabau yang berintikan Adat Minangkabau menganut sistem kekerabatan menurut garis keturunan ibu atau matrilinial- line. Kehidupan sosial, keluarga, tatanan adat dan budaya  diatur di dalam tatanan kesukuan yang berdasarkan dua kelarasan utama : Bodi Caniago dan Koto Piliang yang kemudian masing-masing kelarasan itu berkembang ke dalam berbagai suku  sebagai pecahan atau dahan-dahannya.

Setelah Islam masuk beberapa abad lalu, agama yang dipegang teguh masyarakat Minangkabau adalah Islam di samping memegang teguh adat. Dengan begitu Islam dan adat menyatu dalam kehidupan sehari-hari. Maka lahirlah adagium Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Perpaduan keduanya melahirkan harmoni sosial di bawah sistem kepemimpinan tigo tunggu sajarangan: Ninik–Mamak, Alim-Ulama dan Cerdik-Pandai serta tigo tali sapilin: Adat, Syara’ dan Undang.

Di dalam menjalankan tatanan kehidupan sosial budaya, politik, pemerintahan, ekonomi dan keagamaan, masyarakat Minangkabau senantiasa mendasarkan keputusan dan membuat kebijakan melalui musyawarah dan mufakat.


Bulek aie ka pambuluah, bulek kato dek mufakaik. Kok bulek dapek digiliangkan kok picak dapek dilayangkan. Intinya adalah setiap gerak kehidupan bersama mestilah dimusyawarahkan untuk diperiakan dan dipertidakkan atau dipaiokan dan dipatidokan.


II. Refleksi

Minangkabau, sebagai bagian tak terpisahkan dengan Tanah Air Indonesia, mengalami pasang naik dan surut di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sejak zaman klasik, penjajahan Belanda, era pergerakan nasional, penjajahan Jepang, alam kemerdekaan awal, masa Orde Lama, masa Orde baru dan sekarang Orde Reformasi dan Pasca Reformasi (1998-2017).

Yang paling khas di dalam kehidupan pemerintahan, kenegaraan dan kebangsaan itu bagi Minangkabau adalah peristiwa PRRI (1957-1960). Peristiwa ini oleh sebagian besar kalangan masyarakat Minangkabau baik yang di kampung maupun di rantau membekas dalam,  bahkan boleh jadi pada hal-hal tertentu, menjadi traumatik. Trauma itu membuat masyarakat Minangkabau tertekan secara psikologis beberapa dekade. Keadaan itu berjalan di masa Orde Lama (1955-1965).  Pada masa ini kepemimpinan dan kebijakan publik dinominasi oleh kaum komunis,  nasionalis serta kaum agama tradisionalis yang disebut Nasakom yang pada intinya semuanya terpusat kepada Soekarno.

Pasca rezim Soekarno, setelah pembunuhan beberapa Jenderal tahun 1965, lahirlah Orde Baru atau pemerintahan Soeharto. Pada masa awal era ini masyarakat Minangkabau mulai merehabilitir diri. Pada waktu ini Sumatra Barat dipimpin seorang Gubernur Sipil Harun Zain yang memerintah dengan motto : Mambangkik Batang Tarandam. Pada dasarnya era ini situasi Minangkabau yang porak-poranda dilanda perang saudara dengan pemerintah pusat sebelumnya, hendak diperbaiki. Masyarakat Minangkabau dan tokoh-tokohnya  berupaya mengembalikan harga diri dan martabat yang dianggap sebelumnya sempat terbenam lumpur sejarah. [3]

Era klasik dan masa pergerakan nasional yang telah diisi oleh perjuangan tokoh-tokoh Islam dan nasionalis Minangkabau ingin dijadikan motivasi ulang untuk kejayaan. Tokoh-tokoh pejuang, ulama dan tokoh bangsa seperti Tuanku Imam Bonjol, Siti Manggopoh, Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Syekh Jalaludin al-Falaki al-Azhari, Dr. Syekh Abdul Karim Amarullah (Inyiek Rasul) , Dr. Syekh Abdullah Ahmad, Syekh Moh. Jamil Jambek atau Inyiak Jambek, Inyiek Musa Parabek, Inyiek Sulaiman Al-Rasuli, Rahmah El-Yunusiah, Zainuddin Labai el-Yunisy, Agus Salim, Rasuna Said, Duski Samad, Hatta, Natsir, HAMKA, Sutan Syahrir, Moh. Yamin dan deretan tokoh besar bangsa yang sebelumnya telah mengharumkan nama Minangkabau di pelataran nasional, kembali ditoleh sebagai motivasi kemajuan.



III. Peranan Alumni Timur Tengah

Di akhir 60-an dan awal 70-an ada dua alumnus Univeristas Al-Azhar, Kairo dan Timur Tengah yang amat sentral peranannya di dalam kehidupan keagamaan dan sosial pendidikan di Minangkabau. Meraka adalah Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, H. Baharuddin Syarif, MA. Dan mantan Dubes RI di Irak. HMD Dt. Palimo Kayo.

Dua yang pertama berjasa mengembangkan pendidikan tinggi Islam IAIN Imam Bonjol yang ketiga,  berjasa membangun harga diri keberagamaan masyarakat Minangkabau sebagai Ketua MUI pertama di Sumatera Barat (1968), jauh sebelum MUI Pusat tingkat nasional lahir (1975). MUI lokal itu  menjadi benteng umat Islam dalam menghadapi propaganda pihak lain yang dianggap  merusak adat, akidah dan tatanan masyarakat di Minangkabau.

HMD Dt. Palimo Kayo bersama Moh. Natsir dari DDII Pusat amat berjasa di dalam mengembangkan dakwah Islam terutama menghadapi misi agama lain di Sumbar dengan mendirikan Rumah Sakit Islam Ibnu Sina dan Sekolah Tinggi Akademi Agama dan Bahasa Arab (AKABAH) di Bukittinggi pada 1970-an awal. RS Ibnu Sina kini ada pada beberapa kota dan daerah di Sumbar[4] sedangkan AKABAH akhir-akhir ini tidak ada info yang bisa dilacak. HMD Dt. Palimo Kayo wafat tahun 1985 dan Dr. Mohammad Nastir wafat tahun 1993.

Dewasa ini  (catatan 2004) alumni Timur Tengah yang berasal dari beberapa universitas di Mesir, Marokko, Saudi Arabia, Libya dan Syiria ada sekita 30-an orang. Yang paling dominan adalah dari Mesir,  baik keluaran Universitas Azhar maupun yang lain.

Secara fungsional banyak yang mengabdi di bidang pendidikan dan dakwah. Rektor IAIN-UIN Imam Bonjol Prof. Dr. Maidir Harun (2006-2010), DR. Eka Putra Wirwan, MA (2014-sekatang). Ketua PW Muhammadiyah Sumbar Prof. Dr. Rusydi AM, Lc., M.Ag, (2013-2015). Ketua MUI Sumbar Prof. Dr. Nasrun Harun (2005-2010) dan sekarang Gusrizal Gazahar, Lc., MA, (2015-sekarang),  agaknya di antara mereka yang berada pada posisi puncak institusi formal dan sosial dewasa ini.

Selain mereka tadi  banyak lagi yang mengajar di beberapa perguruan tinggi, pesantren, madrasah dan aktivis muballig di Sumbar. Sebagian di antara mereka ada yang menjadi pegawai negeri dan sebagian lain tetap swasta. Beberapa di antara mereka ada yang menamatkan sampai S3 di Timur Tengah, tetapi kebanyakan hanya sampai S1 (Lc) dan S2 (MA). Mereka yang tersebut terakhir ini banyak pula yang meneruskan kuliah strata berikutnya di Indonesia sampai jenjang paling tinggi.


Secara individual mereka sangat berperanan di dalam kehidupan sisoal kemasyarakatan, pendidikan, dakwah dan keumatan secara umum.  Dr. Eka Putra Warman, MA, Rektor UIN IB sekarang adalah Ketua Yayasan HIMAKA, konon selalu mengadakan komunikasi dan konslolidasi sesama alumni tadi.



IV. Organisasi Islam dan Pendidikan

Bersama masuknya pengaruh kemajuan pada awal abad ke-20 ke Indonesia, Minangkabau telah menjadi pintu gerbang utama . Menurut Korver, (1985); Deliar Noer, (1980) : dan  Azyumardi Azra, (2004), paling tidak ada 4 jalur utama masuknya pembaharuan pemikiran Islam ke Indonesia dari Timur Tengah. Keempatnya adalah melalui masyarakat Indonesia keturunan Arab; tokoh-tokoh modernis Islam Minangkabau;  organisasi Islam modern dan tradisional seperti Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama,  Tarbiyah Islamiyah, Jamiat al-Khairiyah, Al-Irsyad, al-Washliyah dll;  Serta melalui media, buku,  jaringan ulama Timur Tengah dan Nusantara. (Azyumardi Azra, 2004).

Khusus untuk Minangkabau organisasi Islam yang dominan di tengah masyarakat di perkotaan dan pedesaan adalah Muhammadiyah[5], Tarbiyah Islamiyah[6]  Nahdatul Ulama, dan Jama’ah Tariqat, baik Syatariyah maupun Naqsyabandiyah. Tiga yang pertama di samping merupakan jam’iah, persyarikatan sosial kemasyarakatan juga mempunyai amal usaha di berbagai bidang.

Muhamamdiyah dan Ortom-ortomnya (7 Ortom) mempunyai 317  instalasi pendidikan dari Taman Kanak-kanak, SD, Ibtidaiyah, Pesantren, SMA, SMP, Tsanawiyah , Aliyah dan Universitas Muhammadiyah Sumbar dengan 9 Fakultas dengan program D3, S1 dan Pascasarjana serta Akademi perawat Aisyiah. Ada Ma'ahad Dirasah Islamiyah wa Lughatu al-Arabiyah Zubaie Bin Awwam, kerjasama dengan AMCF (Asian Muslim Charity Foundaion). Tahun akadmi 2016 ada 2 fakultas baru di UMSB. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik serta Sains-Teknologi.  [7] 

Pusat pendidikan Islam Muhammadiyah Kauman Padang Panjang berdiri sejak 1938 oleh Buaya Hamka dan tokoh seangkatannya. Kini semakin kokoh dengan adanya Madrasah Aliyah, Tsanawitah Kuliyatul Muballighin, SD, TK dan Paud di situ. Pesantren  besar lainnya, Al-Kautsar 50 Kota, Muallimin di Sawah Dangka Agam dan Mualimin di Lintau, Batu sangkar serta di Ujung Gading Pasaman Barat,serta  al- Mumtaz di Solok, dll.

Muhammadiyah Smbar  mempunyai 48 Panti Asuhan, 1500 Masjid dan Musalla, hampir 600 persil tanah wakaf dan hasil pembelian. Mempunyai 2 Rumah Sakit Aisyiah dan 8 poliklinik . Ada lembaga ekonomi berbasis syariah, seperti 8 BMT dan BPS Syariah. Banyak lagi yang lain.

Sementara Tarbiyah Islamiyah, mempunyai puluhan madrasah dengan yang terkemuka antara lain di Ampek Angkek Canduang serta Batu Hampar Payukumbuh. Selanjutnya, madrasah-madarasah independen. Artinya tidak terkait langsung secara struktural dengan organisasi keagamaan seperti Muhmmadiyah dan Tarbiyah.


Antara lain seperti yang telah kita ketahui adalah Diniyah Putri dan Thawalib, Nurul Ikhlas, Serambi Mekkah di Padang Panjang. Sumatra Thawalib di Parabek dan Pesanten modern Terpadu Prof. Dr. HAMKA di Duku Pariaman.

Pesantren indpenden lain yang ada di berbagai nagari, diperkirakan ada sekitar 500 buah. Pesantren-pesantren ini tidak terlalu ketat administradi dan manajemennya atau dengan kata lain secara kualitas  masih belum memenuhi harapan umat, kecuali ada beberapa yang masih dapat dihitung dengan jari.

Sementara itu, Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Sumbar dewasa ini ada sekitar 120 unit. Di antara yang negeri adalah Unand, UNP, UIN, IAIN, IAIN Mahmud Yunus di Batu Sangkar dan M. Jamil Jambek di Bukittingi dan ISI di Padangpanjang.  Yang swasta yang menonjol Univ. Bung Hatta, Eka Sakti dan Taman Siswa, di samping Universitas Muhammadiyah Sumbar yang telah di singgung terdahulu..

Pendidikan agama di bawah Pemerintah melalui Departemen agama beberapa di antaranya cukup menonjol dan baik. Madrasah Aliah Negeri di Koto Baru Padang Panjang  (dulunya) misalnya, banyak lulusannya yang melanjutkan pelajarannya di Mesir dan Timur Tengah umumnya. Tentu cukup membanggakan pula Diniyah putri Padang Panjang, Tawalib Padang Panjang, Madrasah Tarbiyah Canduang dll.

Akan halnya Tariqat Syatariyah dan Naqsyabandiyah, merupakan kumpulan jam’ah yang ada pada beberapa nagari di Pariaman, Pasaman, Agam, 50 Kota, Pesisir Selatan, Sawahlunto Sijunjung dan Tanah Datar.

Koto Tuo, sebuah nagari di Agam di pinggiran jalan arah ke Maninjau dari Bukittinggi ada surau utamanya yang merupakan basis Syatariyah untuk Sumbar, Riau dan Jambi.

Nagari Ulakan di Pariaman merupakan tempat ziarah utama kaum Syatariyah sebagai tempat makam Syekh Burhanuddin yang dianggap pembawa awal tariqat ini ke umbar dari Aceh pada awal abad ke-17. Jama’ah tariqat ini tampaknya  tidak menggarap lembaga pendidikan formal seperti Muhammadiyah dan Tarbiyah, tetapi memfokuskan diri kepada pembinaan jama’ah dan kelompok zikir, pengajian dan wirid-wirid serta bimbingan kerohanian.

Sebagian di antara mereka yang tadinya melakukan zikir dan kegiatan jama’ah secara tertutup atau semi tertutup khusus bagi jama’ah mereka sendiri, belakangan ada fenomena baru. Sebagian di antara mereka ada yang sudah menjadikan halaqah zikir itu sebagai kegiatan publik.


Ini tampaknya dapat dikatakan sebagai lanjutan perkembangan dari pola di Jawa seperti kelompok zikir Ustazd Ilham dan lain-lain. Seorang anak muda, keluaran Madrasah Tarbiyah Islamiyah Candung, Boy Lestari Dt Palindih, akhir-akhir ini melalui Yayasan Zikir al-Ikhlas, sekarang Babus Salam,  giat melakukan bimbingan zikir massal. Ia dibantu oleh dua orang lainnyaProf. Dr. Salmadanis, M.Ag dan Prof. Dr. Duski Smad, M.Ag. Ketiga mereka  adalah  aktivis Tarbiyah Islamiyah. Tentu saja 10 tahun terakhir ada BKMT dan kelompok pengajian lain yang cukup aktif membina ummat.


IV. Isu Keberagamaan

Anti Maksiat. Perda No. 11 Th 2001 tentang Anti Ma’shiat. Intinya adalah pelarangan pelacuran , perjudian dan minuman keras di wilayah daerah Provinsi Sumatra Barat.

Perda No. 9 Th. 2001 tentang Pemerintahan Nagari. Intinya adalah bahwa tingkat pemerintahan terendah di Sumbar yang pada tahun 1979 dari Desa menjadi kembali ke Nagari. Dasar kehidupan nagari adalah Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Di setiap nagari di samping ada pemerintahan nagari sebagai eksekutif ada lembaga Adat dan Syara’ Nagari, ada pula Badan Musyawarah Anak Nagari atau Badan Perwakilan Anak Nagari.

Peraturan Daerah di beberapa Kota dan Kabupaten yang mendukung pelaksanaan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah dilahirkan pula. Di amtaranya Perda tentang kewajiban anak-anak sekolah dan pegawai daerah setempat berpakaian busana muslimah. Begitu soal kewajiban baca tulisa aksara al-Qur’an yang wajib dikuasai oleh murid-murid yang akan tamat SD dan anak muda yang akan melangkah ke jenjang perkawinan atau mendirikan rumah tangga.



Pemurtadan. Pada tahun 1970-an upaya pemurtadan melalui usaha sosial dan kesehatan di antaranya mendirikan rumah sakit Baptis Imanuel di Bukittingi. Hal itu dapat ditolak oleh masyarakat Minangkabau melalui perjuangan sengit dipimpin HMD Dt. Palimo Kayo dan Dr. Moh. Natsir. M. Natsir dan Palimo Kayo mendirikan RS Ibu Sina. RS Imanuel diambil alih oleh Pemerintah Daerah dengan mengubah nama dan status, sekarang menjadi RS Pusat Pengendalian Stroke.

Paling santer dekade 1990-an, isu pemurtadan ini adalah melalui rayuan kepada generasi muda terutama wanita muda. Ada beberapa pasangan yang kawin antar agama. Pada mulanya yang laki-laki masuk Islam, kemudian kembali murtad. Lalu ia memurtadkan isterinya.

Modus lain menculik seperti kasus Wawah yang heboh  tahun 2001. Kasus ini sempat heboh dikaitkan  seseorang yang ditengai  salaneh seorang kerabat dari ulama terkenal berasal dari Minangkabau yang murtad ketika berimigrasi ke negara lain.  

Di awal tahun 2000-an itu, berkembang pula isu kasus hipnotis dan memasukkan jin syetan sehingga beberapa mahasiswa di UNAND dan IAIN ditenggarai dirasuki oleh Jin dan syetan tersebut sampai kesurupan dengan menyebut Tuhan …. dan sebagainya. Pada 9 Juni 2004, dihebohkan lagi oleh penemuan al-Qur’an yang kulit penjilidannya berlapis tulisan …. Kasus ini waktu itu di lakukan langkah-langkah penyelidikan dan upaya hukum. Walaupun belakangan isu itu lenyap begitu saja.


Sampai dekade awal tahun 2000-an lalu, ditenggarai  modus operandi pemurtadan itu dapat dikategorikan kepada skenario  sebagai berikut:
(1) Rayuan terhadap gadis Minang oleh laki-laki agama lain, dikawini dan dimurtadkan.
(2) Assimilasi melalui program transmigrasi.
(3) Pendirian Rumah Ibadah di komunitas muslim tanpa izin dan tanpa sepengatahuan masyrakat setempat. Lalu untuk kelihatan ramai pelaksanaan ibadah di tempat itu, mereka mengundang jemaat mereka dari kota lain di Sumbar dan Provinsi Tetangga.
(4) Menjual daging babi yang sudah digoreng atau bentuk lain, daging sate babi. Kasus ini pernah mencuat di salah satu tempat akhir tahun 2001. Akibatnya fatal sehingga komunitas agama tertentu di salah satu tempat di situ diusir dan salah satu bangunan di kompleknya mengalami kebakaran (kejadian pada awal  tahun 2002).
(5) Menyebarkan tulisan dalam Bahasa Minang dengan isi ajaran agama lain.
(6) Penyebaran kitab agama lain berbahasa Minang.
(7) Operasi simpatik, seperti kegiatan LSM yang sangat gandrung mendiskusikan persoalan toleransi dan pluralitas yang pada pada dasarnya memberi peluang kepada penganut agama lain berkomunikasi secara intensif dengan generasi muda Islam.
(8) Memberi perhatian dan mengorganisasikan orang miskin dan anak jalanan serta pencandu narkotika untuk direhabilitasi, kemudian dimurtadkan. Hal yang terakhir ini masih bersifat rahasia dan pelaksanaanya dibawa keluar Sumbar.

Sikap dan tindakan yang diambil Ummat Islam di Sumbar terhadap isyu pemurtadan:

(1) Secara spontan beberapa aktivis Islam telah melakukan konsolidasi yang amat intensif untuk menghadapi masalah-masalah pemurtadan. Sejak tahun 1970-an peranan itu telah dilakukan oleh para ulama dan ormas Islam. Pada waktu belakangan (2000-an) ini ada beberapa lembaga yang hadir. Misalnya Paga Nagari, Masyarakat Peduli Minangkabau; FAKTA (Forum Anti K dan Permurtadan) . Semua organisasi merupakan himpunan para aktivis dari perorangan dan ormas Islam yang sudah ada.

(2) Pemerintah Provinsi Sumbar telah melakukan pertemuan-pertemuan terhadap ormas Islam dan tokoh perorangan masyarakat membahas masalah tersebut. Tindak lanjutnya antara lain adalah mencari data dan fakta yang yang dapat nyata dibuktikan dalam kasus-kaus itu. Di samping perlu terus dilakukan komunikasi dan konsolidasi bersama tokoh-tokoh masyarakat agama lain yang ditenggarai sebagai asal dari orang-orang yang menjadi sumber masalah.

(3) Meningkatkan peranan lembaga pendidikan, ormas Islam dan rumah tangga serta “tigo tungku sajarangan” (kepemimpinan tradisi Minangkabau: ninik-mamak, alim-ulama, cerdik-pandai) dalam membina ummat dan keluarga untuk membentengi diri dari terjemurumusnya warga kepada pemurtadan.

(4) Departemen Agama yang sudah memiliki kelembagaan yang disebut Forum Konsultasi Antar Umat Beragama (FKUB) yang melakukan kegiatan konsultasi sekali dalam setahun lebih ditingkatkan peranannya untuk dapat melakukan pembinaan yang positif dan tidak ada intervensi atas ummat lain .

(5) Ada satu atau dua LSM yang melakukan kegiatan dialog dan pertemuan-pertemuan antar pemeluk agama untuk membina dan meningkatkan upaya  saling pengertian. Tahun 2000 Komunitas Agama untuk Kemanusiaan dan Kedamaian, Religious Community for Humanity and Peace (KAKK-RCHP) yang berbasis di Fakultas Ushuluddin IAIN IB Padang, sangat intensif melakukan kegiatan bersama antar tokoh dan umat beragama untuk menciptakan kedamaian dan toleransi sosial.

(6) Apabila ada data dan fakta yang konkret yang dapat berindikasi hukum atau melanggar peraturan dan perundang-undangan, segera diproses secara hukum dan peradilan.

(7) Pembinaan ekonomi dan pengentasan kemiskinan, serta pembinaan kehidupan sosial keagamaan merupakan salah satu kunci yang amat menentukan di dalam mengatasi isu pemurtadan di wilayah ini.



Isu Moral dan Penyakit Masyarakat. Isu permurtadan 2 atau 3 tahun terakhir mulai redup. Mungkin memang kasusnya berkurang, mungkin sudah nihil, atau memang tidak ada yang berani memberitakan. Apalagi sekarang setelah banyaknya tuduhan bahwa isu itu terlalu dibesar-besarkan. Dan isu soal akidah amatlah sensitif. Oleh karena itu haruslah super hati-hati. Dan kalau ada fakta sebaiknya lakukan perosedur melalui pihak berwajib atau dialog yang produktif kepada pihak-pihak yang kompoten untuk mengambil solusi yang tepat tanpa gaduh .

Isu keberagamaan seakan beralih. Di antaranya,  belum berfungsinya secara memadai ketaatan beribadah umat di Minangkabau dalam mengatasi kemunduran moral dan akhlak. Jumlah jamaah calon haji dari Sumbar selalu meningkat. Perempuan berjilbab sudah hampir merata. Muballigh terus melakukan dakwah. Kegiatan pendidikan tahfiz quran cukup marak. Pesantren selalu diadakan tiap tahun oleh setiap daerah kota dan kabupaten. Pendidik agama di sekolah Agama, pesantren , madrasah sekolah umum tetap berlanjut.

Akan tetapi kegundahan religiusitas (keberagamaan) terus dirasakan. Di antaranya yang berbasis penyakit sosial dan masyarakat terus pula menonjol . Seperti penyalahgunaan narkotika dan zat terlarang yang dianggap oleh media sebagai gawat untuk Sumbar.

Begitu pula soal HIV-Aid, Prostitusi, LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) ditenggarai cukup tinggi di seantero Sumbar. Kasus pelecehan seksual ini bahkan masuk ke nagari pada daerah tertentu.



Isu radikalisme. Imbas dari dunia golbal yang sejak awal 2000-an gencar memarakkan isu radikalisme, terrorisme dan gerakan garis keras lain yang masuk ke Indonesia, juga terasa di Minangkabau. Beberapa kecurigaan dan kewaspadaan terus mengalir di wilayah ini. Meski begitu, belum ada bukti yang menyeret warga wilayah ini ke ranah hukum karena memang tidak ada. Meskipun begitu tetap saja ada beberapa isu yang menyeret individu yang datang dari luar Minangkabau sementara singgah di sini. 





V. Respon Ormas Islam

Antara tahun 2015, 2016 dan awal 2017, Ormas Islam Sumbar,  MUI, LKAAM, Bundo Kanduang dan Organisasi Kepemudaan melakukan berbagai komunikasi dan koordinasi baik internal maupun ekternal. Secara internal, pada 2015 akhir  adalah awal kiprah kepepimpinan pada kepengurusan berbagai Ormas di Sumbar untuk 5 tahun berikutnya. Rata-rata memang masa kepemimpinan atau kepengurusan  ormas-ormas itu adalah 5 th.  Mulai dari  MUI, Muhammadiyah dan Ortom-ortomnya, Tarbiyah Islamiyah dan organisasi sayapnya, Nahdatul Ulama dengan organisasi pendukungnya, Dewan Dakwah Islamiyah, BKMT, Kelompok Zikir, HMI, PII  dan lain-lain.

Secara internal, di samping melakukan penyempurnaan kepengurusan dan menyempurnakan program kerja hasil musyawarah wilayah mereka masing-masing, tak kurang adalah melihat apa yang telah dan akan dilakukan para periode berikutnya menyangkut dinamika hidup keberagamaan di Sumbar.

Oleh karena semua Ormas Islam sependapt bahwa Islam itu adalah bersifat syumuliah, mencakup, integrattif kehidupan duniawi dan ukhrawi. Akan tetapi  di dalam kenyataan sehari-hari, Orma-ormas itu seliruhnya kesulitan menjalankan roda organisasinya. Lain tidak karena mesin penggera SDM  dan bahan bakar penggerak, pendanaan organisasi yang amat minim.

Kasus MUI Sumbar beberapa waktu lalu menutup kantornya karena tidak ada dana pembayar transportasi dan honorarium karyawan, pembayar listrik, kebutuhan alat tulisan kantor, dana penggerak operasional hanya hasil patungan dan bantuan yang amat minim dari masyarakat. MUI,  bahkan telah berhutang sejumlah uang  yang cukup besar. Semua itu  sempat menghebohkan jagad media arus utama dan media sosial netizen. Begitu pula keluhan ormas seperti LKAAM, Bundo Kanduang dan lainnya.  Kasus LKAAM lain lagi. Di samping tidak ada dana penggerak organisasi, tragis lagi Kantor Baru yang dibangun oleh Badan Penanggulangan Bencana Nasional, belum bisa ditempati. Konon, belum diserahkan kuncinya oleh Prmprov.

Keadaan ini sudah berjalan hampir 4 tahun. Dulu ada sedikit bantuan dana APBD melalui hibah dan bantuan sosial kepada ormas. Tetapi dengan alasan setiap pengajuan ke pusat oleh Provinsi selalu dicoret oleh Kemendagri, maka semua Ormas itu mengalamai kesulitan yang tak alang kepalang.

Di tengah kesulitan pendanaan itu, apa yang dilakukan Ormas? Pada dasarnya secara formal Ormas tetap tegak eksistensinya. Mereka menjalankan operasional kegiatan rutin dengan terseok-seok. Kalau ada kegiatan yang bersifat agak memadai, itu dilakukan dengan menggali dana dari para donatur dan masyarakat pendukung dan simpatisan. Sekali-sekali dibantu oleh pihak swasta dan BUMN yang juga amat terbatas. Pada hal dulu, baik di masa Orde Baru atau di awal dekade reformasi, bantuan setiap tahun dari APBD yang bervariasi jumlahnya, cukup memberikan darah dan kehidupan Ormas-oramas itu.

Pada beberapa organisasi seperti Muhammadiyah agak ada kegiatan karena mereka sudah terbiasa tidak tergantung dengan pihak lain. Dibantu oleh badan amal usaha, serta lembaga keuangan dan Lazismu serta Badan Wakaf Uang yang mereka miliki, ditambah warga perorangan yang menjadi dermawan dan donatur, masih agal lumayan ada kegiatan dan gerakan. Sekali sebulan Muhammadiyah tetap membuat agenda yang disebut Hari Bermuhamamdiyah. Dan pada sisi lain, roda persyarikatan ini masih berjalan meski dengan tetap gali lobang timbul lobang di dalam pembiyaan.

Memang tidak banyak yang dapat dibuat oleh Ormas akibat keadaan tadi. Akan tetapi kegiatan tabligh dan dakwah mereka masih jalan apa adanya. Perhatian pihak pemerintah dengan alasan aturan dan undang-undang yang mengikat, memang amat minim,  untuk mengatakan tidak ada sama sekali.  

Di tengah kesulitan itu Ormas Islam terus mengadakan kegiatan yang ditopang oleh berpakai pemangku kepentingan (stake-holrder). Memagari warga Minangkabau dari pengaruh ektremis dan garis keras yang mungkin menyusup,  maka sering diadakan diskusi dan seminar berkenaan dengan itu. Misalnya oleh PGAI dengan tema, “Seminar Nasional, “Islam dan Kebangsaan: Dinamika Politik Nasional dalam Bingkai Ukhuwah islamiyah” Yayasan Dr. Abdullah Ahmad PGAI, Padang, 18 Mei 2015. Lihat, https://shofwankarimaffuiainib.blogspot.co.id/2015_05_01_archive.html

Pada tahun 2016 sampai penggalan pertengahan 2017, Ormas di Sumbar telah melakukan pertemuan dengan Gubernur, Ketua DPRD, Kapolda, Danrem, Kajati, Dan Lantamal, Dan Lanud atau Forkompimprov. Di situ dalam pertemuan yang berkali-kali ada komunikasi, konsolidasi dan diskusi tentang beberap hal. Misalnya soal Lambang Perdamaian Burung Merpati di Pantai Lasak Purus Padang. Soal kasus seorang dokter di Solok yang ditenggarai dibully dan persekusi oleh pihak tertentu. Semua isu itu telah dapat selesaikan dan diteriam secara arif oleh berbagai pihak tanpa ada kegaduhan.




VI. Penutup

Dinamika ummat Islam di Minangkabau senantiasa terus menerus berjalan secara fluktuatif. Peranan tokoh masyarakat, ulama, pemerintah dan ormas Islam senantiasa harus diintegrasikan di dalam menghadapi persoalan sosial keagaman, pendidikan, peningkatan kualitas SDM , ekonomi dan sosial budaya di Minangkabau.

Angkatan muda Minangbau menjadi ujung tombak yang harus terus menerus diasah di dalam menghadapi tantangan untuk kebangkitan ummat. Mereka yang ada di kampung dan di rantau, lebih-lebih yang sedang menuntut ilmu di berbagai belahan dunia diharapkan mengisi kemampuan kecerdasan intelektual, sosial, emosional dan spiritualnya untuk kembali ke Tanah Air di dalam membangun ummat dan bangsa ke arah yang lebih baik di masa kini dan akan datang.

Padang, 5 Agustus 2017


[1] Disampaikam pada forum Halal bi Halal Alumni PGA Padang,  Hotel Bumi Minang, 5 Agustus 2017. Tulisan ini merupakan rekonstruksi ulang  dan lanjutan serta perluasan  dari  tulisan, “Isyu Aktual : Islam di Minangkabau yang disampaikan pada diskusi dengan KMM (Kesepakatan  Mahasiswa Minangkabau) Mesir, Juli 2004.  Lihat,

[2] Shofwan Karim Elhussein, H. BA., (IAIN IB Padang, 1976)  Drs., (IAIN IB Padang, 1982) ; MA., (IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1991);  DR. (UIN Syarif Hidayatullah, 2008);  Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumbar (2015-2020; 2000-2005) dan Dosen IAIN –UIN Imam Bonjol Padang, 1985-sekarang; Rektor UMSB 2005-2013; Komisaris PT Semen Padang, 2005-2015;  Anggota DPRD Provinsi Sumbar (1992-1997; 1997-1999).

[3] Berturut-turut Gubernur Sumbar setelah itu adalah Ir. H. Azwar Anas Dt. Rajo Sulaiman, Letjen. Purnawirawan (1977-1987). Drs. H. Hasan Basri Durin Dt. Rky Mulie Nan Kuniang (1997-1997). H. Mukhlis Ibrahim, Brigjen Purnawirawan ( 1997-1999). Pejabat Gubernur H. Dunija, Brigjen Purnawirwan (1999-2000). H. Zainal Bakar , SH (2000-2005). Dr. Gamawan Fauzi, SH, M.Pd (2005-2009). Prof. Dr. Marlis Rahman (2009-2010). Prof. Dr. Irwan Prayitno (2010-2021).
[4] Bukittinggi, Padang, Simpang Ampek Pasaman Barat, Payakumbuh dan Padang Panjang.
[5] Muhammadiyah yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan dan kawan-kawan di Yogyakarta tahun 1912 masuk ke Minangkabau dibawa oleh Dr. Abdul Karim Amarullah pada th. 1925. Organisasi ini sejakan dengan organisasi yang ide dasarnya ada kemiripan dengan Sendi Aman Tiang Selamat di Maninjau. Setelah Muhammadiyah masuk, Sendi Aman seakn melebur ke persyarikatan ini.
[6] Tarbiyah Islamiyah lahir pada tahun 1928 yang diprakarsai oleh antara lain Inyiek Canduang Syekh Sulaiman Al-Rasuli.
[7] Selanjutnya lihat Profil Muhammadiyah, http://sumbar.muhammadiyah.or.id/content-2-sdet-profil.html








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Irman Gusman dan Anjadi Gusman Bersama Ibu Aisyiah dan Nasyiatul Aisyiah Sumbar

Senang, Gembira dan Bahagia: Wakaf Prof. Dr. H. Sidi Ibrahim Buchari, M.Sc.