TK Aisyiah, Api yang Terus Menyala

TK Aisyiah, Api yang Terus Menyala

fullsizeoutput_8fb7
Memo. Shofwan Karim (Padang, 2.2.17)
Bagai api, taman Taman Kana-kanak (TK) Aisyiah terus menyala. Masuk kira-kira 30-an meter dari Jalan Raya Ampang, Padang kelihatan nyala api terus hidup. Bagaikan tak mempedulikan enerji. Sepertinya tak ada kata padam dalam nafas kehidupannya.

Kemarin, ia tergopoh-gopoh mendatangi TK itu. Ada telepon mendadak dan amat penting. Ketua PWA Sumbar Mailiarni Rusli di ujung sana bersuara tinggi. “Sekarang juga kita kumpul di TK Aisyiah Ampang”,  “Berita mendadak Menteri Dikbudnas Prof Muhadjir dan rombongan meluncur ke sana”, katanya. Dari sebuah hotel di Padang, Menteri akan melihat beberapa objek. Yang pertama adalah TK Aisyiah itu.
Sudah tak tentu hitungan ke berapa ia menerima info mendadak-sontak, tiba-tiba dan tanpa aba-aba itu. Sebagai Ketua sebuah Ormas terbesar di wilayahnya, ia harus siap 24 jam. Ia bukan pejabat pemerintah. Akan tetapi begitulah keadaan sehari-hari yang harus dihadapi.

Di dalam mobil ke titik acara, ia menulis pesan ke groupnya. Jangan harap ada respon spontan. Akan tetapi sebagai sistem operational prosedur (SOP) tak resmi yang selalu ditaati, ia melakukan itu. Tak puas dengan mengirim pesan, ia kontak beberapa tokoh yang dianggapnya mesti hadir. Tetapi sang tokoh ada kesibukan lain. Sudahlah, katanya dalam hati.

Ia melangkah ke komplek TK dimaksud. Langsung masuk ke lokal. Di situ Menteri sedang tekun mendengar guru TK menjelaskan keadaan taman yang diasuhnya. Meski suara kana-kanak bagai gemuruh lebah dan kicau burung, menteri amat serius. Kemudian menteri dengan istri Muhadjir, bercakap-cakap dengan kanak-kanak usia 5, 6 dan 7 tahun itu. Dari  jarak 1 atau 2  meter tampak serius mengikuti perakapan itu adalah  Sekjen Dikbudnas, Direktur Paud dan Direkur Dikmas . Tentu  bersama Diknas Perovinsi dan kota Padang.

Kanak-kanak itu antusias menjawab pertanyaan sederhana dan mudah dari Muhadjir dan isterinya. Umumnya, sebagai teori pendidikan untuk anak usia kana-kanak ini, pertanyaan satu kata yang dapat dijawab dengan kata ya atau tidak. Sebagai pendidik yang berpengalaman, 4 kali, période Rektor UMM, Muhadjir tampaknya  lancar dan mahir mendekati dan bercakap-cakaop dengan anak-anak usia dini itu.

Semua pakar pendidikan Islam selalu membahas pendidikan anak bersumber al-Quran, hadist, wacana ulama, failasuf, ahli dan pakar. Ada beberapa terminologi yang dipakai al-quran dalam membicarakan anak. Paling tidak ada kata ibn (35 kali) , walad (102 kali).
fullsizeoutput_8fb6
Lainnya digunakan kata shobiyyun dan thiflun. Bahkan kata dzurriyah (keturunan) secara implit juga bermakna anak.

 Al-qur’an memuat berbagai petunjuk. Satu diantaranya pendidikan yang harus diberikan kepada anak terutama sejak kelahiran. Pendidikan tersebut berupa; pendidikan tauhid, syukur, kesehatan,  kecerdasan dan keterampilan. Pendidikan adalah proses sepanjang hayat, min al mahdi ila allahdi. Pendidikan wajib bagi setiap diri muslim dan muslimat. Ada yang fardhu ain dan ada yang kifayah. Teori taxanomi Bloom, selalu diulang. Ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Kecerdasan, penghayatan jiwa-emosi dan keterampilan-kemahiran.

Tentu saja kanak-kanak di bawah payung Aisyiah, sayap utama dalam tenda besar Muhamamdiyah, filsafat pendidikannya berbasis  Islam dan pemikiran pendidikan nasional. Maka  ajaran  tauhid, syukur, kesehatan , kecerdasan, kejiwaan, akhlak-karakter dan keterampilan,  menjadi resep utama dalam hidangan pendidikannya.

Tetapi semua itu tidak berarti apak-apa, kalau sarana, prasarana, guru, peralatan dan teknologi, kurikulum dan lingkungan pendidikan tidak memadai. Di dalam hal ini pemerintah, melalui Mendikbudnas, amatlah bertanggungjawab.

Apalagi di dalam pembukaan UUD 1945, yang disebut sebagai tujuan nasional, bangsa dan negara ini di antaranya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Di dalam kenyataan, pemerintah tidaklah segala-galanya.  Di situlah peranan masyarakat, di dalam hal ini  antara lain Muhammadiyah dan Aisyiah menjadi ujung tombak yang terus diasah dan melesat mencapaui tujuannnya. Sebagai api yang tak kunjung padam, semangat itu menjadi elan vital yang terus menyala dan menggebu-gebu. Meski kedaan tidak selalu kondusif, tetapi apapun, tantangannnya, jihad pendidikan ini terus  menderu-deru. ***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shofwan Karim, Obituari Buya Mirdas Ilyas (3): Satu Rumah-Posko Bersama

Sejarah Tahlilan