Tapak Suci di Sumpur Kudus (I)

 


Tapak Suci di Sumpur Kudus (I)

Oleh: Sidiq Wahyu Oktavianto

Masih terngiang dalam benak, terakhir kali mengenakan seragam merah Tapak Suci Putera Muhammadiyah sekitar delapan tahun lalu, ketika kelas XI Mu’allimin Yogyakarta. Saat itu aku mengikuti ajang Mu’allimin Fighting Championship (MFC) dan baru di babak pertama, aku kalah telak.

Maklum saja kalau kalah, terakhir latihan Tapak Suci dua tahun sebelumnya, ketika kelas IX, itu pun karena diwajibkan karena sebagai syarat naik kelas. Di samping itu, harus ku akui bahwa aku tidak berbakat dalam hal ini.

Delapan tahun berlalu, kini di tanah rantau Sumpur Kudus aku kembali mengenakan seragam merah Tapak Suci Putera Muhammadiyah. Bukan sekedar untuk latihan, tapi juga dipaksa melatih anak-anak Sumpur Kudus. Tidak pernah terpikirkan dalam benakku untuk melatih Tapak Suci. Tapi apalah daya keadaan mengharuskan demikian.

Pengalaman mengikuti Tapak Suci cuma sampai tingkat tiga, tapi itu menjadi modal untuk berbagi pengalaman bersama anak-anak Sumpur Kudus. Beruntung, si Inggit partner-ku mengabdi di Sumpur Kudus sudah sabuk biru, sudah menjadi pelatih. Dan aku pun hanya menjadi asisten pelatih.

Awal datang ke Sumpur Kudus pada pertengahan Agustus yang lalu, kami berpikir keras untuk mendekati anak-anak muda di sini. Setelah anak-anak mendengar akan ada latihan Tapak Suci, ternyata mereka sangat antusias dan bersemangat.

Kami memanfaatkan pasar Calau sebagai tempat latihan. Jumlah anak yang mengikuti latihan sungguh di luar dugaan kami, ada sekitar 50-an anak dari usia SD hingga SMA. Jumlah yang cukup besar sebagai sebuah permulaan di kampung nan tersuruk.

Kami menjadikan Tapak Suci sebagai sarana untuk mengenalkan Muhammadiyah kepada anak-anak muda di sini. Selain itu, mereka menjadi ada kegiatan rutin yang positif. Selain dengan Tapak Suci, kami juga mengadakan kegiatan tahfidz dan tahsin al-Qur’an untuk mereka.

Di sela-sela latihan Tapak Suci, kami juga menyisipkan pesan-pesan Islam dan kepemimpinan untuk anak-anak. Dengan pesan-pesan ini, sekaligus kami melatih mental mereka untuk berbicara di depan.

Melalui Uda Firman, kader Tapak Suci yang juga kepala sekolah di sebuah Madrasah Aliyah swasta di Sumpur Kudus, kami mendapat informasi bahwa di Kabupaten Sijunjung belum ada Pimpinan Daerah Tapak Suci, dan masih bergabung dengan Pimda Sawah Lunto. Dengan kehadiran kami dan latihan Tapak Suci di Sumpur Kudus harapannya kami bisa mendirikan Pimda Tapak Suci di sini.

Memerahkan Sumpur Kudus dengan Tapak Suci menjadi salah satu tujuan kami ini. Bahkan harapannya bukan hanya di Sumpur Kudus saja, tapi juga untuk Kabupaten Sijunjung, Sumatra Barat.

Penyesalan selalu datang di akhir, itu yang saya rasakan sekarang. Salah satu penyesalan dalam hidup saya adalah kurang serius mengikuti Tapak Suci dulu ketika di Mu’allimin, hanya sampai tingkat tiga saja, Namun penyesalan ini tak perlu diratapi, yang perlu dilakukan sekarang adalah melakukan yang terbaik untuk kampung Sumpur Kudus sebagai bentuk ibadah kepada Allah, seperti pesan Buya Syafii Maarif kepada kami: “Niatkan untuk ibadah”.

Biarkan penyesalan ini menjadi pelajaran. Sudah tepat sebenarnya Tapak Suci di Mu’allimin diproyeksikan untuk sabuk biru ketika lulus sehingga siap untuk melatih. Bukan hanya Tapak Suci, tapi latihan Hizbul Wathan pun juga harus dituntaskan di Mu’allimin, sehingga para kader yang dididik di Mu’allimin siap ketika diminta untuk melatih di manapun mereka berada.

Aku menyadari bahwa sekecil apapun yang didapat di Mu’allimin akan berguna suatu saat nanti bagi kehidupan. Terlebih yang disampaikan para ustadz, baik tentang pelajaran atau pengalaman. Apa yang mereka sampaikan menjadi bekal yang berarti.

Pernah suatu ketika saya mengirimkan pesan singkat kepada Buya Syafii:

“Bismillah Buya, kami mau memerahkan Sumpur Kudus dan Sijunjung dengan Tapak Suci”.

Pesan singkat itu ku sisipi foto anak-anak di sini sedang latihan Tapak Suci. Tak selang berapa lama Buya menjawab:

“Air mata saya tetes tak terasa”.

Jawaban singkat namun terasa sangat mendalam dari Buya. Sebagai seorang bapak bangsa, di masa tuanya Buya menaruh perhatian yang besar terhadap masa depan kampung halamannya, terlebih kepada generasi muda di Sumpur kudus. Masa depan Sumpur Kudus berada di generasi mudanya. Inilah tugas mulia yang kami emban di Sumpur Kudus saat ini, untuk anak muda dan demi masa depan Sumpur Kudus.

Penulis adalah Anak Panah Muhammadiyah yang dikirim ke Sumpur Kudus

Sumber: http://www.anakpanah.id/2020/10/25/tapak-suci-di-sumpur-kudus-i/



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shofwan Karim, Obituari Buya Mirdas Ilyas (3): Satu Rumah-Posko Bersama

Sejarah Tahlilan