HASAN AHMAD: PROFIL KEPEMIMPINAN MUHAMMADIYAH WILAYAH SUMATERA BARAT ERA AZAS TUNGGAL (1983-1984)
HASAN
AHMAD: PROFIL KEPEMIMPINAN
MUHAMMADIYAH WILAYAH SUMATERA
BARAT ERA AZAS TUNGGAL (1983-1984)
Oleh: Wella Gustia1
Hasan Ahmad adalah Ketua Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah Sumatera
Barat tahun 1983-1984. Kepemimpinannya berada pada saat yang sulit di saat pemerintah Orde Baru memberlakukan Azas Tunggal
Pancasila bagi seluruh organisasi massa
dan
organisasi
politik di Indonesia.
Hasan Ahmad (no.4 dari kanan) bersama
anggota PP Muhammadiyah dalam kesempatan Muktamar ke-39
Muhammadiyah di Padang bulan Januari 1975. Tampak KH AR Fachruddin (Ketua PP Muhammadiyah,
paling kanan),
Prof.
Kasman Singodimedjo, HS Prodjokusumo, Djarnawi Hadikusumo, HAK
Dt.
Gunung Hijau selaku
Ketua Panitia Muktamar. (Foto: Buya ZAS).
Masa jabatannya sebagai ketua terbilang paling
singkat karena
“tersandung” dalam
proses
penerimaan Azas Tunggal Pancasila dalam
organisasi Muhammadiyah. Untuk menghindari kontroversi lebih jauh, Hasan Ahmad
kemudian mengajukan
pengunduran
diri.
Meski tergolong periode tersingkat, namun kepemimpinan Hasan Ahmad dalam Muhammadiyah telah berkontribusi positif dalam mengembangkan organisasi yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan tersebut di Sumatera Barat.
Hasan Ahmad merupakan cermin bermuhammadiyah warga persyarikatan di Sumatera Barat. Dimana Hasan Ahmad tetap memegang teguh azas Muhammadiyah yaitu Islam dalam mengurus dan menggerakkan masyarakat, padahal banyak orang Muhammadiyah yang terlena dalam
rutinitas di amal usaha atau sibuk mengurus
politik dengan konflik kepentingannya.
Hasan Ahmad juga menjadi sumber energi dan mata air inspirasi yang
memberikan spirit kepada pimpinan
dan kader Muhammadiyah dalam
menjalankan tugas dan amanah organisasi.
Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan
1 Penulis adalah lulusan Pendidikan Sejarah tamat tahun 2010 dari STKIP Abdi Pendidikan, Payakumbuh. Tulisan ini disunting oleh Efri Yoni Baikoeni bersumber pada skripsi penulis ketika menamatkan S-1 pada perguruan tinggi tersebut.
Hasan Ahmad adalah anak dari H. Ahmad bin Abdul Murid, seorang
ulama
besar Sumanik yang
juga
merupakan Ketua Cabang Serikat Islam (SI) Tanah Datar. Ibunya bernama Hj. Siti 'Aisyah.
Hasan Ahmad merupakan anak bungsu dari empat bersaudara yang dilahirkan di Sumanik,
Tanah Datar
tanggal 18 Nopember 1925.
Hasan Ahmad (duduk paling kanan) mendampingi anggota PP Muhammadiyah di sela-sela siding Muktamar
ke-39 Muhammadiyah di
Padang,
Januari
1975. Tampak KH AR Fachruddin (Ketua PP
Muhammadiyah,
paling kanan),
Prof.
Kasman Singodimedjo, Djarnawi Hadikusumo, HAK Dt. Gunung
Hijau, selaku
Ketua Panitia Muktamar (Foto: Buya ZAS).
Sebelum menjadi seorang yang terpandang dan disegani di lingkungan Muhammadiyah, dia sama dengan orang kebanyakan yang mendapatkan
pendidikan dengan bersekolah. Pendidikan awalnya
adalah Sekolah Rakyat (SR) di Sumanik, Tanah Datar yang
ditamatkannya tahun 1937. Disamping itu, Hasan
Ahmad juga mengaji
di
surau untuk
menambah pengetahuan agama yang telah didapatnya di lingkungan keluarga
terutama dari
ayahnya H. Ahmad bin Abdul Murid yang juga
seorang ulama.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di SR tersebut, dia melanjutkan pendidikannya ke Tsanawiyah Muhammadiyah Padang Panjang hingga ditamatkan tahun 1940. Setamatnya dari sekolah tersebut, Hasan Ahmad melanjutkan pendidikannya keKulliyatul Mubalighin Muhammadiyah Padang Panjang hingga tamat tahun 1943.
Kiprah di
Muhammadiyah
Keterlibatannya dalam organisasi Muhammadiyah,
dimulai sejak mengikuti kursus tabligh yang
dipimpin oleh Buya HAMKA,
Buya Haroun
El Ma'ny, Djohan Nurdin
dan lainnya.2 Disamping itu,
Hasan Ahmad juga mendapat pengkaderan dari Buya AR Sutan Mansur yang menjabat
Konsul (Wakil Pusat
Pimpinan) Muhammadiyah untuk seluruh Minangkabau dan guru di Kulliyatul Muballighin dan kakaknya A. Malik Ahmad yang menjabat Ketua Pengajaran Muhammadiyah Sumatera Tengah.
Alasan Hasan Ahmad tertarik masuk dalam Muhammadiyah karena organisasi ini bersifat modernis
dan membawa pembaruan Islam
sesuai dengan
tuntunan Al-Qur'an dan
Sunnah.
Tidak hanya itu, ketertarikan Hasan Ahmad terhadap Muhammadiyah dikarenakan sosok kakaknya
A.
Malik Ahmad yang gigih dalam
berorganisasi
termasuk kekukuhannya terhadap asas
2 Wawancara
dengan Hasan
Ahmad tanggal
16 Maret 2010
di
Tanjung Medan, Bukittinggi.
Muhammadiyah yaitu Islam dan keaktifannya mentransformasikan ajaran dan nilai-nilai Islam lewat
media tulisan, dimana Malik Ahmad
telah melahirkan Tafsir
Sinar Jilid 1
sampai 6, Aqidah Islam Jilid 1 sampai 3, Strategi Dakwah jilid 1 sampai 9 dan risalah seperti Sistem Masyarakat
Islam, Kulashah Ajaran Islam dan Tauhid
Pribadi Muslim.
Selama aktif di organisasi Muhammadiyah, Hasan Ahmad memperoleh banyak pengetahuan dan pengalaman yang
membuat langkahnya semakin mulus untuk menjadi seorang
pemimpin. Ini dibuktikannya
dengan menjadi Ketua Majelis Pemuda atau Ketua Kwartir Daerah Kepanduan
Hizbul Wathan (HW)
Sumatera Tengah selama empat periode (1946-1961).
Hasan Ahmad juga berhasil memimpin Kepanduan Hizbul Wathan
(HW)
hingga akhirnya memperoleh kepercayaan memimpin Perguruan Muhammadiyah Kauman Padangpanjang
dan terpilih sebagai anggota Majelis Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (MPPK) Wilayah Sumatera Barat tahun 1961-1968.
Pada tahun 1968-1971, Hasan Ahmad menjabat sebagai Ketua Pendidikan Pengajaran dan
Kebudayaan (PKK). Pada tahun 1971-1974, dia diangkat sebagai Wakil Ketua III Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera
Barat. Pada tahun 1974-1978,
dia terpilih sebagai Wakil
Ketua II Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat. Sedangkan tahun 1978-1983, dia
menjadi Wakil Ketua I Pimpinan
Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat.
Pencapaian yang telah
diraih oleh Hasan Ahmad dalam organisasi
Muhammadiyah membuatnya
semakin cinta terhadap organisasi yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan tersebut. Pemikiran
Hasan
Ahmad dalam mengembangkan Muhammadiyah dipengaruhi oleh tokoh-tokoh besar Muhammadiyah seperti:
AR Sutan Mansur, A. Malik
Ahmad, AR Fakkharuddin
dan
Djarnawi Hadikusumo. Pemikiran tokoh-tokoh tersebut ingin membawa
kemajuan umat Islam melalui
pemurnian tauhidnya karena tauhid adalah
sumber berfikir
dan sumber akhlak.
Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumbar
Sebagai puncak prestasinya
dalam Muhammadiyah, Hasan Ahmad diangkat sebagai Ketua
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat tahun 1983 dengan SK
PP Muhammadiyah
No: E.207/PW/78-81 tertanggal 27 September
1983.
Pada masa kepemimpinanya, Hasan Ahmad terus menggembangkan Muhammadiyah dan amal
usahanya yang mencakup beberapa bidang, diantaranya: bidang
keagamaan, bidang pendidikan, bidang sosial kemasyarakatan
dan bidang partisipasi
politik.
Sebelum menjabat sebagai Ketua PWM Sumatera Barat, ia telah memikirkan dan melakukan hal tersebut. Pemahaman perlunya organisasi Islam yang kuat yang mampu menggerakkan masyarakat dalam berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat islam yang sebenar benarnya, merupakan inti dari pemikiran Hasan Ahmad untuk menggembangkan Muhammadiyah.
Pemikaran
Hasan Ahmad untuk
menggembangkan
amal usaha Muhammadiyah adalah semua warga
Muhammadiyah dalam menggelola
amal usaha bersungguh-sungguh dan bertanggung jawab untuk menggembangkan amal usaha tersebut. Amal usaha Muhammadiyah hnaya
dapat berkembang jika
dikelola dengan keikhlasan tanpa mengharapkan keuntungan darinya. Seperti ungkapan “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan
mencari hidup dalam Muhammdiyah”, sehingga tujuan
dari
amal usaha
Muhammadiyah tersebut
dapat
tercapai.
Pada masa kepemimpinan Hasan Ahmad, kekuasaan Pemerintah Orde Baru terhadap kondisi
sosial politik di
tanah air sangat dominan. Pada masa itu, Pancasila menjadi kekuatan ideologis paling efektif dalam usaha pemerintah menetralisir perbedaan ideologi yang ada. Pancasila
oleh pemerintahan Soeharto dijadikan alat untuk membatasi perilaku politik masyarakat sehingga
Pancasila
harus dijadikan satu-satunya asas, baik oleh
partai politik maupun organisasi
kemasyarakatan dan hal
tersebut dikenal
dengan Asas Tunggal.
Masalah Asas Tunggal berawal dari pidato kenegaraan Presiden Soeharto tanggal 16 Agustus
1982 di depan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berisi keinginan Presiden Soeharto untuk menjadikan Pancasila
sebagai satu-satunya asas bagi partai politik. Menanggapi hal tersebut,
Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menggambil tindakan dengan menggirimkan surat tanggal
13 Desember 1982 kepada seluruh
pimpinan persyarikatan di daerah dengan surat nomor: A/1-
2499/1982. Surat tersebut berisi dua hal penting. Pertama
Pimpinan
Wilayah dan atau Daerah jangan ada yang memberikan tanggapan terhadap persoalan Asas Tunggal secara sendiri-sendiri.
Kedua, tanggapan
mengenai Asas
Tunggal mutlak menjadi
wewenang Pimpinan
Pusat.
Keinginan
Presiden Soeharto
untuk menerapkan Asas Tungal tersebut disetujui oleh MPR dan
disahkan melalu TAP MPR No: II tahun
1983. Sementara untuk ormas diatur melalui UU No.8 tahun 1985. Keputusan tersebut menimbulkan reaksi dari organisasi kemasyarakatan,
karena ormas tidak boleh lagi mencantumkan azasnya selain
Pancasila.
Padahal ormas seperti Muhammadiyah telah memiliki
asas yaitu Islam.
Ada
lima alasan yang mendorong Muhammadiyah mempersoalkan Asas Tunggal. Pertama, Asas
Tunggal akan menghalangi kemajemukan keyakinan dan agama
masyarakat. Kedua, Azas Tunggal akan menghalangi orang-orang yang sama keyakinannya untuk menggelompokkan sesamnya berdasarkan keyakinan termasuk agama yang dianutnya. Ketiga, Azas Tunggal
menghalangi hubungan antar agama dan politik yang
bagi agama tertentu, terutama Islam berarti
bertentangan dengan
ajarannya.
Keempat, Asas
Tunggal memiliki kecendrungan ke arah
sistem partai tunggal. Kelima, Asas
Tunggal menghalangi kemungkinan penggembangan
paham-paham
yang bersumber dari
agama yang mungkin memperkuat
Pancasila.
Reaksi keras kemudian bermunculan di
wilayah dan daerah Indonesia terkait dengan isu Azas
Tunggal sehingga Presiden
Soeharto memerintahkan
seluruh gubernur untuk meredam reaksi
tersebut melalui kebulatan tekad
dari seluruh ormas yang ada di wilayahnya masing-masing.
Gubernur Sumatera Barat, Ir. Azwar Anas mengundang seluruh pimpinan organisasi
kemasyarakatan untuk menghadiri rapat di aula
Gubermur, Padang. Di sanalah Gubernur
menyampaikan perintah Presiden Soeharto
supaya setiap propinsi mengeluarkan pernyataan mendukung kebijakan pemerintah untuk memberlakukan Azas Tunggal, dengan arti seluruh organisasi
kemasyarakatan harus berazaskan
Pancasila.
Dalam pertemuan tersebut, Hasan Ahmad menyampaikan bahwa PWM Sumatera Barat tidak berwenang
mengeluarkan pernyatan yang
mendukung Asas Tunggal tersebut, karena Tanwir
Muhanmadiyah telah memutuskan yang berwenang mengeluarkan pernyataan hanyalah
Muktamar. Namun pada pertemuan ormas-ormas Islam di
Gedung Tri Arga Bukittinggi, para peserta menandatangani daftar
hadir yang berisikan
nama dan organisasi yang diwakili.
Daftar hadir tersebut yang
dijadikan alat bukti oleh gubernur tentang
setujunya ormas-ormas Islam mendukung
Asas Tunggal. Sejak saat itu, tersiar kabar bahwa Hasan Ahmad selaku Ketua
Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah Sumatera Barat,
telah ikut memberikan pernyataan dukungan Asas Tunggal tersebut. Padahal menurut Hasan Ahmad, ia
hanya menandatangani
daftar hadir,
bukan menyetujui Asas
Tunggal.
Untuk mencegah merebaknya isu negatif, Hasan Ahmad segera mengeluarkan pernyataan bahwa
tanda tangan dirinya yang
ada pada lampiran pernyataan mendukung Asas Tunggal tersebut hanyalah tanda tangan daftar hadir, bukan tanda tangan persetujuan atas nama
Muhammadiyah Sumatera Barat. Penyataan tersebut dikirim Hasan Ahmad kepada Gubernur Sumatera Barat,
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Menteri Dalam Negeri, Ketua DPR/MPR RI, Ketua
DPR TK I Sumatera Barat dan tembusannya kepada seluruh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah di Indonesia.3
Setelah
mengeluarkan pernyataan tersebut, Hasan Ahmad
memutuskan untuk mengundurkan diri
dari jabatannya
sebagai Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera
Barat. Pengunduran diri tersebut dilakukan Hasan Ahmad untuk mencegah timbulnya konflik terbuka dalam tubuh Muhammadiyah. Maka Hasan Ahmad bukan diminta
untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua
Pimpinan
Wilayah
Muhammadiyah
Sumatera Barat seperti yang
dinyatakan
selama ini.4
3 Hasan Ahmad. Sekelumit
Memori Tentang Perjalanan Hidup
dan
Perjuangan, Manuskrip. Bukittinggi: Tanpa Penerbit.
4 Wawancara dengan
Basri Basar tanggal
16 Maret 2010 di Tanjung Medan, Bukittinggi.
Hasan Ahmad mengundurkan diri
tanggal 2 Mei
1984 setelah berkonsultasi dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta dan Jakarta. Akhirmya
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
menyetujui pengunduran dirinya melalui surat No: A/6-1099/1984 tertanggal 24 Mei 1984.5
Surat tersebut menjadi bukti bahwa
Hasan Ahmad mengundurkan diri dari jabatan Ketua
Pimpinan
Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat atas kemauannya sendiri, bukan dipaksa mengundurkan diri oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam rangka
menegakkan disiplin
organisasi. 6 Dengan disetujuinya pengunduran diri tersebut, maka Hasan Ahmad
tidak
lagi menjabat
sebagai Ketua
Pimpinan
Wilayah Muhammadiyah
Sumatera
Barat.
Jabatan Ketua PWM Sumatera Barat diserahkan kepada M. Idris Manaf sampai dilaksanakannya Musywil ke-
35 di Bukittinggi.7
Berhentinya Hasan
Ahmad sebagai Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera
Barat,
tidak
membuat aktifitasnya di Muhammadiyah terhenti. Hasan Ahmad
tetap aktif di Muhammadiyah, terbukti dengan ditunjuknya
Hasan Ahmad oleh
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat sebagai Ketua Penyelenggara
Musywil Muhammadiyah
Sumatera Barat
ke-35 di Gedung
Tri Arga
Bukittinggi. 8 Melalui Musywil tersebut,
Hasan Ahmad
terpilih kembali menjadi anggota
Pimpinan
Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat
periode 1985-1990 yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah
No. A-2/SKW/034/8590 tertanggal 7 Mei
1986.
*******
5 Hasan Ahmad. Sekelumit
Memori Tentang Perjalanan Hidup
dan
Perjuangan
Manuskrip. Bukittinggi: Tanpa Penerbit.
6 Lukman Harun. Muhammadiyah
dan Asas Pancasila.... Op.Cit., hlm. 42
7 R.B. Khatib Pahlawan
Kayo, Muhammadiyah...Op.Cit.,
hlm. 124.
8 Wawancara dengan Hasan Ahmad
tanggal 16
Maret
2010
di
Tanjung Medan, Bukittinggi.
Komentar