Filantropi Angku Nan Jabang







https://drive.google.com/file/d/1pyhdQZVeSPK5A0DhNVhAr04DcH9kTfFW/view?usp=sharing







Filantropi Angku Nan Jabang
Oleh Shofwan Karim
Tiba-tiba airmata ibu Farhana menetes. Tangannya otomatis menutup wajahnya. Farhana (bukan nama sebenarnya) baru saja mengangkat tangan. Ia bertanya kepada seorang tokoh yang barusan memasarkan asah pikirannya. “SMK Pariwisata kita sudah berdiri resmi tercantum di dalam Dapodik pada tahun 2017. Tahun depan, tepatnya Maret akan ujian akhir. Kami memerlukan 30 komputer. Bagaimana caranya kami mendapatkan Pak? “.

Beberapa detik lagi waktu asar masuk. Saya berbisik kepada Angku Nan Jabang (bukan nama sebenarnya). Beliau duduk di antara saya dan nara sumber. “Pak Haji,” bisik saya kepad Angku Nan Jabang. “Lai mungkin Pak Haji membantu, 30 kali 5, sekitar 150 juta?”.
Tiba-tiba Kepala Pak Haji mengangguk. Saya hampir Tidak percaya. Maka saya ulang lagi berbisik dalam kalimat sama. “Indak baa doh, Selasa pagi lusa, ambo serahkan dananyo”, ujar beliau meyakinkan. Saya terpana.

Saya langsung intrupsi kepada moderator pertemuan. “Mohon sampai di sini acara kita karena azan Asar berkumandang.Dan, 30 Komputer itu sudah sedia dibantu oleh Pak Haji Nan Jabang,” kata saya. Dan otomatis, kata alhamdulillah bergemuruh. Diiringi tepuk tangan. Lebih banyak pula yang menutup mata, bersama ibu Farhana, mereka menangis tanpa suara menyambut pernyataan itu.
Selah shalat malam itu, saya bermunajat kepad Allah. Kiranya Nan Jabang lain makin banyak bertemu di dalam menggerakkan persyarikatan yang kini bersama yang lain kami gerakkan.
Oleh para Antropolog, kesediaan memberikan apa yang ada pada diri seseorang kepada orang lain itu disebut filantropi (philantrophy). Di dalam KBBI di artikan philein berarti cinta, dan anthropos berarti manusia). Filantropi adalah tindakan seseorang yang mencintai sesama manusia serta nilai kemanusiaan, sehingga menyumbangkan waktu, uang, dan tenaganya untuk menolong orang lain.

Di kalangan kaum Muslimin sejak 14 abad lalu sudah populer sadakah, infak, hibah, wakaf, zakat, hadiah, dan seterusnya. Tentu saja dengan makna, aplikasi, dan eksekusi yang berbeda menurut teks dan konteksnya. Yang pasti, filantropi murni kaum sekuler yang membedakan dunia dan akhirat dan membedakan urusan agama dengan urusan dunia, maka bagi mereka hanya demi kemanusiaan.

Sebaliknya filantropi Islam adalah cara berfikir radikal yang berdasarkan kepada nilai iman-kepercayaan kepada Allah. Inilah radikaslis murni. Bukan radikal yang lain. Dengan itu, api membara mendorong jiwa untuk mencintai manusia lain. Membantu, memberikan akal pikiran, waktu, harta- benda, uang dan material, ilmu, nasihat dan seterusnya adalah filantropi Islam yang hakiki.

“Dan mengapa kamu tidak menafkahkan (sebagian hartamu) pada jalan Allah, padahal Allah-lah yang mempusakai (mempunyai) langit dan bumi? Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tingi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan". (QS, Al-Hadid, 10)


Umumnya organisasi masyarakat, social dan lainnya, hidup dari filantropi yang islami itu. Berkali-kali para pihak mengatakan, cobalah mandiri, tetapi sulit sekali. Ormas apapun, selalu mendapat subsidi dari pemerintah, swasta, lembaga lain, perusahaan dan perorangan.
Bedanya beberapa wilayah, daerah, sedikit ormas ada yang punya usaha produktif, maka bantuan pihak lain sekedar penyempurna dan pelengkap. Akan tetapi lebih banyak yang mengandalkan bantuan pihak lain untuk bergerak. Oleh karena itu, Angku Nan Jabang sudah berbilang orang, amat dan terus hendaknya ada bersama kita. Angku Nan Jabang Lain, semoga terus bertambah. *

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shofwan Karim, Obituari Buya Mirdas Ilyas (3): Satu Rumah-Posko Bersama

Sejarah Tahlilan