Kemitraan Lintas Cakrawala
Silaturrahim PWM, PWA, IMM, IPM, PDM Pabasko, Ortom, MA KMM Kauman dengan Kakanwil Kemenag Sumbar H. Hendri, S.Ag., M.Pd, 10 Januari 2018. (Foto: Istimewa) |
Kemitraan
Lintas Cakrawala
Oleh Shofwan Karim
Pada Rabu, 10 Januari
2018 Muhammadiyah Sumbar dengan Aisyiah dan beberapa Organisasi Otonomnya serta PDM Padang Panjang
Batipuh X Koto bersama Pimpinan Pesantrean Kauman Padang Panjang bersilaturahim
kepada Kakanwil Depag yang baru.
Kakanwil H. Hendri, S. Ag., M.Pd baru dilantik 22/12/17. Pejabat yang lahir 1/8/1967 di Candung (50 Th), Agam itu
adalah mantan Kabid kepegawaian, Kakemenag Pariaman dan Agam. Beliau dengan hangat-akrab
menerima kedatangan silaturrahim ini.
Hal yang sama sudah
pernah dilakukan Muhammadiyah, baik secara sendiri maupun bersama Ormas lain
seperti MUI, LKAAM, Bundo Kanduang, NU, Tarbiyah, Perti, ICMI dan Omas Pemuda dan Mahasiswa
terhadap Gubernur, DPRD dan Forkompim Prov dan Wako Padang pada tahun 2016 dan
beberapa kali pada 2017 lalu.
Karena awal tahun,
pertemuan kali ini di samping perkenalan, lebih kepada ekspose apa yang dilakukan
Muhammadiyah pada 2017 dan program serta agenda, sekaligus harapan untuk 2018.
Berbeda dengan
Pemerintah yang bekerja berdasarkan anggaran atau kerennya anggaran berbasis
kinerja yang disediakan APBD dan APBN,
maka Ormas lebih kepada lembaga swadaya masyarakat. Meskipun visi dan misinya tak kalah dengan
tiap organisasi dan tingkatan pemerintah.
Pemerintah pada
dasarnya memberi apresiasi dan mengakui visi dan misi Ormas. Bahkan untuk provinsi
lain, dengan permendagri yang mengatur, tidak pernah absen membantu Ormas dalam
berbagai hal termasuk pendanaan. Hanya
provinsi tertentu saja yang dengan segala dalih, meniadakan bantuan pendanaan itu.
Artinya, bantuan
pemerintah amat tergantung kepada niat baik dari tokoh yang duduk di
pemerintahan itu sendiri. Pada tahun 2017, masa Kakanwilmenag Drs. H. Salman,
MM, menurut catatan Hendri, Kemenag
sudah membantu Pesantren Kauman yang terdiri atas Madrasah Tsanawiyah dan
Madrasah Aliyah.
Bantuan itu berhasil dilipatgandakan
oleh Kauman. Dibantu Kanwilmenag satu local belajar, oleh Kauman terbangun 3
lokal belajar. Untuk pembangunan
berikutnya lantai 2 dan 3, atau 6 lokal ruang belajar lagi sudah ada seribu zak
semen bantuan para dermawan. Selain 1
lokal tadi, Kemenag juga membantu program pendidikan Robotic dan UKS di Kauman.
Kepala Madrasah Aliyah KMM Kauman, Derliana, MA, salah satu di antara terbaik di Indonesia, bersama 29 lainnya
telah dibawa kementerian agama studi banding ke Helsinki, Finladia, Eropa Utara
Desember lalu.
Di luar itu, sebagian orang merasa bahwa ada saraf
bawah yang beranggapan urusan
pembangunan kehidupan beragama adalah tanggung jawab kementerian agama. Mereka
menganggap urusan agama itu seperti pertanian, perdagangan, industri,
pendidikan, pariwisata atau bidang urusan lainnya yang memang ada Organisasi
Pemerintah Daerah (OPD) khusus untuk
itu.
Karena urusan agama (termasuk
6 urusan pemerintah pusat) sesuai dengan Undang-Undang di samping 5 lainnya: urusan
politik manca-negara (luar negeri); yustisi
(kehakiman-peradilan), ekonomi-moneter; pertahanan (militer-TNI); keamanan
(Polri).
Pandangan itu adalah benar,
tetapi terasa kaku. Hanya memegang
nomenklatur undang-undang otonomi daerah, desentralisasi, dekonsentrasi dan
tugas bantuan, akan terkesan berpikir sekuler. Cara berpikir yang memisahkan urusan agama, spiritual dan
keimanan dengan kehidupan ekonomi, politik dan social budaya atau yang dikenal sebutan urusan
duniawi.
Apabila agama dilihat
dari administrasi pemerintahan, memanglah, itu urusan kementerian agama seperti
tercantum di dalam susunan struktur kementerian agama mulai dari dirjen, direktorat,
subdirekrotat, biro, hingga bidang dan seterusnya di Pusat. Lalu di di daerah ada
Kanwil Provinsi, dan Kemenag Kota dan Kabupaten hingga KUA di Kecamatan.
Maka dalam pikiran
umum, urusan Kemenag itu adalah Bimbingan terhadap berbagai pemeluk agama.
Urusan haji. Urusan nikah-talak-rujuk. Urusan wakaf dan zakat. Sekarang masuk lagi urusan
label konsumsi halal. Urusan pendidikan agama di sekolah agama dan di sekolah
umum. Tetapi apabila membangun tempat ibadah, itu sudah berhubungan dengan
intansi lain dan masyarakat lingkungan. Susunan administrasi agama atau istilah
Deliar Noer, “Administrasi Islam Indonesia”, (1983) sudah seperti itu adanya
sejak berdirinya Kemenag 3 Januari 1946, 71 tahun lalu.
Akan tetapi apabila
dilihat dari tinjauan pemikiran Islam dan kaum muslimin yang lebih lapang, maka
mereka selalu mengatakan tidak ada
pemisahan urusan dunia dan agama. Karena agama itu bukan urusan akhirat saja
tetapi lebih-lebih lagi urusan dunia. Karena akhirat itu ujungnya dan awalnya
adalah dunia. Maka dengan begitu mereka beranggapan urusan pemerintahan,
politik, hukum, pertanian, pendidikan, ekonomi, pariwisata, kesehatan dan pembanguan
infra struktur juga dalam kerangka agama dalam makna yang syumuli, lengkap dan komprehensif, mencakup segala urusan atau menyeluruh.
Mereka mengatakan
sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku adalah untuk mengabdi
kepada Allah swt. Artinya urusan duniawi dan ukhrawi hanya terpisah dalam
konteks administrasi tetapi bukan dalam isi, substansi dan jiwa serta ruh dari
kehidupan. Itulah yang selalu dikatakan ulama, muballigh dan da’i mengutip
Quran, Azd-Zariyat, 51:56.
Pola pikir urusan
administrasi pemerintahan atau bahasa undang undang adalah kewenangan. Apa pun
undang-undangnya tidak ada kata kewenangan yang berhubungan dan menyatakan satu
instansi pemerintah baik pusat maupun daerah
harus bertanggungjawab terhadap akhlak masyarakat. Kecuali ada di dalam
nawa-cita Jokowi-JK, salah satunya: revolusi mental. Dan di dalam beberapa sumber,
yang dimaksud adalah pendidikan karakter di sekolah.
Oleh karena itu, kalau
semua kegiatan pemimpin, pejabat pemerintah berdasarkan nomenklatur itu saja,
maka akan ada yang berlepas tangan. Soal LGBT, pelacuran, obat terlarang, narkoba,
HIV-AID, tingginya tingkat perceraian, kekerasan di dalam rumahtangga,
kekerasan kepada anak dan wanita, pelecehan, fitnah-hoax dan ujaran kebencian
(hate-speech). Itu tugas pusatkah,
atau desentralisasi, dekonsentrasi atau tugas bantuan?. Yang paling aman katakan
saja itu harus dikerjakan lintas
sektoral. Semua unsur termasuk organisasi masyarakat (Ormas) bertanggungjawab.
Untuk yang berhubungan
soal moral, mental serta akhlak dan penyakit masyarakat di atas tadi terkesan kepada sebagian orang, bahwa pemerintah fokus bekerja kalau ada
anggaran. Dan anggaran itu kelihatannya lebih banyak untuk baliho dan pajangan
kata dan kalimat bertuah sambil ada yang
mejeng. Akan tetapi programnya kurang terekspose dan kurang terasa dalam
kenyataan.
Oleh karena itu pada
tahun 2018, ini mesti diperbaiki. Ketika Hendri, Kakanwilmenag bersilaturrahim kepada Gubernur dan wakil
Gubernur 28/12/17 lalu, ada keluhan, seperti ditulis laman web
https://jarbatnews.com/seputar-ranah-minang/kakanwil-kemenag-sumbar-yang-baru-bersilaturahmi-dengan-gubernur/ . Keluhannya soal merebaknya LGTB di Sumbar. Seingat
Penulis, kekhawatiran dan tepatnya, bahaya LGBT itu sudah berkali-kali
disampaikan dengan rincian yang lebih kuantitatif oleh Wagub pada berbagai
forum publik.
Bahwa Kementerian
agama ikut bertanggung jawab, itu benar, karena pendidikan agama berada di
bawah tanggungjawab Kemenag. Tetapi di luar itu, Kemenag tak ubahnya seperti 6
urusan pemerintah pusat yang telah disebut di atas. Bedanya Kemenag menjangkau
kecamatan dengan KUA, setelah Kanwil di provinsi dan Kemenag di Kota dan Kabupaten. Yang lain tidak semua
sampai tingkat ke Kecamatan.
Maka kalau pola pikir (mind-set) tidak berubah dengan
membangun kemitraan lintas pemerintah (sektoral), lintas masyarakat (ormas) dan
lintas kelembagaan (insitusi) formal, informal dan nonformal, dalam menangkal penyakit masyarakat (pathology social) di atas tadi, maka
bersiaplah memahami pepatah, “akan jauh panggang dari api”.
Pertanyaan singkatnya,
siapakah dirigen (komando) dari semua itu ? Siapakah insiator membangun kebersamaan
dalam kemitraan lintas cakrawala itu?
Tentulah “pemimpin” bukan hanya “pejabat” dan itu
kalau ada yang merasa. Kalau
tidak, ya, Allah a’lam bi al-shawab.
***
Komentar