IRIF dan Talenta Kepemimpinan Marketing

IRIF dan Talenta Kepemimpinan Marketing

Oleh Shofwan Karim Elha H, BA., Drs., MA., DR. (Peserta IRIF 2008)

Tulisan ini adalah dimensi lain dari Indonesian Regional Investment Forum (IRIF) ke 2, 2008 yang berlangsung di The Rizt-Carlton Hotel, Jakarta, 26-27 Mei kemarin lusa. Penulis ingin berbagi pemaknaan strategis atas salah satu acara yang disajikan Ketua Panitia IRIF, H. Irman Gusman, SE, MBA, bertajuk Regional Trade, Tourism and Investment (RTTI) Award 2008 yang dimenangkan oleh tiga wilayah. Satu di Barat Indonesia, Kota Sawahlunto satu di tengah, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, dan satu lagi di Timur Indonesia, Provinsi Gorontalo.

Di hadapan sekitar seribu peserta IRIF, dengan diskusi dan tanya jawab oleh pembicara dalam dan luar negeri termasuk Wapres MJK dan Konsultan Strategis Kenichi Ohmahe, diakhiri oleh Mantan PM Thailand Thaksin Shinawatra, pidato Presiden SBY pada pembukaan amat mengesankan. Di tengah kepedihan hati pemerintah dan rakyat yang terpaksa mengikuti kenaikan haga BBM, maka agenda IRIF memiliki makna amat strategis. Pada intinya IRIF adalah ajang tukar pikiran strategi penanaman investasi di daerah-daerah, sekaligus temu bisnis antara kepala daerah, investor dan pengusaha. Oleh karena itu, maka strategi menjual potensi daerah menjadi pokok agenda. Disitulah makna penting pemberian award kepada kota, kabupaten dan provinsi, sebagai hasil seleksi 17 nominasi kawasan kota, kabupaten dan provinsi seluruh Indonesia.

SBY yang mengaku menjadi salesman Indonesia pada pembukaan, menekankan kepada betapa pentingnya menggerakkan seluruh sektor ekonomi oleh masyarakat dan pemerintah untuk mendukung investasi di Indonesia. Wapres menekankan kepada di mana, apa, dan bagaimana investasi itu dilaksanakan di Indonesia. Kenichi Ohmae, memberi harapan masih ada peluang bagi Indonesia untuk mengangkat pertumbuhan ekonomi dan industri di tengah turunnya perumbuhan ekonomi dunia. Ohmahe, penulis buku laris the End of Nation State, mengatakan yang terpenting motivasi dan keuletan. Tak cukup dua itu saja, tokoh yang dijuluki oleh para ahli ekonomi sebagai Mr. Strategy ini menekankan dengan amat kuat pada: pendidikan, pendidikan, dan sekali lagi pendidikan. Sementara Thaksin memaparkan betapa pentingnya menggerakkan ekonomi di pedesaan sebagaimana pengalamannya ketika menjadi PM Thailand beberapa waktu lalu. SBY menyebut bahwa dirinya adalah “salesman” Indonesia. Itu adalah pekerjaan pemasaran atau marketing. Itulah yang dilaksanakan oleh Amran Nur, Walikota Sawahlunto, Masfuk, Bupati Lamongan dan Fadel Muhammad, Gubernur Gorontalo. Ketiganya memperlihatkan antusiasme, motivasi tinggi memasarkan daerahnya dalam menggaet investasi. Tidaklah keliru 6 orang Dewan Juri RTTI Award 2008 memberikan juara pertama kepada Amran Nur, Masfuk dan Fadel Muhammad untuk tingkatnya masing-masing.

Kota Sawahlunto memiliki visi, : Terwujudnya Sawahlunto menjadi tempat yang lebih baik untuk hidup, berusaha dan dikunjungi, menuju kota wisata tambang yang berbudaya”. Lamongan dengan visi : “ Terwujudnya kesejahteraan masyakat Lamongan melalui peningkatan perekonomian dan kualitas sumber daya manusia yang lebih baik dan maju dengan dilandasi kebersamaan dan pemberdayaan masyarakat”. Provinsi Gorontalo memiliki visi yang sangat singkat dan padat, : “ Pemerintahan wirausaha dengan visi inovasi”. Dewan Juri menilai ketiganya mampu mempresentasikan kertas kerja promosi investasi, perdagangan dan pariwisata di daerah mereka. Dewan juri terdiri atas Hermawan Kertajaya (Mark Plus CEO), Tanri Abeng (management expert), Siti Nurbaya (DPD Sekejn DPD) dan Agung Pambudi (KPPOD executive director).

Keberhasilan ketiga kota, kabupaten dan provinsi ini agaknya tidak terlepas dari talenta kepemimpinan. Sebab, siapapun tahu bahwa, menjadi pucuk pemimpin pemerintah berarti memimpin birokrat dan para administrator. Karakter, watak dan kemauan kerja para aparatur pemerintahan, tentu saja tidaklah jauh berbeda antara satu kawasan dengan kawasan lainnya di Indonesia. Potensi daerahnya juga demikian. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Tetapi, untuk ketiga orang ini tidak terlalu relevan dalam konteks kepemimpinan itu sendiri. Karena Award ini sudah dikelasifkasikan kepada hal khusus yaitu prestasi dalam meningkatkan promosi investasi perdagangan dan pariwisata. Jadi bukan juara dalam arti semua hal pembangunan seperti Parasamya Nugraha di Zaman Orde Baru dulu.

Walaupun demikian, tampak relevansi yang nyata antara kemampuan mereka mempresentasikan di hadapan Dewan Juri dan kenyataan kemajuan yang memang telah mereka raih di daerah yang mereka pimpin. Pertama apa yang penulis interpretasikan dari penampilan dan karakter pemimpin Amran Nur dan Fadel Muhammad. Keduanya sering penulis ikuti langkah-langkahnya melalui media dan pertemuan yang tidak formal. Meskipun tidak merasa dekat dan kecuali, Amran Nur, Fadel bukanlah orang yang kenal dengan penulis dan sebaliknya. Tetapi itu tidak berarti seseorang sulit memberi makna dan kefahaman atas publik figur seperti Gubernur Fadel melalui media dan pertemuan tak terencana lainnya.

Amran Nur, jauh sebelum terpilih kembali untuk priode kedua sekarang ini, sepertinya amat prima sebagai seorang “salesman” untuk kotanya. Hampir setiap bertemu dengan Wako yang satu ini baik di dalam maupun di luar negeri dengan penulis, setelah berbasa-basi yang bersifat pribadi, beliau mengatakan apa yang sudah, sedang dan akan dilakukan untuk kota dan rakyatnya. Amran tidak segan menghadiri atau datang mengunjungi event (ajang) pameran, seminar, workshop yang berkaitan dengan produktivitas pertanian, pariwisata, industri kecil dan peristiwa yang terkait dengan penggerakan roda ekonomi. Sepertinya, dia hafal di luar kepala semua potensi dan harapan-harapan pengembangan daerahnya.

Fadel Muhammad, dalam semangat dan keuletan mengejar peluang hampir sempurna. Sisi lain Fadel sangat dekat dengan sahabatnya dan cepat akrab dengan kenalan baru. Basa-basi perkenalan dan pertemuan kembali dengan orang yang pernah mengenalnya amat spontan . Cepat sekali Fadel mengambil keputusan untuk menyediakan dirinya untuk menerima investasi yang terlebih dulu telah diketahuinya secara rinci di daerahnya. Konon, menurut beberapa teman penulis, Fadel sanggup mendatangkan Tim Peniliti tentang potensi daerahnya dari lembaga terpercaya dan kompetens serta profesional di bidangnya dengan bujet yang bersaing.

Tentu saja networking (jaringan) kedua mereka amat mendukung. Keduanya adalah pengusaha dan wiraswasta dalam sekalanya masing-masing. Karena itu, waktu kampanye tempo hari di Sawahlunto, Amran Nur menggandeng temannya Pengusaha Tingkat Tinggi Ciputra, Syofyan Wanandi dan mantan Gubernur, Menteri Azwar Anas. Tak kurang pula pentingnya dukungan staf dan orang-orang yang bekerja keras di lingkungan Pemda masing-masing. Lebih dari itu, paling essensial adalah gaya kepemimpinan marketing yang menjadi ikon. Keduanya tentu saja komunikatif, persuasif, bijak, tegas dan santun. Membandingkan Amran yang Wako dan Fadel yang Gubernur, tentu tidak sejajar. Tetapi dalam watak dan kepemimpinan marketing, agaknya cukup relevan***29 Mei 2008. Published by http://www.padangekspres.co.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shofwan Karim, Obituari Buya Mirdas Ilyas (3): Satu Rumah-Posko Bersama

Sejarah Tahlilan