Resensi Buku RBK Pahlawan Kayo

Resensi Buku Mangumpua nan Taserak: Biografi RB Khatib Pahlawan Kayo

Editor ALEX MEDANI & FAUZI
Penerbit: Suara Muhammadiyah
Cetakan I, Februari 2019


Pendahuluan
Resensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pertimbangan atau pembicaraan tentang buku, ulasan buku. Sedangkan kata “mengulas” itu sendiri mempunyai arti memberikan penjelasan dan komentar; menafsirkan (penerangan lanjut, pendapat, dsb); mempelajari (menyelidiki) dan kata “ulasan” mempunyai arti kupasan, tafsiran, dan komentar.

Resensi berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata kerja revidere atau recensere. Artinya melihat kembali, menimbang, atau menilai. Arti yang sama untuk istilah itu dalam bahasa Belanda dikenal dengan recensie, sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah review. Tiga istilah itu mengacu pada hal yang sama, yakni mengulas buku.

Buku yang kita bicarakan ini berjudul, Mangumpua nan Taserak: Biografi RB Khtaib Pahlawan Kayo. Berbentuk kumpulan tulisan. Merupakan karya editor oleh Alex Medani dan Fauzi yang diterbitkan Suara Muhammadiyah, Cetakan 1 Februari 2019. Ulasan berikut dibatasi kepada buku yang dimaksud, bukan yang lain. Namun tak dapat dihindari ketika mengulas ada bebapara subyektifitas penulis untuk memperkuat ulasan.


Fisik Buku
Secara fisik buku ini berukuran 15 X 23 cm dengan jumlah muka 254 halaman. Buku mengandung isi Pengantar Penerbit Suara Muhammadiyah; Sambutan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat Dr. H. Shofwan Karim Elhussein, M.A.; Sambutan Pmpinan Wilayah Aisyiyah Sumatera Barat, Dra. Hj. Meiliarni Rusli; Sambutan Rektor UMSB Dra (Dr. Novelti, M. Hum; Kata Pengantar Ketua Pusat Data dan Dokumentasi Pengkajian Muhammadiyah Minangkabau (Pusdakum) Sumatera Barat, Dr. Riki Saputra, M.A.; Pengantar Editor Alex Madani, M.Ag., dan Fauzi, M.Ag serta Sekapur Sirih Drs. R.B. Khatib Pahlawan Kayo.

Cover luar buku depan adalah kertas tebal mengkilat dengan foto RB Kahtib Pahlawan Kayo memakai peci dan di leher ada syal putih dengan baju merah hati ayam yang kelihatannya kain dasar Silungkang. Sedangkan coverbelakang  ditayangkan narasi pendek, Dialog Interaktif Milad 70 Tahun Buya RB Khatib Pahlawan Kayo. Tema: Napak Tilas Perjalanan Muhamamdiyah Sumatera Barat (Pengalaman Empirik Buya RB. Khatib Pahlawan Kayo). Nara Sumber: Musriadi Musanif (Tokoh Pers); Dr. (Waktu itu masih kandidat) sekarang sudah wisuda sebagai DoktorBakhtiar, M.Ag (Tokoh Muda Muhammadiyah); Dra. Dahliarti Rusli, M.Pd (Akademisi Senior) dengan moderator Abdul Salam, M. Hum, Jumat, 17 Maret 2017 Jam 14.00 Gedung Pascasajana UMSB Padang. Ada logo PWM Sumbar, LPIM UMSB dan Pusdakum Sumbar.


Isi Buku dan Ulasan Singkat
Secara umum isi buku terdiri atas 5 kategori. Pertama apa yang dilaksanakan oleh Pusdakum; profile, visi, misi dan program Pusdakum  dan tentang dialog interaktif napak tilas perjalanan Muhammadiyah Sumbar, pengalaman empirikBuya RB Khatib. Bagian napak tilas ini berisi tulisan nara sumber seperti yang tertera di cover belakang buku.
Kemudian ada 37 potongan artikel singkat tanggapan, opini, pendapat dan curah rasa-pikir sahabat, tokoh, keluarga, baik yang berasal dari Muhammadiyah structural (khasshah)  (pimpinan dan warga yang ber- KTAM) dan warga maupun Muhammadiyah kultural (‘ammah, merasa Muhammadiyah karena setuju dan mengamalkan paham keagamaan yang umum Muhammadiyah dalam ibadah, teologi dan amali sertaaura berikir). Itu semua sampai halaman 126. Lalu dari halaman 127 sampai halaman 217 merupakan buah pikiran dan tulisan dalam bunga rampai atau kapita-selekta Buya RB Khatib (RBK) yang mungkin sudah pernah dipublikasikandalam beberapa hal. Khusus tentang Muhammadiyah, dinukilkan  mulai dari  hal 131-157.
Buya RBK, membuka ulang sejarah kelahiran Muhammadiyah di ranah ini. Ia mengatakan Muhammadiyah Minangkabau mulai berdiri dengan membubarkan organisasi lokal yang ada sebelumnya di Maninjau, Sendi Aman Tiang Selamat (SATS). Kehadirian Muhammadiyah ini boleh dikatakan sebagai model gerakan  yang bersifat Continue(berlanjut) and Change (berubah) dalam dinamika komunitas umat Islam di Minangkabau kurun itu. Yang konitinu, intinyadari ruh SATS adalah Islam yang berlandaskan Quran dan Sunnah shahihah, yang sebangun dan dilanjutkanMuhammadiyah. Islam berkemajuan dan orientasi baru. Yang berubah, SATS semula organisasi lokal, lalu berubah menjadi Muhammadiyah yang merupakan organisasi berskala danspektrum Hindia Timur (masa itu)  dan kini nasional. 
Dalam teori gerakan sosial pada di kurun ini ada nuansa gesekan pemikiran keagamaan antara kaum tua dan kaum muda Minangkabau 1903-1937. (Bandingkan Shofwan Karim  : https://vdokumen.com/konflik-ktkm-mk.html). SATS kelihatannya identik dengan kaum muda. Dengan begitu Muhammadiyah bolehlah juga disebut kaum muda Minangkabau yang dinamis. Melanjutkan apa yang ditulis Buya RBK, meski sangat singkat dan terkesan melompat-lompat (ini dapat dipahami karena tulisan lepas dan mungkin artikel umum)  disinggung pula selintas tokoh-tokoh awal Muhammadiyah masa itu. 
Meski tidak ditulis oleh Buya RBK, kelihatannya, wacana ini berpusat kepada trah keluarga Dr. H. Abdul Karim Amrullah (1879-1945) atau (HAKA, Haji Rasul, atau belakangan Inyiak De Er (1926 Dr HC Al-Azhar) , ayah HAMKA. Inyiak De Er mempunyai tulang  punggung  (back-bone) utama Ahmad Rasyid Sutan Mansyur (AR St Mansyur)1895-1985. 
Dibawah bimbingan Haji Rasul (1910-1917) ia belajar ilmu Tauhid, bahasa Arab, Ilmu Kalam, Mantiq, Tarikh, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti syariat, tasawuf, Al-Qur’an, tafsir, hadis dengan musthalah-nya. Pada tahun 1917 ia diambil menantu oleh gurunya, Dr. Karim Amrullah, dan dikawinkan dengan putri sulungnya, Fatimah, kakak Buya HAMKA serta diberi gelar Sutan Mansur. Setahun kemudian ia dikirim gurunya ke Kuala Simpang, Aceh untuk mengajar. Setelah dua tahun di Kuala Simpang (1918-1919), ia kembali ke Maninjau.
Al-kisah, AR ST Mansyur bercita-cita ingin melanjutkan pendalaman  ilmu ke Mesir, tetapi tak berkesampaian dan pindah ke Pekalongan 1920. Berkenalan dengan KH Ahmad Dahlan dan berinteraksi, akhirnya ia tertarik untuk bergabung dalam Persyarikatan Muhammadiyah (1922), dan mendirikan Perkumpulan Nurul Islam bersama para pedagang dari Sungai Batang, Maninjau yang telah masuk Muhammadiyah di Pekalongan.
Melompat ke narasi berikutnya, Buya RBK menulis tentang Kongres Muhammadiyah pertama di luar Jawa, 14-21 Maret 1930 di Bukittinggi (dengan mengutip Hamka, 1974) seakan ditonjolkan penulis bahwa hebatnya Muhammadiyah Minangkabau meski baru 7 Cabang, tetapi mampu mengangkat agenda besar setingkat Hindia Timur (kala itu belum ada istilah nasional). Ke-7 Cabang adalah Sungai Batang Tanjung Sani; Padangpanjang; Simabur; Bukittinggi; Payakumbuh; Kurai Taji Pariaman dan Padang Luar Kota (belum diketahui apa ada istilah Padang Luar Kota waktu itu. Mungkin Pauh dan Koto Tangah ?). Pendek kata dalam 5 halaman, Buya RBK meringkaskan rekam jejak Muhammadiyah Sumbar sampai Muktamar ke-39 tahun 1975 di bawah kepemimpinan Ketua PWM Buya ZAS.
Dari halaman 136-157, Buya RBK membedah secara umum anatomi gerakan pemikiran   Muhammadiyah Sumbar. Soal pilihan mengikuti keputusan MTT tentang awal bulan Ramdhan dan Syawal serta Haji dengan manhaj hisab hakiki yang kadang bertikai dengan keputusan pemerintah oleh kementerian agama yang sampai sekarang kukuh dengan produk  sidang isbat sebagai apa yang dikatakan mereka gabungan manhaj rukyat dan hisab terbatas. 
Tentu saja tidak sempat Buya RBK memberikan ilustrasi bagaimana repotnya muballigh Muhammadiyah bila berbeda keputusan di atas. Muhammadiyah selalu kokoh dengan hasil penentuan awal bulan itu menurut keputusan MTT. Bagi yang kokoh, mereka selalu mengatakan kepada Panitia Hari Besar Islam (PHBI) setempat, “saya bersedia menjadi Khatib ‘Idkalau harinya sesuai dengan keputusan Muhammadiyah”.
Tetapi ada pula yang lebih longgar, karena terlanjur, maka ikut saja dengan keputusan PHBI setempat yang mengundang. Konon ada yang lebih longgar lagi, memborong keduanya. Artinya kalau  hari berbeda, muballigh ini siap menjadi khatib untuk dua kali. Wacana soal sulitnya pilihan tadi  dinukilkan di bawah sub judul Muhammadiyah berlayar di tengah karang. Walau tidak diungkapkan secara gamblang
Bagian lain, RBK selanjutnya menyinggung soal kinerja organisasi dan AUM (Amal Usaha Muhammadiyah). Sebagai mana umum diketahui dalam AUM ini fokus Muhammadiyah adalah Pendidikan, Kesehatan, dan Pelayanan Sosial. Sekarang sudah meningkat kepada upaya ekonomi, filantropi, kemanusiaan, pergolakan pemikiran sosial dan secara malu-malu juga politik di dalam Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik. Semua amal usaha Muhammadiyah tertampung di dalam Majelis, Lembaga dan Badan. Sekarang di PWM Sumbar ada 22 unit Majelis, Lembaga dan Badan tadi. Meskipun didalam buku ini belum ada data tentang AUM, namun substansinya dapat dibayangkan. Bahwa AUM cukup jumlah kuantitatifnya. Akan tetapi secara kualitatif perlu ditingkatkan. Terutama SDM, format dan struktur, manajemen dan pengembangannya. 
Bagian kedua,  ketiga,  keempat dan kelima dari buku ini sepertinya wacana RBK hanya selintas-selayang pandangtentang berbagai hal. Organisasi dan manajemen; Keminangkabauan;  Kritik social dan keagamaan, dan wacana umum. Mungkin ini sebagai kumpulan berbagai artikel RBK di media harian yang terbit di Padang. Beliau cukup rajin menulis berbagai hal di media utama lokal bahkan sampai sekarang di Harian Singgalang Minggu, beliau setia menulis pengamatannya tentang berbagai hal. Tulisan itu merupakan campuran opini, fakta, data dan analisis beliau. 
Dari halaman 219 sampai 252 merupakan infografig riawayat hidup RBK dan foto kenangan pribadi, keluarga dan berbagai kegiatan khusus di Muhammadiyah, UMSB, AUM dan aktifitasnya di kantor tempat beliau bekerja depsos Sumbar serta beberapa keterlibatan intensif dalam pengembangan Kolej Islam Muhammadiyah Singapura. Untuk yang terakhir ini beliau amat berjasa terhadap Pendidikan warga Muslim Singapura pada umumnya dan khususnya warga Muhammadiyah di negeri minoritas muslim tetangga kita ini. 
Dari semua itu, buku ini amatlah berguna bagi warga Muhammadiyah untuk memperdalam pemikiran seorang tokoh Muhammadiyah yang amat dikagumi ini. Beliau disebut sebagai ensiklopedia Muhammadiyah berjalan. Pemelihara  arsip Muhammadiyah Sumbar yangh tidak ada duanya. Seorang yang tekun menulis dan bekerja. Lebih dari itu, penulis resensi ini merasakan manisnya madu bekerjsama dengan RBK baik sesama PWM tahun 2000-2005. Lebih lagi ketika beliau menjadi Ketua PWM tahun 2005-2010, penulis resensi ini menjadi Rektor UMSB pada masa itu. Mari belajar dan mencontoh RBK. Ramadhan 1440 H(Shofwan Karim 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shofwan Karim, Obituari Buya Mirdas Ilyas (3): Satu Rumah-Posko Bersama

Sejarah Tahlilan