Mencari Caleg Idaman


-->





Komentar Singgalang:
Mencari Caleg Idaman
Oleh Shofwan Karim

“Jangan salahkan partai kalau caleg 2019 kurang berkualitas”, kata seorang petugas partai kepada saya yang menawarkan warga Muhammadiyah untuk dicalonkan  melalui partainya.

Sebagai mantan legislatif provinsi1992-1997-1999 dan aktivis Golkar masa Orba, saya terpancing  untuk mengundang warga Muhammadiyah Sumbar untuk menyahuti permintaan beberapa partai itu. Lebih-lebih lagi setelah saya menjadi Ketua PW Muhammadiyah Sumbar 2000-2005 dan sekarang 2015-2020, amat sedikit warga Muhammadiyah yang terjun ke politik praktis dan menjadi legislatif .

Tidak seimbang dalam perbandingan pemegang kartu anggota Muhammadiyah Sumbar dengan yang menjadi anggota parpol dan legislatif. Warga Muhammadiyah kaya muballigh dan da’i. Banyak aktivis amal usaha pendidikan, pensantren, panti asuhan, penggerak sosial, ekonomi kecil, penggerak pengajian, penggerak kesehatan, pegawai negeri, guru, dosen, eksekutif. Penggerak wanita oleh Aisyiah, Nasyiatul Aisyiah dengan kegiatan yang melimpah . Penggerak angkatan muda oleh Pemuda Muhammadiyah, IMM, IPM, Tapak Suci Putra Muhammadiyah dan sebagainya

Akan tetapi sedikit sekali di antara mereka yang aktif di politik praktis, kecuali di awal reformasi era Pemilu 1999. Sejak 2004, 2009,2014 kuantitatif dan mungkin kualitatif menurun sedemikian rupa.  Padahal selalu dalam diskusi Lembaga Hikmah dan  Kebijakan Publik ketika membahas pentingnya politik dan kekuasaan untuk memperkuat dakwah ama-makmur nahi mungkar, tanpa politik dan kekuasaan dakwah tidak kuat bahkan melemah.  

Nanti kalau selesai Pileg barulah warga Muhammadiyah mencak-mencak karena yang terpilih orang yang tidak dikenal rekam jejak di tengah masyarakat. Mereka yang hanya karena banyak uang, tiba-tiba duduk di kursi legislatif. Mereka yang selama ini tenggelam urus dirinya, eh menang dan menjadi tokoh instan. Syukur kalau mereka yang mau membina diri, alhamdulillah sudah lurus bacaan tahmid, tasyahud dan shalawat di pembukaan pidato di podium.

Tetapi banyak pula di antara mereka yang malas dan tidak mau belajar. Bahkan ada yang hanya karena baliho dan gambar puluhan ribu waktu kampanye bahkan sebelum kampanye tersebar di semua penjuru Sumbar, mereka menang. Ada yang teragis, sampai sekarang kecuali baliho itu, tidak pernah bertemu puncak hidungnya oleh warga. Akan tetapi mereka apapun alasannya adalah tokoh formal legislatif.

Oleh karena itu saya mencoba mendorong warga untuk menyahuti himbauan partai. Bahkan ada partai yang mengatakan jangan takut soal finansial kampanye . Mereka bilang bebas mahar politik. Mereka ingin caleg yang berkualitas, yang dikenal masyarakat rekam  jejak poisitif dan seterusnya. Artinya, partai ingin legislatif yang ideal dan menjadi idaman.

Setelah dicoba mensiasati kehendak beberapa parpol tadi, terdapat beberapa kendala.  Di antaranya selera politik warga Muhammadiyah tidak merata. Sebagian tergelitik dan mau dan sebagian lagi menolak, ragu-ragu dan bahkan kehilangan selera. Sebagian jawabannya sangat teknis dan praktis. Sebagian sangat idealis.

Yang praktis mengatakan, terlalu singkat waktunya. Orang lain sudah mempersiapkan diri jauh hari, masak sekarang tergesa-gesa ada tawaran. Ada yang mengatakan tidak cukup dukungan finansial. Untuk yang satu ini, diyakinkan oleh beberapa partai bahwa seperti disebut sebelumnya tadi, bebas mahar politik.

Yang idealis mengatakan bahwa tidak sesuai dengan pagu idealis mereka dengan mengatakan politik itu berubah, tidak konsisten dan seterusnya. Akan tetapi untuk yang idealis ini, tampaknya aura politik identitas islamisme, modernisme,  sekeluirsme, tradisionalisme,  dan ke kebersihan partai serta perilaku pemimpin partai termasuk pertimbangan mereka.

Terlepas dari itu semua, beberapa partai sekarang sudah tampak mengubah budaya politik mencari kader yang mumpuni, disegani dan mencari profil yang ideal. Artinya mereka berlomba mencari caleg idaman. Siapa ikut.***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shofwan Karim, Obituari Buya Mirdas Ilyas (3): Satu Rumah-Posko Bersama

Sejarah Tahlilan