HariMu Bersama Satu Abad Aisyiah di Pantai Gandoriah Pariaman
Shofwan Karim. Memo,
8 April 2017-11 Rajab 1438.
Insya Allah pada hari Ahad dan Senin (9 dan 10 April 2017 M - 12 dan 13 Rajab 1438 H) Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah berkunjung ke Sumbar. Hari Ahad ibu Dra. Hj. Siti Noorjanah Johantini, M.Si., MM menjadi pembicara kunci pada HariMu (Hari Bermuhammadiyah Sumbar) dan Pringatan Satu Abad Aisyiyah (1917-2017), di Pantai Gandoriah Kota Pariaman.
Lalu Senin, Ketua Umum PP Aisyiyah yang adalah isteri Ketua Umum PP Muhammadiyah Dr. H. Haedar Nashir, M.Si ini akan menjadi pembicara utama berikutnya di Gubernuran Sumbar dalam rangka Hari TB Sedunia yang dilaksanakan oleh PW Aisyiyah Sumbar bekerja sama dengan Dharmawanita Persatuan Sumbar Pimpinan Ibu Dra. Hj. Nevi Irwan Prayitno, S.Psi.
Sebelumnya pagi hari Ketua Umum PPA meresmikan SMK Pariwisata Aisyiah Sumbar di Komplek Ulak Karang dan menyaksikan penanda tanganan kerjasama pendidikan kewirausahaan wanita Aisyiah dengan PT Paragon Innovation Technology induk perusahaan Cosmetics Wardah dan Putri pimpinan Ibu Dra. Hj. Nurhayati Subakat, S.Farm., Apt.
Agenda di Pariaman yang menjadi tuan rumah adalah PDM dan PDA serta didukung penuh oleh Pemko Pariaman. Di dalam kunjungan PWM, PWA, PDM dan PDA beberapa waktu lalu ke Pemko Pariaman, pernyataan dukungan penuh itu disampaikan Wako, Wawako dan Sekda. Sesudah agenda HariMu ada kegiatan tambahan kunjungan ke SD, panti Asuhan dan Rumah Sakit Aisyiah Pariaman.
Untuk menyegarkan ingatan, pada HariMu kali ini tema utama adalah sebagai di Backdrop di bawah ini.
Selanjutnya secara selintas, berikut tentang Aisyiyah pada awal kelahiran dan gerakannya.
Lima
tahun setelah Muhammadiyah (18 November 1912-8 Dzulhijjah 1330 H), lahirlah
Aisyiyah (19 Mai 1917-27 Rajab 1335 H ). Bila yang pertama didirikan oleh Ahmad
Dahlan dan beberapa sahabatnya, yang kedua didirikan oleh Walidah Dahlan.
Selang
beberapa saat awal kelahiran Muhammadiyah,
Walidah ikut menggerakkan persyarikatan ini. Dimulai saat ia turut merintis kelompok
pengajian wanita Sopo Tresno, yang artinya 'siapa cinta' tahun 1914. Kegiatan
Sopo Tresno berupa halaqah pengajian agama.
Suami
isteri Dahlan dan Walidah bergantian
memimpin pengajian di dalam kelompok ini. Kegiatan utama adalah membaca Al Qur'an dan memahami
makna dan maksudnya. Yang menjadi pokok kajian terutama ayat-ayat Al Qur'an yang membahas isu-isu
perempuan. Berharap timbul kesadaran
kaum wanita tentang kewajiban sebagai manusia, isteri, hamba Allah, serta
sebagai warga masyarakat.
Gerakan pengajian ini berjalan lancar. Pengikut pengajian terus menerus bertambah. Siti Walidah yang
lebih populer dengan sebutan Nyai Ahmad
Dahlan rupanya ingin mengembangkan Sopo
Tresno menjadi sebuah organisasi kewanitaan berbasis Agama Islam yang mapan.
Pada
suatu kali diadakan pertemuan di rumah Nyai Ahmad Dahlan. Mereka yang
hadir antara lain Kyai Muchtar, Kyai
Ahmad Dahlan, Ki Bagus Hadikusuma, KH Fakhruddin, dan tokoh Muhammadiyah lainnya.
Pada
mulanya nama yang diusulkan untuk persyarikatan perempuan ini adalah “Fatimah”, tetapi tidak disetujui oleh para tokoh yang
hadir. Menurut sumber yang dipercaya adalah
almarhum Haji Fakhrudin
mengusulkan nama "Aisyiyah".
Diambil dari nama isteri Nabi Muhammad saw, yakni Aisyah.
Dan usul tersebut
disetujui, diterima tokoh yang hadir. Akhirnya dipilihlah nama Aisyiyah
sebagai organisasi Islam bagi kaum wanita. Kejadian itu tepat pada malam
peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW 27 Rajab 1335 H-19 Mai 1917 M. Nyai
Ahmad Dahlan dianggap pendiri dari organisasi ini yang resmi dan menjadi bagian
dari Muhammadiyah.
Aisyiyah,
pada dasarnya mitra perempuan Muhammadiyah. Di dalam percakapan sehari-hri,
Aisyiyah sering disebut sebagai Muhammadiyah Isteri atau Muhammadiyah
Perempuan. Ideologi utama Aisyiyah di dalam pendidikan sama dengan
Muhamamdiyah. Sebagai yang dirujuk oleh para penggali pemikiran Muhammadiyah. ideologi pendidikan Ahmad Dahlan yang menjadi basis filsafat pendidikan Muhammadiyah, yakni Catur
Pusat Pendidikan. Keempatnya pendidikan di rumah, pendidikan di sekolah, pendidikan di
masyarakat, dan pendidikan di tempat-tempat ibadah. Ini menjadi konsepsi pula bagi pendidikan
Aisyiyah yang terus dikembangkan sekarang sesuai dengan tantangan zaman dan tuntunan masyarakat, bangsa dan negara. (Shofwan Karim)***
Komentar