TEORI GENERASI SILATURRAHIM LEBARAN
Teori Generasi Silaturrahim Lebaran
Oleh Shofwan Karim
Published by Harian Haluan, 3 Juli 2016
Karl Mannheim menulis (1923), “ProblemaGenerasi”. Ini semi-teori penataan generasisebagai fenomena sosiologis. Katanya, setiapinsan amat terpengaruh sejarah sosial-lingkungan. Bersangkutan dengan urusandominan dengan melibatkan diri aktif di masamuda.
Kepribadian berbasis pengalaman. Membentuk diri menjadi agen perubahan. Memberi sahampembentukan generasi berikutnya. TeoriMannheim dikritik. Kurang perhatikanpemahaman lintas budaya.
William Strauss dan Neil Howe di ujung 1980-an, menulis serial buku generasi. Berpijakkepada biografi pergantian generasi di Amerika.Strauss membahas ledakan bayi dan dampak pasca perang Vietnam, (1977) dan (1978). How mengajukan analisis perilaku generasi 1980-an.
Belakangan, pakar lain mengembangkansemangat dan fokus berbeda. Maka teori yangberpusar fenomena Barat, orientasi Amerika, menjadi teori generasi global.
Bagai banjir Nabi Nuh, peradaban teknologiinformasi (TI) meluap ke setiap jengkal kulitbumi. Maka teori generasi dikaitkan sangatserius kepada perilaku kehidupan sehari-hari.Teori generasi perilaku di tempat kerja. Para manajer penuh perhatian kepada perilaku partnerstaf dan kolega kerja.
Turunannya muncul teori perilaku manusia baru.Dampak teknologi informasi yang super-cepat,canggih serba instan terhadap generasi yang lebih mencakup dan luas. Bahkan menyentuhseluruh nafas makhluk hidup manusia, hewan, tumbuhan, planet dan galaxy.
Untuk manusia muncullah teori 6 generasi. (1) generasi senyap (silent generation), lahir 1930-1946; (2) generasi ledakan bayi (baby boomer), lahir 1946-1964, (3) generasi X, lahir 1965-1980; (4) generasi Y, lahir 1981-1994; (5) generasi Z, lahir 1995-2010; dan (6) generasiAlpha, lahir 2011-2025. Empat belakangandisebut juga iGeneration, g-Net atau generasiinternet. Merekalah generasi X , generasi Y , generasi Z dan Alpha.
Maka generasi X, Y, mayoritas ramah TI. Generasi Z dan Alpha adalah yang paling mahirdan paling candu. Tanpa TI sepertinya merekatidak bisa benafas. Sepanjang 24 jam gadgetbagai lebih dekat dari urat leher mereka.
Mereka boleh lupa tidur, makan, kerja apalagiibadah. Tetapi mereka takkan pernah lupatelepon pintar, computer, laptop, tablet, iPad, head-sett, blue-tooth, wi-fi, 3 dan 4 G, file, doc,memory card, Android, Apple, Windows, Macintosh, video, stream-line, you tube, face book, path, line, weChat, google-chrome, google-search, dan seterusnya. Sementaragenerasi senyap dan baby-boomer banyak pula yang gagap TI.
Dan tiba-tiba Idul Fitri sudah di depan hidung. Mari jemput kesadaran dan opname diri. Paling tidak ada 3 pendekatan: (1) Formalistic-fikih (2) budaya populer (popular religion); dan (3)berpuasa-merayakan Idul Fitri dengan maknahakiki (substantivistic).
Pertama, berpuasa menahan lapar, dahaga dansemua yang membatalkannya. Ikut tarawih. Datanglah Idul Fitri. Merasa sudah beriman danbertaqwa. Mungkin dapat disebut golonganformalistik-fikih. Beragama sesuai syariat.
Kedua, puasa sekedar budaya. Beribadahseberapa kuat dan sebisanya. Pra-Ramadhanmenyirami kuburan dengan air kesturi bertaburbunga rampai. Ikut mandi berlimau. Memakaibaju taqwa. Baca Quran tak lancar. Shalattarawih seadanya. Rakus santapan berbuka danmenu sahur. Melotot siaran TV penuh lucu dan gelak tawa..
Untung ada yang ketiga. Ramadhan membuatdiri makin tawaduk. Puasa wajib bagai Senin-Kamis membudaya sepanjang hayat.Bersedekah, berinfak bagai sarapan harian.Ibadah tarawih selancar marathon pagi. Setelahlebaran shalat malam, tahajud menjadi candu. Persiapan pangan, sandang dan papanmenyambut lebaran, bukan target.
Bagai taushiyah Imam Al-Gazali, yang pertamadan kedua adalah puasa kaum awam. Dan yang ketiga adalah puasa mereka yang disebut khawasdan khawasil khawas.
Walau begitu, segmen formalistik, populer danhakiki tadi, semua sepakat menjunjung tinggisilaturrahim lebaran. Idul Fitri adalah hari suciuntuk saling memaafkan. Namun di dalamekspresi dan aktualisasi silaturrahim, tentu saja generasi senyap dan generasi ledakan bayi(generasi 1 dan 2) akan terbiasa dengan tatapmuka dan sentuhan salaman fisik lahiriah.
Kurang afdal dan tipis sentuhan Idul Fitri kalautak berkunjung atau tak dikunjungi. Inilahgenerasi “mudik lebaran” yang hampir sulitdiubah. Kampung halaman dan sentuhan salamsanak-keluarga bagaikan mutlak. Generasibertulis surat dan kartu lebaran.
Akan tetapi bagi sebagian generasi X dan Y yang cakap TI, sudah mengikuti arus generasi Z danA alias generasi layar sentuh. Generasi digital. Senang mengolah silaturrahim via dunia maya.Walau sadar atau tidak, kadar silaturrahimtergerus.
Menjadi alay dan abay dari satu benangpercakapan ke benang berikutnya. Setelahwhatsapp, dan aplikasi medsos lain penuh, tinggal hapus alias delete. Semudah menghapuskesalahan dan mungkin pula jasa, kebaikan dankebenaran. Semoga semua kembali suci.***
Komentar