Ke Jepang seperti Diceritakan Imnati & Bulqish (1)

http://www.klikpositif.com/m/kanal/motivasi.html


Ke Jepang Seperti Diceritakan Imnati dan Bulqis (1):
Tuan Takawi Mashida yang Baik
Oleh Shofwan Karim

Kami berangkat dari Jakarta, Jumat 20 Maret 2015 lalu. Oleh suami saya dan papa Bulqis dari Padang dikabari ada Tuan Takawi Mashida kenalannya  yang malam itu akan sama berangkat dengan kami.

Tentu saja kabar itu baik bagi kami berdua. Dengan Garuda kami akan terbang dari  Bandara Soekarno-Hatta pk 23.15 malam. Akan sampai di Bandara Haneda, Tokyo pk. 08.15 esok harinya, 21 Maret.

Meski sudah lama kebiasaan dan sering ke berbagai negara saya dan Bulqis, maka ke Jepang adalah perjalanan kami yang pertama. Oleh karena itu, bayangan tentang bangsa Jepang dan negara Jepang, menari-nari di dalam pikiran  dan hati kami.

Ketika berkenalan dengan Takawi Machida, di Gate E 21 Bandara Soetta, kami memperoleh kesan Tuan Machida baik. Kami bicara sedikit. Setelah itu kami masuk perut pesawat. Saya dan Bulqis  tidak bertanya di mana kursi Tuan Machida. Mungkin di kelas bisnis.

Kami berdua duduk di kelas ekonomi. Sambil membalik-balik pemahaman tentang Jepang, saya dan putri kami Bulqis asik bicara tentang Papanya yang tidak bisa berangkat. Meski di passport sudah ada visa masuk Jepang.

Alasannya, tidak bisa meninggalkan tugas yang mendesak. Padahal saya dan Papa Bulqish sudah merencanakan perjalanan ini sejak beberapa waktu lalu.

Ada undangan dari Prof. Takaeshi dari Univeristas Gifu dan sebelumnya ada undangan saudara saya dari sebuah nagari di Kabupaten 50 Kota yang sudah hampir 20 tahun di Tokyo.

Ketika suami saya menjadi Rektor sebuah perguruan tinggi di Padang, ada beberapa mahasiswa tugas belajar yang dikirimnya. Terutama dosen-dosen muda untuk menambah ilmu setara S2 dan S3.

Di antaranya satu orang di Universitas Gifu yang akan wisuda doktornya pada 25 Maret ini. Satu yang lain, setelah selesai S2 sudah kembali ke Padang.

Di dalam surat undangan itu  dikatakan bahwa suami saya dan saya di undang hadir acara bergengsi bagi para alumnus itu dan malamnya ada jamuan bersama para wisudawan dan dosen serta undangan.

Undangan-undangan itu, termasuk pengiriman mahasiswa sejak dulu   adalah atas budi baik dari Prof. Edison Munaf dari Unand.

Sekarang Prof. Edison dekan di salah satu fakultas di Unand dan sebelumnya pernah menjadi Atase Pendidikan di KBRI Tokyo.


Menurut sumber yang akurat, pada akhir 2013 lalu, mahasiswa Indonesia di Jepang berjumlah 2.276. Tersebar di berbagai perguruan tinggi di antara 17 Universitas besar dan terkenal di Jepang.

Sebagai perbandingan pada 2011, jumlah mahasiswa Indonesia 2190. Jumlah itu dianggap sangat sedikit (1,5 %) dibandingkan keseluruhan mahasiswa asing yang  menurut catatan 2011 itu berjumlah 141.774 orang. Mayoritas mereka berasal dari negara ASEAN, Asia Selatan dan Cina.

Kembali ke Takawi Machida, kami salut. Lelaki sekitar 60-an tahun itu menunggu di luar perut pesawat di dalam garbarata untuk bersama-sama kami ke terminal kedatangan.

Oleh karena pesawat Garuda yang kami tumpangi mendarat lebih cepat 30 menit, maka saudara kami yang di Tokyo belum datang. Maklum orang Jepang termasuk warga lain yang mukim di negeri ini sangat tepat waktu.

Tuan Machida menolong kami untuk kontak dengan saudara yang dalam perjalanan ke Bandara. Kami belum punya kartu cellular telepon lokal.  Maka pertolongan Tuan Machida sangat berarti bagi  kami.

Sebetulnya Tuan Machida setelah menelepon tadi,  seperti kebiasaan kita sudah harus meninggalkan kami di ruang ke datangan Bandara Haneda.

Tetapi itu tidak dilakukannya. Beliau menunggu saudara yang ditunggu  sampai datang menjumpai kami.  Baru setelah kami berpelukan dengan saudara yang pulang kampung tahun lalu dan bertemu kami di upacara keluarga, barulah Tuan Machida minta diri berpisah. Tuan Mashida yang baik. Terimakasih (Bersambung). 





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shofwan Karim, Obituari Buya Mirdas Ilyas (3): Satu Rumah-Posko Bersama

Sejarah Tahlilan