Wisatawan Timur Tengah

Selasa, 24 Juni 2008
Oleh Shofwan Karim

Menggaet wisatawan Timur Tengah, apa bisa? Ini pertanyaan yang menggelitik ketika membaca berita satu kolom Singgalang 20 Juni lalu. Adalah Dubes Iran Behrooz Kamavandi dan beberapa staf datang berkunjung ke Padang, Bukittinggi dan Payakumbuh beberapa waktu lalu. Pagi itu, penulis sempat bercakap-cakap dengan salah seorang stafnya, Abolfazl Abdoli (Amir) dalam penerbangan Jakarta-Padang. Alumni S1 dan S2 UGM yang didampingi Executive Liason TVRI, Devi Monica Lumanauw itu mengatakan, kunjungannya bersifat sosial budaya.

Inilah agaknya seperti yang dikutip wartawan bahwa menurut Kadinas Pariwisata Sumbar, James Hellyward, kedatangan Dubes ini sebagai balasan atas kunjungan tim Sumbar ke Iran tahun lalu dan lanjutan kunjungan pelaku dunia wisata Iran ke anjungan TMII beberapa waktu sebelumnya.

Sampai di situ, maka nafas kita berhenti. Sesudah ini, apalagi? Apakah sudah ada rencana kunjungan rombongan wisatawan Iran selain diplomat itu ke Sumbar? Atau setelah Dubes dan stafnya itu kembali ke Jakarta, selesailah sudah kunjungan wisatawan dari negeri Persia itu?

Tetapi ada kabar gembira, Dubes ingin mengajak pebisnis Iran berinvestasi di Sumbar. Sektor pariwisata?

Sektor yang satu ini tidak bisa diserahkan hanya kepada kementerian wisata di pusat dan Dinas Pariwisata di daerah. Kita tidak boleh mengharap hanya ke seorang James Hellyward untuk urusan yang satu ini.

Marilah kita sedikit berendah hati untuk ‘berguru’ ke pakar wisata dan apa yang dilakukan oleh penduduk pada negeri-negeri tujuan wisata berbagai belahan bumi ini.

Soal dunia wisata adalah industri jasa tanggungjawab semua. Apalagi kalau industri wisata diharapkan menjadi sumber in-come, pendapatan andalan suatu negeri. Semua jasa terkait di sini. Bukan hanya hotel dan restoran, travel agent dan transportasi, tetapi dunia informasi-komunikasi-teknologi, kependidikan, kesehatan, kerajinan, perbankan, artifak peninggalan sejarah, musium, hutan, danau, gunung, seniman, budayawan, sopir angkot, bus, taksi, penjual makanan dan gorengan, pelayan toko, bahkan pejalan kaki dan semua orang yang hidup dan bernafas di wilayah ini, memberikan saham yang besar terhadap dunia wisata.

Di zaman Menteri Pariwisata Soesilo Soedarman dulu bahkan ada kalimat bertuah untuk menarik wisatawan yang disebut Sapta Pesona yang di antaranya adalah senyum, sapa dan simpati.

Kembali ke pangkal cerita soal Dubes Iran, maka asosiasi pikiran kita tak dapat tidak tertuju kepada wisatawan negeri-negeri Arab di Timur Tengah itu. Untuk tujuan wisata yang mencuat secara fenomenal setelah peristiwa WTC 11 September 2001 yang berasal dari negeri-negeri Arab Timur Tengah, agaknya pantas kita mesti menoleh ke negeri jiran, Malaysia.

Tentu tidak laik kalau kita membandingkan Malaysia sebagai sebuah negara dengan Sumbar sebagai satu provinsi dari 33 provinsi dalam satu negara di republik ini. Namun bercermin ke kaca perbandingan apa yang dilakukan Malaysia, agaknya tidak rugi. Apalagi Malaysia mencatat pada tahun 2007 telah meraup pendapatan nasional terbesar kedua 15 miliar US dolar, setelah industri manufaktur, perkebunan, pertanian dan idustri lainnya, sebesar 60 milar US dolar.

Menurut Razali Tuan Umar, Direktur Promosi Wisata Malaysia di Dubai, tahun lalu kunjungan wisatawan dunia ke Malaysia 20.972.822 (hampir 21 juta orang) yang naik 19.5 persen dari tahun sebelumnya. Khusus mereka yang berasal dari negeri-negeri Arab atau oleh Malaysia disebut Asia Barat adalah 245.302 orang yang naik 31.3 persen dari tahun sebelumnya.

Malaysia merupakan daerah tujuan wisata nomor wahid bagi wisatawan Timur Tengah setelah peristiwa WTC 11 September 2001. Mereka merasa lebih selera menghabiskan masa libur mereka di Malaysia dibandingkan negeri Barat lainnya. Tentu saja karena berbagai alasan yang mulai dari rasa aman, diskriminasi perlakuan imigrasi pada pintu-pintu masuk gate inernasional di negeri-negeri Barat itu.

Dan Malaysia, telah menunjukan ketersediaan fasilitas materil-lahiriah serta ketenangan jiwa dan kesentosaan batin bagi turis-turis petro-dolar itu. Maka untuk tahun 2008 ini target capaian wisatawan dari Timur Tengah ke Malaysia adalah 400 ribu orang. Walaupun angka itu tidak spetakuler, tetapi dilihat dari lama kunjungannya ke negeri semenanjung ini yang mencapai 11 hari dan angka rata-rata dirham, ringkit atau dolar yang mereka belanjakan di sini cukup fantastis, diperkirakan angka 15 miliar dolar di atas tadi lebih banyak masuk via kocek saudara kita yang seiman ini.

Lalu, apa saja usaha yang dilakukan pemerintah dan warga masyarakat Malaysia di dalam menarik wisatawan dari Timur Tengah? Pertama, sumber daya manusia, kedua, sarana dan prasarana, fasilitas, pembenahan kawasan wisata, tempat-tempat mereka menghabiskan waktu dan seterusnya. Pemerintah dan badan-badan yang terkait dengan dunia wisata melatih sekitar 50 ribu pemuda pemudi terampil berkomunikasi dalam bahasa Arab.

Selanjutnya Semua orang yang sengaja diatur terkait dengan bisnis wisata dari Arab itu, mampu berbahasa Arab. Lalu semua tanda baca dan instruksi serta kata-kata petunjuk bagi pengunjung di Bandar Udara, Hotel, Restoran halal sampai ke appartement sewaan jangka panjang dan tempat wisata yang bakal dilalui, dikunjungi dan ditempati wisatawan tersebut dituliskan dalam Bahasa Arab.

Website dibangun sedemikian rupa dalam Bahasa Arab sehingga dapat diakses dengan mudah dan dipahami oleh mereka yang dari Timur Tengah di manapun mereka berada.

Semua itu mereka lakukan secara simultan dan integral baik di dalam negeri maupun di Timur Tengah itu sendiri. Divisi Promosi Wisata Intenasional Malaysia mempunyai Badan Promosi Wisata yang berkantor di Dubai untuk menjaring wisatawan di UAE, Qatar, Bahrain, Oman dan Iran.

Kemudian untuk Saudi Arabia, Siria, Irak, Palestina, Yaman, dan Afrika Utara seperti Mesir, Libia, Aljazair, Tunisia, Sudan dan Marokko, Malaysia sengaja mendirikan Kantor Urusan Wisata di Kota Jeddah.

Badan-badan wisata Malaysia itu menjaring wisatawan perorangan, perdagangan dan bisnis, rumahatangga dan keluarga, pelajar, mahasiswa dan pemuda serta kalangan awam dan elit lainnya melalui promosi dan inisiatif pemasaran yang amat gencar. Mereka bekerjasama dengan para agen wisata lokal di tiap-tiap negeri tadi.

Bila dilihat dengan kesaksian kasat mata, maka di antara kita yang sering ke Malaysia, utamanya ke kota Kualalumpur maka akan dengan mudah menyaksikan orang-orang Arab ini di mana-mana. Umumnya mereka yang datang ke Malaysia adalah kalangan wisatawan yang rapih, tertib dan elit. Mereka parlente dan menjinjing laptop untuk browsing internet di Starbuck dan cafa-cafe hot-spot seperti di KLCC dan kawasan lainnya di negeri ini. Selebihnya, konon, mereka yang berselera ‘lain’ berkunjung ke Bangkok atau ke Jakarta.

Dan ke Sumbar, tampaknya sampai sekarang masih perlu usaha keras kita untuk menarik mereka. Peluang itu ada, paling tidak bagaimana kita bekerjasama di samping dengan agen wisata di negeri mereka, dan juga atau paling tidak dengan agen wisata di Malaysia itu sendiri. Paling untuk yang terakhir ini, kerjsama kita bagaimana wisatawan Timur Tengah itu tidak berhenti hanya sampai di Malaysia atau Singapore saja, tetapi melanjutkan pelancongannya di Ranah Minang dan kita cintai ini. Semoga. ***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shofwan Karim, Obituari Buya Mirdas Ilyas (3): Satu Rumah-Posko Bersama

Sejarah Tahlilan