Komentar Koran Singgalang, 16 Oktober 2006
IAIN Imam Bonjol Melangkah Pasti
Oleh Shofwan Karim
Pada Jum’at (13/10) lalu, Prof Dr Atho’ Mudzhar, Pgs Rektor IAIN IB melakukan pertemuan dengan seluruh pimpinan dan dosen Fakultas Dakwah dan Ushuluddin. Ini merupakan pertemuan lanjutan ketiga setelah sebelumnya bertemu dengan Fakultas Tarbiyah, Adab dan Syari’ah.
Atho’ menjelaskan tujuan silaturrahim dan konsolidasi internal yang dilakukkannya sejak ditunjuk Menteri Agama 9 Sepetember lalu sebagai Pengganti Sementara (Pgs) Rektor. Pertemuan yang bertajuk peningkatan orientasi akademik dan manajemen itu, digunakannya untuk menjelaskan Peraturan Menteri Agama berdasarkan keputusan menteri agama (KMA) nomor 45, tanggal 28 September 2006 tentang pedoman pemilihan Rektor IAIN dan Ketua STAIN seluruh Indonesia.
Di awali dengan penjelasannya bahwa Nasrun Haroen dan Maidir Harun telah mengundurkan diri sebagai Calon Rektor pada pemilihan yang bermasalah sejak hampir 11 bulan lalu. Publik sudah tahu bahwa kemudian Nasrun dilantik Menteri Agama sebagai Direktur Direktorat Pengelolaan Zakat pada Dirjen Bimas Islam Depag RI Pusat di Jakarta. Publik memperkirakan, Maidir pun akan mendapat tempat tugas meneruskan fungsinya sebagai guru besar biasa di IAN, menjadi guru besar tamu di luar negeri atau menjadi pejabat eselonering di Depag RI Jakarta seperti Nasrun. Pokoknya ada keyakinan publik, bahwa Menteri Agama M Maftuh Basyuni akan terus meningkatkan dan memberikan penghargaan yang pantas kepada SDM berkualitas yang dimiliki departemennya.
Kembali ke pertemuan tadi, Atho’ meminta perhatian suluruh civitas akademika IAIN IB untuk mengikuti pedoman pemilihan rektor yang sekarang ini. Yang paling menonjol dari pedoman itu adalah bahwa rektor dipilih oleh anggota Senat Institut. Tentu saja isi pedoman ini bukan baru, tetapi kembali kepada pedoman sebelumnya (1993) tetapi dengan nomor KMA dan tahun yang baru . Sebagai diketahui bahwa sejak reformasi, IAIN juga mengalami perubahan termasuk soal pemilihan rektor itu. Pada pedoman KMA tahun 2003, calon rektor sebelum diajukan ke menteri untuk diteruskan ke presiden dipilih melalui pemilihan oleh seluruh dosen dan perwakilan karyawan serta perwakilan mahasiswa . Senat Institut hanya meratifikasi hasil pemilihan umum itu. Selintas terlihat bahwa di satu sisi partisipasi demokrasi cukup tinggi dan luas dan itu tentulah suatu yang amat positif. Di sisi lain, ternyata di sebagian besar IAIN yang melakukan pemilihan rektor dengan pedoman produk reformasi itu menimbulkan disharmoni dan gejolak. Para kandidat rektor ternyata didukung oleh kelompok-kelompoknya yang semakin mengkristal dari kalangan mahasiswa, dosen, karyawan dan bahkan para anggota senat itu sendiri. Tidak cukup sampai di situ, bahkan hasil pemilihan yang dianggap sangat demokratis itu, bila bukan kelompoknya yang menang maka penjegalan terus dilakukan sampai ke tingkat atas. Ini dianggap menimbulkan dampak negatif yang tidak berkesudahan.
Atas pertimbangan itulah agaknya, Menteri Agama melokalisir kembali wewenang pemilihan rektor kepada Senat Institut. Dan ini akan dimulai pada 17 Oktober ini oleh UIN Jakarta dalam memilih rektor yang baru setelah Prof Azyumardi tidak bisa lagi maju ke pemilihan karena sudah menjadi rektor dua periode. Sementara untuk IAIN IB, setelah melalui pembicaraan yang memadai dengan kalangan internal tadi, telah diagendakan pertemuan berikut. Pada 19 Oktober pertemuan senat institut akan mendapatkan laporan dari Pgs Rektor tentang apa yang telah dilakukannya sebagai pejabat yang ditugaskan menteri sekaligus menekan ulang peraturan berdasarkan KMA 2006 itu. Kemudian akan dirumuskan tata tertib pemilihan serta pembentukan panitia pemilihan. Lalu pada 2 November ini, pemilihan rektor akan dilakukan oleh senat institut.
Ada baiknya disinggung sedikit siapa yang pantas dicalonkan sesuai pedoman yang sekarang . Di antaranya pangkat akademik lektor kepala, berijazah S3, maksimal umur 61 tahun, pernah berjabatan kepemimpinan di dalam atau di luar IAIN, sehat jasmani dan rohani, track record yg baik, visi dan misi yg jelas dan bersedia dicalonkan.
Lalu di mana peranan dosen, mahasiswa dan karyawan? Mereka diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk uji shahih atau fit and propertest terhadap visi dan misi kandidat pada waktu sebelum pemilihan rektor oleh senat 2 November nanti.
Atho’ mengajak sivitas akademika IAIN IB merenung konstruktif. Ia mengajukan tema pemilihan rektor: demokratis, berkualitas dan rekonsiliatif. Ia meminta, supaya membubarkan kelompok-kelompok dan lebih menekankan kepada kapasitas dan kualitas kepemimpinan, komunikatif, silaturrahim, integritas dan upaya rekonsiliasi serta yang paling pokok membawa IAIN IB kepada kemajuan yang signifikan di masa depan dari tokoh yang akan tampil.
Tentu saja apa yang diharapkan Atho’ merupakan dambaan internal sivitas akademika IAIN dan masyarkat akademik dan ummat di Sumatera Barat umumnya. Visi dan misi IAIN IB yang berharap menjadi pusat keunggulan dan menjalankan tridharma perguruan tinggi plus penekanan kepada keilmuwan, kecendekiawanan, keulamaan, kemusliman dan ke-Indonesian, terus diwujudkan . Hal itu tidak cukup hanya sampai terpilihnya rektor baru. Setelah itu, kerja yang kompak dari tim kepemimpinan yang kuat sangatlah diperlukan. Di sinilah diperlukan seluruh warga sivitas akademika IAIN meningkatkan kearifan, keikhlasan dan lapang dada serta menoleh ke depan. Anggaplah masa lalu sebagai kenangan pahit dan jangan terulang. Kerja keras dan kompetisi ketat dan positif skala lokal dan global telah menanti. IAIN IB harus melangkah ke depan dengan pasti *** Penulis adalah Rektor UMSB, Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN IB Padang dan Mantan Ketua PWM Sumbar 2000-2005
Oleh Shofwan Karim
Pada Jum’at (13/10) lalu, Prof Dr Atho’ Mudzhar, Pgs Rektor IAIN IB melakukan pertemuan dengan seluruh pimpinan dan dosen Fakultas Dakwah dan Ushuluddin. Ini merupakan pertemuan lanjutan ketiga setelah sebelumnya bertemu dengan Fakultas Tarbiyah, Adab dan Syari’ah.
Atho’ menjelaskan tujuan silaturrahim dan konsolidasi internal yang dilakukkannya sejak ditunjuk Menteri Agama 9 Sepetember lalu sebagai Pengganti Sementara (Pgs) Rektor. Pertemuan yang bertajuk peningkatan orientasi akademik dan manajemen itu, digunakannya untuk menjelaskan Peraturan Menteri Agama berdasarkan keputusan menteri agama (KMA) nomor 45, tanggal 28 September 2006 tentang pedoman pemilihan Rektor IAIN dan Ketua STAIN seluruh Indonesia.
Di awali dengan penjelasannya bahwa Nasrun Haroen dan Maidir Harun telah mengundurkan diri sebagai Calon Rektor pada pemilihan yang bermasalah sejak hampir 11 bulan lalu. Publik sudah tahu bahwa kemudian Nasrun dilantik Menteri Agama sebagai Direktur Direktorat Pengelolaan Zakat pada Dirjen Bimas Islam Depag RI Pusat di Jakarta. Publik memperkirakan, Maidir pun akan mendapat tempat tugas meneruskan fungsinya sebagai guru besar biasa di IAN, menjadi guru besar tamu di luar negeri atau menjadi pejabat eselonering di Depag RI Jakarta seperti Nasrun. Pokoknya ada keyakinan publik, bahwa Menteri Agama M Maftuh Basyuni akan terus meningkatkan dan memberikan penghargaan yang pantas kepada SDM berkualitas yang dimiliki departemennya.
Kembali ke pertemuan tadi, Atho’ meminta perhatian suluruh civitas akademika IAIN IB untuk mengikuti pedoman pemilihan rektor yang sekarang ini. Yang paling menonjol dari pedoman itu adalah bahwa rektor dipilih oleh anggota Senat Institut. Tentu saja isi pedoman ini bukan baru, tetapi kembali kepada pedoman sebelumnya (1993) tetapi dengan nomor KMA dan tahun yang baru . Sebagai diketahui bahwa sejak reformasi, IAIN juga mengalami perubahan termasuk soal pemilihan rektor itu. Pada pedoman KMA tahun 2003, calon rektor sebelum diajukan ke menteri untuk diteruskan ke presiden dipilih melalui pemilihan oleh seluruh dosen dan perwakilan karyawan serta perwakilan mahasiswa . Senat Institut hanya meratifikasi hasil pemilihan umum itu. Selintas terlihat bahwa di satu sisi partisipasi demokrasi cukup tinggi dan luas dan itu tentulah suatu yang amat positif. Di sisi lain, ternyata di sebagian besar IAIN yang melakukan pemilihan rektor dengan pedoman produk reformasi itu menimbulkan disharmoni dan gejolak. Para kandidat rektor ternyata didukung oleh kelompok-kelompoknya yang semakin mengkristal dari kalangan mahasiswa, dosen, karyawan dan bahkan para anggota senat itu sendiri. Tidak cukup sampai di situ, bahkan hasil pemilihan yang dianggap sangat demokratis itu, bila bukan kelompoknya yang menang maka penjegalan terus dilakukan sampai ke tingkat atas. Ini dianggap menimbulkan dampak negatif yang tidak berkesudahan.
Atas pertimbangan itulah agaknya, Menteri Agama melokalisir kembali wewenang pemilihan rektor kepada Senat Institut. Dan ini akan dimulai pada 17 Oktober ini oleh UIN Jakarta dalam memilih rektor yang baru setelah Prof Azyumardi tidak bisa lagi maju ke pemilihan karena sudah menjadi rektor dua periode. Sementara untuk IAIN IB, setelah melalui pembicaraan yang memadai dengan kalangan internal tadi, telah diagendakan pertemuan berikut. Pada 19 Oktober pertemuan senat institut akan mendapatkan laporan dari Pgs Rektor tentang apa yang telah dilakukannya sebagai pejabat yang ditugaskan menteri sekaligus menekan ulang peraturan berdasarkan KMA 2006 itu. Kemudian akan dirumuskan tata tertib pemilihan serta pembentukan panitia pemilihan. Lalu pada 2 November ini, pemilihan rektor akan dilakukan oleh senat institut.
Ada baiknya disinggung sedikit siapa yang pantas dicalonkan sesuai pedoman yang sekarang . Di antaranya pangkat akademik lektor kepala, berijazah S3, maksimal umur 61 tahun, pernah berjabatan kepemimpinan di dalam atau di luar IAIN, sehat jasmani dan rohani, track record yg baik, visi dan misi yg jelas dan bersedia dicalonkan.
Lalu di mana peranan dosen, mahasiswa dan karyawan? Mereka diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk uji shahih atau fit and propertest terhadap visi dan misi kandidat pada waktu sebelum pemilihan rektor oleh senat 2 November nanti.
Atho’ mengajak sivitas akademika IAIN IB merenung konstruktif. Ia mengajukan tema pemilihan rektor: demokratis, berkualitas dan rekonsiliatif. Ia meminta, supaya membubarkan kelompok-kelompok dan lebih menekankan kepada kapasitas dan kualitas kepemimpinan, komunikatif, silaturrahim, integritas dan upaya rekonsiliasi serta yang paling pokok membawa IAIN IB kepada kemajuan yang signifikan di masa depan dari tokoh yang akan tampil.
Tentu saja apa yang diharapkan Atho’ merupakan dambaan internal sivitas akademika IAIN dan masyarkat akademik dan ummat di Sumatera Barat umumnya. Visi dan misi IAIN IB yang berharap menjadi pusat keunggulan dan menjalankan tridharma perguruan tinggi plus penekanan kepada keilmuwan, kecendekiawanan, keulamaan, kemusliman dan ke-Indonesian, terus diwujudkan . Hal itu tidak cukup hanya sampai terpilihnya rektor baru. Setelah itu, kerja yang kompak dari tim kepemimpinan yang kuat sangatlah diperlukan. Di sinilah diperlukan seluruh warga sivitas akademika IAIN meningkatkan kearifan, keikhlasan dan lapang dada serta menoleh ke depan. Anggaplah masa lalu sebagai kenangan pahit dan jangan terulang. Kerja keras dan kompetisi ketat dan positif skala lokal dan global telah menanti. IAIN IB harus melangkah ke depan dengan pasti *** Penulis adalah Rektor UMSB, Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN IB Padang dan Mantan Ketua PWM Sumbar 2000-2005
Komentar